Monday, December 30, 2013

Timlo Solo - Hidangan Berkuah Khas Kota Bengawan

Selain keunikan budaya Jawa nya yang kental, Kota Solo juga memiliki kuliner khas yang beragam. Berkunjung ke Kota Budaya ini memang tidak lengkap rasanya jika tidak mampir sejenak untuk sekedar memanjakan lidah dengan cita rasa kulinernya yang seolah tidak pernah habis untuk dijelajahi. Selain sate kere yang sudah melegenda, ada satu kuliner khas Solo dengan kuah beningnya yang gurih yang cocok disantap baik sebagai sajian di kala siang maupun malam.


Adalah Timlo Solo, makanan dengan kuah bercita rasa gurih khas dari Kota Solo. Timlo Solo memiliki komposisi bahan seperti irisan hati dan ampela ayam, suwiran daging ayam, bihun, potongan dadar gulung, dan telur bumbu kecap. Bahan-bahan tersebut kemudian disiram dengan kuah bening berbumbu rempah. Untuk mempercantik tampilan dan penambah selera, diberikan taburan bawang goreng di atas sajiannya. Secara keseluruhan Timlo Solo ini memiliki rasa yang gurih. Perpaduan rasa dari campuran antara kuah dan isiannya. Bumbu rempah pada kuah memberikan efek hangat saat masuk ke tenggorokan. Bagi penikmat rasa pedas, silahkan tinggal campurkan saja sambal kecap yang disediakan pada tempat terpisah. Hati-hati jangan terlalu banyak menuangkan sambal kecap, karena rasanya cukup pedas di lidah.

Thursday, December 12, 2013

Sehari Bersama Surabaya Heritage Track (Part II)

Selesai mengikuti Surabaya Heritage Track "tahap pertama", saya beserta rombongan pun segera bergegas menuju Tracker Information Center. Kami pun kembali mendaftarkan diri untuk mengikuti jadwal tour yang diadakan pukul 15.00 sore. Peserta Surabaya Heritage Track pada jam 15.00 rata-rata merupakan para trackers yang telah mengikuti trip sebelumnya. Dari acara Surabaya Heritage Track inilah keakraban pun timbul di antara peserta. Dari yang awalnya kami tidak kenal hingga akhirnya saling kenal.


Menjelang pukul 15.00 para peserta pun antri dengan tertib masuk ke dalam bus. Satu per satu peserta diberikan sebuah co card sebagai penanda bahwa kami adalah peserta Surabaya Heritage Track. Untuk rute kali ini para trackers diajak untuk mengunjungi Kantor Pos Besar Surabaya di daerah Kebonrojo. Karena letaknya di kawasan Kebonrojo, maka masyarakat Surabaya lebih mengenalnya sebagai Kantor Pos Kebonrojo. Bangunan ini didirikan sekitar tahun 1880 oleh Belanda. Pada tahun 1881, bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal Bupati Karesidenan Surabaya. Kemudian pada tahun 1925 bangunan ini difungsikan sebagai HBS (Hogere Burger-School) yaitu sekolah yang didirikan oleh bangsa Belanda yang setara seperti SMA. Di gedung inilah Sang Proklamator kita, yaitu Ir. Soekarno pernah mengenyam pendidikan sebelum akhirnya beliau melanjutkan bangku perkuliahan di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau sekarang lebih dikenal sebagai ITB (Institut Teknologi Bandung).

Thursday, November 28, 2013

Sehari Bersama Surabaya Heritage Track (Part I)

Surabaya bagian utara memang menyimpan banyak bangunan-bangunan bersejarah peninggalan jaman Kolonialisme Belanda yang masih terawat hingga sekarang ini. Ingin berkeliling Surabaya Utara sambil menikmati bangunan-bangunan bersejarah secara gratis? Surabaya Heritage Track lah jawabannya !


Lalu-lalang kendaraan bermotor menyambut kedatangan saya di Jalan Rajawali, Surabaya pagi itu. Bus kota pun mulai bergerak menuju daerah sekitaran Jembatan Merah Plaza (JMP) sebelum saya akhirnya turun di sana. Ini adalah kali kedua saya menginjakkan kaki di kawasan ini. Kondisinya pun masih terlihat sama, jalan raya dengan jalur searah yang diapit oleh bangunan-bangunan kuno bergaya arsitektur Belanda yang terlihat sangat khas. Tujuan saya kali ini ingin kembali mengunjungi Museum House of Sampoerna. Bukan untuk berkeliling menikmati koleksi museumnya, melainkan ingin menikmati tour bersama Surabaya Heritage Track.

Saturday, November 9, 2013

Es Krim Tip Top - Es Krim Jadulnya Kota Jogja

Mengunjungi kedai-kedai makanan yang sudah berdiri sejak jaman dahulu dan tetap mempertahankan rasa serta tata ruang tempat memang selalu memberikan pengalaman tersendiri bagi siapapun yang mengunjunginya. Gerai es krim ini menawarkan secuil suasana nostalgia masa lampau di tengah pesatnya pembangunan di masa kini.

Keberadaan bangunan kedai es krim sederhana ini seolah mulai terdesak, sedikit tenggelam di antara bangunan-bangunan baru yang semakin pesat berdiri di bilangan Jalan Mangkubumi, Yogyakarta. Gerai es krim ini memang masih mempertahankan gaya bangunan lama, yaitu bangunan ruko dua lantai dengan dinding yang sudah mulai usang. Namun di gerai inilah, Anda dapat menemukan secuil nostalgia dalam semangkok es krim jadul yang dibalut dengan suasana toko yang masih mempertahankan interior dan furnitur dari masa lalu.


Adalah kedai Es Krim Tip Top, salah satu kedai es krim yang mulai berdiri sejak tahun 1936. Kedai es krim ini didaulat sebagai salah satu kedai es krim jadul yang masih berdiri di Indonesia. Sepanjang infromasi yang saya cari, di Indonesia sendiri masih ada beberapa kedai es krim jadul yang masih tetap buka hingga sekarang ini. Sebut saja Zangrandi di SurabayaToko Oen Malang, Toko Oen Semarang, Tip Top di Medan, Ragusa di Jakarta, PT Rasa di Bandung, dan juga Es Krim Tentrem di Solo. Masing-masing kedai es krim menawarkan nuansa tempo dulu, baik pada tata ruang maupun cita rasa es krim yang disajikan.

Wednesday, October 30, 2013

Unik dan Mistiknya Museum Kesehatan Surabaya

Selain mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan, Surabaya juga menyimpan banyak museum yang cukup menggiurkan untuk dikunjungi. Adalah Museum Kesehatan Dr Adyatma, sebuah museum yang memiliki koleksi yang cukup unik yang berada di kota dengan sebutan Ujung Galuh pada jaman dahulu. Saya mengenal museum ini dari tayangan Kick Andy Show, yang bertemakan "Merekam Jejak Negeriku". Tayangan tersebut menceritakan beberapa museum unik yang ada di Indonesia.


Adalah dr. Haryadi Suparto, seorang dokter dan juga ahli dalam bidang supranatural yang mendirikan Museum Kesehatan ini. Museum ini menempati bangunan bekas Rumah Sakit Kelamin yang dahulu merupakan rumah sakit kelamin terbesar di Asia Tenggara. Museum ini masih satu kompleks dengan Kompleks P3SKK Depkes RI dan Akademi Akupuntur Surabaya. Museum Kesehatan memiliki desain bangunan yang cukup sederhana. Keunikan dari museum ini adalah barang-barang koleksi yang dipajang di museum. Koleksi Museum Kesehatan Dr. Adyatma ini secara umum menggambarkan upaya manusia di dalam menjaga kesehatan serta alat-alat yang digunakan di dalam proses penyembuhan penyakit. Tak hanya peralatan medis saja yang dipamerkan, melainkan alat-alat non medis juga dipajang di museum ini. Alat-alat non medis yang digunakan merupakan hasil kebudayaan lokal dari beberapa suku bangsa yang menghuni negara Indonesia tercinta.

Monday, October 28, 2013

Jatuh Hati pada Tutti Frutti di Zangrandi

Keberadaan toko-toko yang menjual es krim jadul semakin membuat saya penasaran untuk mencobanya satu per satu. Kali ini saya menyambangi gerai es krim Zangrandi, sebuah gerai es krim jadul yang berada di kota Pahlawan, Surabaya. Dilihat dari sejarahnya, es krim Zangrandi ini didirikan oleh seorang berkebangsaan Italia yang bernama Renato Zangrandi. Es krim ini mulai dibuka pada tahun 1930, seumuran dengan gerai Toko Oen yang berdiri di Kota Malang.



Eksistensi gerai Zangrandi ini memang tidak bisa dilepaskan dengan resep es krim home made otentik yang dipertankan hingga sekarang ini, pun demikian dengan nuansa tempo dulu yang langsung menyambut kedatangan kita ketika berada di bagian depan kedai es krim ini. Kursi-kursi rotan berpostur rendah bercat merah berjajar rapi menghadap ke jalan Yos Sudarso yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Jika Anda ingin suasana yang lebih tenang, Anda pun dapat memilih meja yang ada di bagian dalam. Di bagian dalam ruangan toko Zangrandi ini lebih mengedepankan nuansa minimalis modern yang homey.

Saturday, October 19, 2013

Mie Kepiting Ponti ala Kopi Oey Jogja

Nama Kopitiam Oey (baca : Kopitiam Wi) mungkin sudah tidak asing lagi bagi telinga kita saat mendengar gerai makanan milik jaringan yang dikelola oleh Pak Bondan Winarno, seorang pembawa acara kuliner yang terkenal dengan jargon "mak nyus" nya tersebut. Namun kini, nama Kopitiam Oey bertransformasi, berubah menjadi Kopi Oey karena kasus sengketa atas hak paten nama dagang "Kopitiam" itu sendiri.


Suasana tempatnya yang unik dan berkarakter, membuat tempat ini menjadi salah satu tempat favorit untuk bersantap. Setelah membuka-buka menu makanan yang disajikan, saya pun tertarik untuk mencoba Mie Kepiting Ponti, salah satu menu andalan di Kopi Oey Jogja ini. Tak lama kemudian menu yang saya pesan pun datang. Mie Kepiting Ponti memiliki tampilan yang cukup menggugah selera bagi yang memesannya. Semangkok mie berpadu dengan tiga buah capit kepiting yang dibalut dengan tepung panir, bakso ikan, sayuran, remahan ikan yang dihaluskan, serta tak lupa potongan daging ayam dan jamur yang dibumbu semur kecap pun ditata apik dalam sebuah mangkuk. Kuah mie pun disendirikan dalam sebuah mangkok kecil sehingga Anda dapat menakar sendiri seberapa banyak kuah yang ingin Anda campurkan.

Thursday, October 10, 2013

Es Krim Tentrem - Es Krim Legendaris dari Kota Solo

Namanya mungkin belum setenar semacam Toko Oen yang berada di Kota Malang, namun tempat ini memiliki sebuah persamaan, yaitu sama-sama menyajikan es krim jadul buatan rumahan alias home made. Adalah Es Krim Tentrem, sebuah gerai es krim sederhana di kawasan Jalan Jend. Urip Sumoharjo yang sudah berdiri sejak tahun 1952. Gerai ini menawarkan es krim jadul buatan rumahan dengan rasa yang tak kalah enak dengan es krim modern yang diproduksi sekarang.


Sesuai dengan namanya, yaitu "Tentrem", tempat ini memang menawarkan suasana tempat yang cukup nyaman. Hadirnya menu es krim memang semakin menimbulkan rasa tentram bagi siapa saja yang mampir di sana. Memasuki bagian dalam ruangan, kita akan disambut dengan meja panjang dilengkapi dengan dua buah kursi single serta sebuah kursi panjang yang terbuat dari rotan yang diberi alas busa tipis sehingga cukup nyaman untuk diduduki. Pada masing-masing meja diberi sebuah penyekat dengan motif ukiran sehingga memberikan sedikit nuansa privat antara meja yang satu dengan meja yang lain.

Friday, October 4, 2013

Pantai Depok - Menikmati Seafood Ditemani Pemandangan Laut

Semilir angin beradu dengan birunya langit menyapa kedatangan saya pagi ini di Pantai Depok, sebuah pantai yang berada satu deret dengan Pantai Parangtritis yang terkenal dengan berbagai cerita mistis. Satu jam perjalanan dari Kota Jogja seperti tidak terasa karena pemandangan deretan persawahan yang setia menemani sepanjang perjalanan. Langkah saya pun tertuju pada pasar ikan segar yang tidak jauh dari lokasi pantai ini. Pantai Depok memang terkenal dengan kuliner laut atau seafood-nya yang segar. Beberapa jenis ikan dan beberapa jenis kerang dapat kita temukan di pasar ikan ini dengan harga yang cukup terjangkau.


Usai berbelanja ikan segar, saya pun segera bergegas menuju warung-warung sederhana milik warga yang terletak di sepanjang pinggir Pantai Depok ini. Warung-warung sederhana ini memang menjajakan jasa untuk memasakkan ikan-ikan segar yang kita beli dari pasar. Warung ini memiliki konsep lesehan, menggunakan tikar sebagai alas duduk disertai meja-meja kecil untuk menyajikan masakan. Bangunan warung makan ini langsung menghadap ke laut. Jadi, sembari menikmati hidangan seafood yang kita pesan, mata pun dimanjakan dengan pemandangan deburan ombak laut selatan disertai dengan semilir angin yang sesekali menerpa badan.

Thursday, September 26, 2013

Penutupan Acara Asia Tri Jogja 2013

Dinginnya kawasan Kaliurang di lereng Merapi dipadu dengan keindahan Museum Ullen Sentalu kembali menjadi tempat penyelenggaraan acara Asia Tri Jogja 2013. Asia Tri merupakan acara pementasan seni dari sejumlah negara di Asia dan Eropa. Acara yang diprakarsai oleh Indonesia, Korea, dan Jepang ini sudah menginjak tahun ke delapan dalam penyelenggaraannya.


Animo penonton pun cukup membludak. Mereka harus rela duduk lesehan sambil berdesak-desakan, bahkan ada pula yang harus rela berdiri dari awal hingga akhir acara. Acara penutupan Asia Tri Jogja 2013 dimeriahkan dengan pertunjukan seni tari kontemporer dari beberapa penari dari berbagai negara. Para penari dari sanggar seni di kawasan Kaliurang pun menjadi pembuka acara penutupan acara Asia Tri Jogja yang diselenggarakan pada 25 September 2013. 

Tuesday, September 24, 2013

Kemeriahan Penutupan Ramayana International Festival 2013

Panggung Terbuka Ramayana menjadi lokasi diselenggarakannya acara Ramayana International Festival 2013. Acara ini diselenggarakan selama empat hari berturut-turut, yaitu mulai dari tanggal 6 sampai tanggal 9 September 2013. Ramayana International Festival tahun ini dimeriahkan oleh para peserta yang berasal dari sembilan negara, meliputi India, Kamboja, Myanmar, Singapura, Malaysia, Laos, Filipina, Thailand, serta Indonesia. Acara ini berlangsung sangat meriah dan menyedot animo penonton yang cukup banyak hingga memenuhi seluruh area Panggung Terbuka Ramayana yang berada di kompleks Candi Prambanan.


Saya berkesempatan untuk melihat penutupan Ramayana International Festival pada tanggal 9 September 2013, dengan penampilan dari kontingen Thailand kemudian dilanjutkan penampilan dari kontingen Bali, Indonesia. Kontingen Thailand menampilkan episode Perang Phra Ram dan Thotsakan. Dalam episode ini diceritakan peperangan yang dilakukan oleh Rama (Phra Ram) yang dibantu oleh adiknya yaitu Lakshamana (Phra Lak) melawan Rahwana (Thotsakan), seorang raja iblis dari kerajaan Alengka yang menculik istri Rama, yaitu Dewi Sita.

Friday, September 13, 2013

House of Raminten - Tempat Makan Wajib di Jogja

Banner berisi foto wanita setengah baya berdandan dengan pakaian Jawa lengkap dengan kebaya dan sanggulnya seolah mempersilahkan setiap tamu yang datang untuk menikmati warung makan miliknya.

Nuansa atmosfer Jawa pun sangat terasa bahkan ketika kita tiba di depan tempat makan ini. Alunan musik gending Jawa berpadu dengan bau dupa menjadi ciri khas tempat makan yang cukup nyentrik di tengah Kota Jogja.


House of Raminten, sebuah icon kuliner Kota Jogja yang menjadi tempat wajib bagi siapa saja yang ingin bersantap di Kota Pelajar. Selain keunikan suasana tempatnya, menu-menu di House of Raminten pun juga tak kalah unik.

Mengambil beberapa menu kaki lima seperti warung angkringan, kemudian disajikan di tempat layaknya restoran, namun dengan harga yang membuat kantong masih nyaman.

Wednesday, September 4, 2013

Menikmati Keheningan Between Two Gates di Kotagede

Pesona Kawasan Kotagede telah membuat saya jatuh cinta kepada tempat ini. Begitu banyak hal-hal unik yang saya temui di kawasan yang terletak sebelah tenggara Yogyakarta ini. Mulai dari makanan tradisionalnya, keramahan masyarakatnya, hingga deretan bangunan tua bernuansa Jawa yang seolah membuat saya tidak pernah bosan untuk mengunjungi tempat ini.


Sebuah gapura kecil di salah satu sudut perkampungan di Kotagede ini seolah menggelitik rasa penasaran saya. Dari balik gapura terlihat samar bangunan-bangunan tua bercorakkan arsitektur Jawa yang masih sangat terpelihara keberadaannya. Kaki saya pun melangkah memasuki pintu gapura yang lebih mirip dengan gerbang tersebut. Sebuah perkampungan dengan lingkungan yang cukup asri serta jalan setapak yang terata rapi seolah menyambut kedatangan saya siang itu setelah melangkahkan kaki melewati pintu gerbang itu.

Friday, August 23, 2013

Icip-Icip Masakan Rumahan ala Warung Bu Ageng

Ada kalanya saya merasa kangen dengan masakan tradisional Indonesia di tengah keberadaan warung makan yang menyajikan menu-menu western yang cukup gencar bermunculan di Yogyakarta akhir-akhir ini. Terletak di kawasan Tirtodipuran yang terkenal dengan cafe dan resto yang bernuansa western, terdapat sebuah warung makan yang menyajikan masakan khas Indonesia, khususnya masakan Jawa dan mix Kalimantan. Warung makan Bu Ageng milik budayawan Butet Kertaredjasa ini patut dijadikan rekomendasi tempat makan ketika sedang kangen dengan masakan rumahan.


Pemberian nama Bu Ageng sendiri terinspirasi oleh istri mas Butet Kertaredjasa, yaitu ibu Rulyani Isfihana. Konon nama Bu Ageng merupakan sapaan akrab dari cucu-cucu beliau. Sesuai dengan misinya, warung makan Bu Ageng ini memang ingin menonjolkan keaslian kelezatan masakan rumahan khas nusantara di tengah merebaknya tempat makan yang menyajikan menu makanan bernuansa western.

Thursday, August 22, 2013

Buah Mentega yang Semakin Langka

Bentuknya bulat pipih dengan warna merah sedikit kusam, melihat penampulannya sekilas mirip seperti buah apel, namum kulit buahnya memiliki bulu-bulu halus seperti beludru. Buah bisbul atau biasa disebut dengan buah mentega, merupakan salah satu buah yang tergolong cukup langka keberadaannya. Buah ini jarang ditemui di pasaran, maka tidak heran jika banyak orang yang tidak mengetahui keberadaan buah yang satu ini.


Semenjak masih kecil saya sudah dikenalkan dengan buah yang satu ini. Eyang saya di daerah Magetan memiliki pohon buah mentega ini. Setiap kali saya berkunjung ke rumah eyang, buah ini selalu menjadi incaran saya. Namun, beranjak memasuki bangku SMA hingga kuliah sekarang, saya jarang menemukan buah mentega ini. Kata paman saya sih karena anomali cuaca yang cukup ekstrim sekarang ini menjadikan pohon mentega menjadi jarang berbuah.

Tuesday, July 23, 2013

Mengelilingi Tempat-Tempat Bersejarah ala Surabaya Heritage Track

Tidak lengkap rasanya mengunjungi Museum House of Sampoerna tanpa mengikuti tour yang diselenggarakan oleh Surabaya Heritage Track. Surabaya Heritage Track merupakan fasilitas yang diberikan oleh House of Sampoerna secara gratis untuk berkeliling menikmati tempat-tempat bersejarah di Kota Surabaya menggunakan sebuah bus khusus. Siapa pun dapat menikmati tour ini secara gratis, dengan terlebih dahulu mendaftar di Tracker Information Center yang terletak di sebelah A Cafe di kompleks House of Sampoerna.


Beruntung sore itu saya dan Kak Anna dapat mengikuti tour yang diadakan oleh Surabaya Heritage Track. Pukul 14.35 kami bergegas untuk mendaftar di bagian Tracker Information Center untuk mengikuti tour pada pukul 15.00. Seorang pemandu yang cukup ramah menemani kita sepanjang perjalanan sambil menceritakan sejarah tempat-tempat yang kita lewati sepanjang tour. Pada saat weekend, tour yang diadakan termasuk ke dalam long trip dengan durasi waktu sekitar 1.5 sampai 2 jam perjalanan. Dari House of Sampoerna, bus melaju menyusuri bangunan penjara Kalisosok yang terkenal cukup menyeramkan. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1850 ini dahulu digunakan untuk tempat para tahanan sejak jaman penjajahan Belanda. Namun, sejak tahun 2001, penjara tersebut dikosongkan dan para tahanan dipindahkan ke Lapas Porong. Bangunan ini pun kosong dan hanya terlihat grafiti-grafiti yang menghiasi dinding pagar bangunan penjara ini.

Wednesday, July 17, 2013

Legomoro - Jajanan Berfilosofi dari Kotagede

Kotagede memang dikenal sebagai sentra kerajinan perak di Yogyakarta. Selain perak, tempat ini juga dikenal sebagai "kota tua"nya Jogja karena masih menyimpan banyak bangunan kuno yang memiliki corak khas arsitektur Jawa yang hingga kini masih terjaga keberadaannya. Tak hanya perak dan juga bangunan tuanya, Kotagede juga memiliki beberapa makanan tradisional yang hingga kini masih dapat kita temukan.


Tak hanya kipo yang rasanya manis gurih, Kotagede juga memiliki jajanan pasar yang bernama legomoro. Melihat komposisi bahannya, legomoro ini hampir serupa seperti lemper, namun memiliki ukuran yang lebih kecil. Bahan pembuatan legomoro terdiri dari campuran beras ketan, santan, dan cacahan daging. Beras ketan yang sudah dimasak dengan santan kemudian dibungkus dengan daun pisang dan diberi cacahan daging di bagian tengah adonan. Adonan tersebut kemudian dibungkus dengan daun pisang, dibentuk segi empat memanjang, dan diikat dengan tali bambu, lalu dikukus sampai matang. Di dalam penyajiannya, satu ikat tali bambu ini biasanya terdiri dari tiga atau empat buah legomoro.

Sunday, July 14, 2013

Museum House of Sampoerna Surabaya

Sebuah destinasi perjalanan, terkadang tak selamanya seperti apa yang telah kita rencanakan.


Hujan gerimis menyambut kedatangan saya di Terminal Bus Probolinggo. Satu jam perjalanan menuruni daerah Bromo menggunakan bison yang cukup sesak dengan penumpang. Saya berencana melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Malang, namun tawaran mengunjungi Museum House of Sampoerna pun merubah rute perjalanan saya, hingga akhirnya saya memilih untuk singgah ke Kota Surabaya.

Saturday, July 6, 2013

Bromo, Lukisan Pagi dari Sang Hyang Widhi

Lembabnya udara pagi yang berkumpul menjadi embun, berpadu dengan syahdunya desiran suara angin gunung yang menggema. Aktivitas di Bromo memang bisa dikatakan sedikit tidak biasa. Kehidupan dimulai ketika waktu menunjukkan pukul tiga pagi, di mana setiap orang mulai terlelap dalam tidur nyenyaknya. Di saat itulah justru kehidupan di Bromo mulai menggeliat, di mana orang-orang bersiap keluar menembus dinginnya udara gunung demi mengejar terbitnya matahari dari ufuk timur.


Menjelang pukul tiga pagi suasana homestay yang saya tinggali pun terdengar cukup riuh. Suara bapak-bapak mengetok-ngetok pintu kamar dibarengi seruan dengan suara yang cukup nyaring mencoba membangunkan setiap tamu yang sedang menikmati peraduan. Suara panggilan tersebut tidak saya hiraukan, walau sempat mengganggu ketenangan istirahat saya. Sengaja memang, kedatangan saya ke Bromo kali ini khusus untuk menikmati acara jazz gunung, bukan untuk memburu sunrise di penanjakan.

Friday, July 5, 2013

Solo Batik Carnival 2013 - Meriah, Namun Kurang Greget

Bulan Juni 2013 cukup banyak festival yang digelar di beberapa kota, bahkan dengan waktu penyelenggaraan yang hampir serentak. Tanggal 29 Juni kemarin terdapat dua buah event yang diadakan bersamaan di dua tempat yang berbeda, yaitu Solo Batik Carnival dan Dieng Culture Festival. Well, berhubung jarak Jogja dan Solo cukup dekat, kali ini saya memilih untuk menikmati sajian Solo Batik Carnival.


Solo Batik Carnival merupakan acara budaya yang diselenggarakan setiap tahun dan menjadi salah satu agenda wisata Kota Surakarta. Acara ini menampilkan kreativitas terutama di dalam bidang fashion. Mengambil lokasi menyusuri sepanjang Jalan Slamet Riyadi sebagai arena catwalk untuk memamerkan rancangan busana bernuansa batik yang terlihat wah. Solo Batik Carnival tahun 2013 mengambil tema "Memayu Hayuning Buwana", yang terdiri dari empat unsur utama yang ada di dalam bumi ini, meliputi air, api, tanah, dan udara. Hal ini tercermin dari warna-warni kostum yang dikenakan peserta pada saat pawai Solo Batik Carnival.

Wednesday, July 3, 2013

Merdunya Gunung ala Jazz Gunung 2013

Tak hanya keindahan alamnya saja yang mempesona, Bromo pun memiliki event musik tahunan yang menyajikan nuansa lain dari sebuah pagelaran musik.

Panggung musik terbuka dengan hiasan rentetan bambu sebagai latar belakangnya, dipadu dengan pemandangan perbukitan khas daerah pegunungan menyambut kedatangan para penonton yang ingin menikmati alunan musik jazz sore itu. Sinar matahari pun perlahan sirna diterjang kabut yang sesekali datang menyambut. Udara dingin yang menusuk kulit pun seolah tak menjadi penghalang bagi penikmat musik jazz untuk datang ke acara dengan suasana panggung terbuka. Semakin malam, kursi penonton di tribun pun semakin dipadati oleh para penikmat musik. Tua, muda, bahkan hingga anak-anak pun datang membaur demi menikmati alunan jazz bernuansa etnik yang dilantunkan oleh musisi ternama tanah air. 


Jazz Gunung, sebuah pagelaran musik jazz tahunan yang mengambil lokasi di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut dengan latar belakang keindahan perbukitan daerah pegunungan Bromo-Tengger-Semeru. Bayangkan betapa dinginnya lokasi tersebut, namun alunan musik jazz seolah menghangatkan suasana panggung di Java Banana Bromo sore hingga malam itu. Jazz Gunung tahun ini diadakan selama dua hari berturut-turut, mulai dari tanggal 21 - 22 Juni 2013. Gelaran musik Jazz Gunung tahun ini sudah menginjak tahun kelima penyelenggaraannya.

Friday, June 28, 2013

Jalan-Jalan ke Kampung Teletubbies

Jika Bromo terkenal dengan Bukit Teletubbiesnya yang sejuk, lain halnya dengan Yogyakarta yang memiliki sebuah perkampungan yang dikenal dengan Dusun Teletubbies. 


Ada sebuah perkampungan di pinggiran Jogja yang memiliki bangunan unik dan berbeda. Tidak seperti lazimnya rumah yang memiliki atap genteng dengan konstruksi batu bata, rumah di perkampungan ini memiliki bentuk setengah lingkaran dengan cat berwarna putih, sekilas mirip seperti rumah iglo milik penduduk Eskimo. Begitulah suasana rumah di Dusun Ngelepen, Desa Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta, sebuah dusun yang terletak di antara jalur Prambanan - Piyungan.

Wednesday, June 19, 2013

Kipo - Si "Ruas Jari" yang Manis Legit

Menikmati kuliner tradisional selalu memberikan kesan tersendiri bagi saya. Bukan hanya soal rasa, namun juga cerita untuk mendapatkannya. Perjalanan rasa kali ini membawa saya menelusuri kawasan Kotagede, salah satu sudut perkampungan di sebelah tenggara Kota Yogyakarta yang menyuguhkan keindahan bangunan-bangunan tua yang hingga kini masih terjaga.



Kotagede memang terkenal dengan kerajinan peraknya yang cukup melegenda. Konon, kerajinan perak di Kotagede merupakan kerajinan perak terbaik di Indonesia. Bagi penggemar wisata heritage, Kotagede bisa menjadi pilihan Anda menjelajah. Banyak bangunan-bangunan tua yang masih sangat terjaga di kawasan ini. Sering saya menyebut Kotagede sebagai sebuah mesin waktu, menuju pintu gerbang ke masa lalu.

Monday, June 17, 2013

Air Terjun Jurang Pulosari, Kini Mulai Diminati Wisatawan

Nikmatilah setiap jengkal perjalanan, jangan ragu untuk berbincang dengan penduduk sekitar.

Perjalanan menyambangi keindahan Curug Banyunibo memberikan saya sebuah pembelajaran, bahwa sejatinya sebuah perjalanan bukanlah tentang destinasi yang kita tuju, melainkan bagaimana kita bisa menikmati setiap proses di dalam melakukan sebuah perjalanan itu sendiri.


Usai menikmati keindahan alam di Curug Banyunibo, perjalanan saya lanjutkan menuju Jurang Pulosari, salah satu air terjun yang lokasinya tak jauh dari Curug Banyunibo ini. Perjalanan menuju Jurang Pulosari pun tak kalah menantang. Jalan setapak dengan cor blok dengan medan naik turun dan sedikit berkelok pun tetap setia menemani sepanjang perjalanan.


Tuesday, June 11, 2013

Curug Banyunibo - Wisata Air Andalan di Daerah Pajangan, Bantul

Bantul, sebuah wilayah yang terletak di sebelah selatan Yogyakarta memang terkenal dengan ragam pilihan wisatanya. Mulai dari wisata pantai di pesisir selatan, menikmati suasana pedesaan yang tenang, kuliner tradisionalnya yang memanjakan lidah, serta terkenal sebagai sentra penghasil barang-barang kerajinan yang beraneka rupa. Siang itu kendaraan saya arahkan menuju desa Krebet, sebuah desa kecil yang terletak di Kecamatan Pajangan, sebelah barat wilayah Bantul yang terkenal dengan kerajinan batik kayunya. 


Tujuan saya kali ini tidak untuk menikmati wisata batik kayu yang disajikan di Desa Krebet, melainkan mencari keberadaan sebuah curug yang berlokasi tidak jauh dari desa wisata ini. Curug Banyunibo, sebuah air terjun yang tergolong baru, yang kini mulai dikembangkan oleh warga setempat sebagai obyek wisata. Secara administratif Curug Banyunibo ini berada di Dusun Kabrokan Kulon, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Perjalanan menuju Curug Banyunibo memang cukup berliku. Mulai dari jalan aspal yang mulai tidak rata dengan medan naik turun, dilanjutkan dengan jalan setapak yang dikeraskan dengan cor blok menyusuri hutan dan deretan perkampungan. Namun, pemandangan perbukitan yang cukup rindang sedikit mengalihkan perhatian dari rasa lelah saat perjalanan. Lokasi curug ini sedikit "mblusuk" memang. Tapi tak perlu khawatir tersesat, karena petunjuk jalan sudah dipasang, walaupun berukuran cukup kecil. Jika ragu dan tidak ingin tersesat, jangan takut bertanya dengan penduduk setempat, dengan ramah mereka akan menjelaskan rute menuju Curug Banyunibo ini dengan jelas.

Tuesday, June 4, 2013

Pantai Sepanjang - Menikmati Suasana Pantai Kuta Lama ala Jogja

Garis pantai yang cukup panjang membentang dipadu dengan hamparan pasir putih sepanjang mata memandang. Ada pula jalan kecil dengan alur menyisiri garis pantai. Sekilas mirip dengan suasana sebuah pantai ternama di Pulau Dewata !


Awan mendung menyambut kedatangan saya di Pantai Sepanjang, salah satu deretan pantai di pesisir selatan Gunung Kidul, Yogyakarta. Sambil menunggu teman yang datang, saya pun dibuat penasaran oleh jalan setapak yang sudah beraspal kasar yang membentang di sepanjang tepi pantai. Di sepanjang jalan tersebut terlihat warung-warung sederhana milik warga yang menjajakan makanan, ada pula yang menjual pernak-pernik sederhana yang dapat Anda jadikan cinderamata. Suasana jalan yang mengingatkan saya pada suasana Pantai Kuta, pantai ternama di Pulau Dewata.

Tuesday, May 28, 2013

Pantai Pok Tunggal - Dulu Tenang, Kini Ramai Wisatawan

Awal keberadaan pantai ini sempat gencar dibicarakan di sosial media pada penghujung tahun 2012 yang lalu. Sebuah pantai yang masih sepi karena belum banyak orang yang mengetahui. Pantai Pok Tunggal,  sebuah pantai pasir putih khas pesisir selatan Gunung Kidul dengan ikon sebuah tanaman yang mirip seperti tanaman bonsai yang dibentuk sedemikian rupa namun berukuran cukup besar seperti layaknya pohon-pohon yang tumbuh normal.


Jalan menuju Pantai Pok Tunggal memang sedikit berliku dengan jalan setapak bebatuan yang belum dibangun secara permanen. Ah tidak, saya memilih untuk lewat jalur lain, yaitu dengan melalui jalur susur pantai. Kendaraan saya parkirkan di Pantai Pulang Syawal, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Pantai Goa Watu Lawang. Dari pantai tersebut saya lanjut berjalan kaki menyusuri tepian pantai, melewati bongkahan batu karang, hingga akhirnya menuju Pantai Pok Tunggal. Saya tidak menyarankan melewati jalur ini, hanya orang-orang yang sedikit "nekat" saja silahkan melalui jalur tersebut. Medan yang dilalui cukup menguras tenaga dan sedikit menguji mental, karena kita harus melewati jalur bebatuan karang yang cukup terjal dengan hempasan ombak laut selatan yang sesekali mengganas. Jalur ini cocok bagi Anda yang gemar akan sensasi berpetualang di alam bebas.

Thursday, May 23, 2013

Pulang Tanpa Kenangan

Menata kembali folder-folder foto yang berserakan, seolah menggugah kembali kenangan-kenangan masa silam yang terkadang terlupakan. Every pictures give us a story !

Ah, folder-folder itu mengingatkanku akan kegemaranku memainkan shutter kameraku. Walaupun sampai sekarang hasilnya pun masih tetap "sampah". Yah, "sampah" data yang bergiga-giga kapasitasnya. Aku mulai mengenang kembali masa-masa itu, di mana aku mulai menggemari mengutak-atik kamera untuk mendapatkan gambar yang aku inginkan. Datar, tanpa makna, dan memang "tidak dapat berbicara". Terkadang aku merasa sebagai seorang tukang foto yang hebat karena sanjungan dan pujian yang terlontar dari sosial media, di mana beberapa foto aku pasang di lini massa tersebut.Tak banyak, hanya beberapa yang memberikan komentarnya memang. Pujian yang sempat membuatku besar kepala dan menjadikan diriku seorang yang (sok) hebat dalam berkarya.

Folder-folder berserakan, yang seolah mengajakku mengingat kembali akan hobi jalan-jalan yang aku geluti, setelah mendapatkan kamera ini. Pikiranku seolah seperti digelitik, mengingat kembali apa esensi dari "jalan-jalan" yang aku jalani. Bukankah kita jalan-jalan untuk melepas penat? Bukan jalan-jalan yang menambah beban ketika kita selesai melakukan perjalanan tersebut. Beban yang saya maksud adalah beban untuk harus mendapatkan foto sebagus yang mampu kita hasilkan, beban ketika kita harus membuat sebuah catatan untuk menceritakan kisah perjalanan yang baru saja kita lakukan.

Berangkat pun sudah ada beban, pulang pun tanpa membawa sebuah kesan. Beban untuk mendapatkan foto yang layak untuk dipublikasikan, beban untuk mendapatkan informasi guna membuat ulasan dalam sebuah tulisan, dan beban untuk kapan segera menyelesaikan pekerjaan. Hambar, tak ada kenikmatan, tak ada perasaan penarasan, tidak ada rasa puas, dan pada akhirnya pulang tanoa memberikan kesan yang membekas ke dalam hati dan pikiran.

Apa esensi dari sebuah perjalanan? Untuk keluar sejenak dari rutinitas keseharian? Atau hanya sekedar ajang untuk pamer jika kita pernah berkunjung ke sebuah tempat yang menjadi impian setiap orang? Bukankah esensi dari sebuah perjalanan itu mengenai kualitas dari perjalanan tersebut? Bukan hanya kuantitas semata kan?

Jujur, aku mulai tidak menikmati setiap perjalanan-perjalanan yang aku lakukan akhir-akhir ini. Aku terlalu sibuk memikirkan bagimana caranya untuk mendapatkan foto-foto bagus (menurutku). Mencoba menangkap setiap kisah yang ingin aku dapat, sehingga lupa untuk menikmati perjalanan yang aku lakukan tersebut. Dan akhirnya perjalanan memang akan terasa hambar, tidak ada proses pembelajaran yang kita rasakan, yang ada hasilnya hanya foto yang bergiga-giga namun tak ada makna.

Perjalanan itu proses, nikmati proses yang ada, jangan memikirkan hasil akhir harus bagaimana, foto bagus anggap saja sebagai bonus ! Dengan menikmati proses kita akan lebih merasakan dan menghargai esensi dari perjalanan itu sendiri. Perjalanan untuk melegagan rohani yang sedang "haus". Nikmati proses, foto dengan momen bagus biasanya akan kita dapat ketika kita mulai menikmati proses yang kita jalankan.

Taman Sari, Maret 2013
Kraton Ratu Boko, Maret 2013
Tanjung Papuma, Jember, November 2012
Tak semua hal yang terlihat indah oleh mata, dapat divisualisasikan baik oleh lensa kamera ! Mungkin dia hanya dapat "dinikmati" langsung oleh mata saja !

Monday, May 20, 2013

Pantai Timang - Cerita Tentang Pemburu Lobster, Gondola Kayu, dan Pulau Karang

Menjelajahi pantai-pantai yang masih tersembunyi di antara deretan pesisir selatan Gunung Kidul memberikan cerita tersendiri di dalam sebuah kisah perjalanan yang kita lalui.

Menemukan pantai ini memang sedikit dibutuhkan kejelian dan perjuangan, karena minimnya petunjuk serta akses jalan yang belum terlalu baik untuk menuju ke sana. Pantai Timang, mungkin keberadaannya belum terlalu terkenal seperti pantai-pantai lain yang ada di deretan pesisir selatan Gunung Kidul. Pantai yang terkenal dengan lobster dan gondola kayu ini menyajikan petualangan tersendiri sembari menikmati keindahan lokasi.


Jika flash back sejenak, pertama kali saya mengenal keberadaan Pantai Timang dari sebuah acara televisi swasta nasional. Acara "Para Pemburu" yang ditayangkan oleh Trans TV setiap hari Minggu sore. Acara yang sempat tayang dari pertengahan tahun 2010 hingga awal Februari 2011 ini menyajikan sebuah tayangan tentang perjuangan sosok-sosok tangguh di dalam mencari nafkah demi menyambung hidup. Sebuah tayangan yang menggambarkan sebuah kesenjangan kehidupan. Sebuah gambaran betapa beratnya perjuangan untuk mendapatkan sesuatu, namun tidak sebanding antara risiko yang diambil dengan nilai rupiah yang mereka terima. Tayangan yang menyajikan realitas kehidupan sehari-hari yang mungkin saja jarang kita amati.

Monday, May 13, 2013

Nikmatnya Ayam Goreng Kampung ala Mbah Cemplung

Terkadang kita harus rela menjelajah hingga tempat-tempat yang sedikit terpencil demi terpenuhinya hasrat akan sebuah rasa. Terkadang kita juga harus rela, menempuh perjalanan yang cukup jauh demi terpenuhinya rasa penasaran akan sebuah cita rasa kuliner yang melegenda. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan ketika sedang tersasar mencari warung pecel Mbah Warno "Kutang", saya menemukan warung makan yang menyajikan menu ayam goreng yang cukup melegenda karena kelezatan sajian masakannya.


"Ayam Goreng Jawa Mbah Cemplung", begitu banner sederhana yang terpasang di pinggir jalan. Walaupun memiliki konsep warung makan rumahan dan terletak cukup mblusuk di wilayah pedesaan, namun jangan salah, tempat makan yang satu ini selalu ramai didatangi oleh para pengunjung yang rata-rata menggunakan kendaraan roda empat. Jika Anda datang di jam-jam padat pengunjung, bisa-bisa Anda harus waiting list  menunggu tempat duduk yang kosong, syukur-syukur tidak kehabisan menu ayam yang disajikan.

Thursday, May 9, 2013

Menyantap Pecel Ndeso Racikan Mbah Warno Kutang

Tidak lengkap rasanya bila sudah lama tinggal di Jogja tidak berburu kuliner khas yang cukup melegenda. Bahkan jika harus berburu kuliner khas hingga ke pelosok-pelosok daerah demi terpenuhinya hasrat akan sebuah cita rasa. Perjalanan rasa kali ini membawa saya menyusuri salah satu sudut perkampungan di kawasan Bantul. Berada di antara daerah sentra gerabah Kasongan menuju daerah Gunung Sempu yang terkenal dengan area pemakamannya, terdapat sebuah warung pecel legendaris milik Mbah Warno "Kutang".


Dibutuhkan sedikit kejelian untuk menemukan warung sederhana milik Mbah Warno "Kutang". Papan nama warung yang sangat kecil dan sudah usang cukup menyulitkan saya untuk menemukan warung tersebut. Tak adanya tanda-tanda keberadaan warung membuat saya harus mengitari jalan beberapa kali, kesasar ke beberapa lokasi, hingga akhirnya saya menemukan warung sederhana tersebut berkat bantuan "GPS manual" alias bertanya ke sana ke mari dengan orang-orang yang saya temui.

Wednesday, May 1, 2013

Orang Solo Menyebutnya "Omah Lowo"

Terletak di sebelah timur perempatan Purwosari atau tepatnya di sebelah timur rumah makan cepat saji Jackstar di kawasan Solo Center Point, terdapat sebuah bangunan tua yang termasuk ke dalam bangunan cagar budaya. Mungkin saja bangunan ini terkadang sedikit luput dari perhatian para pengguna jalan yang melintasi sepanjang Jalan Slamet Riyadi.


Dikelilingi oleh pagar besi yang cukup tinggi, bangunan ini dikenal dengan sebutan Omah Lowo atau rumah kelelawar. Dari segi arsitekturnya cukup unik, memiliki cukup banyak pilar sebagai penyangga bangunan. Wajar saja jika bangunan ini terkenal dengan sebutan omah lowo, karena bangunan ini menjadi hunian para kelelawar. Pada siang hari suara cicitan para kelelawar ini terdengar sangat riuh dan seolah saling bersautan satu dengan lainnya.

Tuesday, April 30, 2013

Benteng Vastenburg - Cagar Budaya di Atas Lahan Sengketa

Berbicara mengenai cagar budaya, pikiran kita pasti akan tertuju pada sebuah bengunan tua yang mempunyai nilai historis dan juga budaya. Mungkin, bagi sebagian besar orang kurang mengetahui keberadaan sebuah bangunan cagar budaya yang sangat menarik di Kota Solo ini. Bukan bangunan kraton, melainkan sebuah bangunan peninggalan jaman Kolonial Belanda yang berada di depan bangunan Kantor Pos Besar, bersebelahan dengan bangunan Bank Indonesia. Sebuah bangunan yang bernama Benteng Vastenburg yang didirikan pada tahun 1745 ini masih berdiri dengan kokoh dengan tembok-tembok tebal mengelilingi area kompleks bangunan.


Jika dilihat sekilas, bangunan gerbang Benteng Vastenburg ini hampir mirip dengan Benteng Vredeburg yang ada di Yogyakarta. Pembeda keduanya adalah Benteng Vredeburg di Jogja lebih terawat dan kini menjadi salah satu tujuan wisata yang cukup terkenal di kawasan Malioboro, sedangkan Benteng Vestenburg ini terkesan terbengkalai dan kurang terawat. Namun, kesan tidak terawat ini memunculkan kesan klasik pada bangunan.

Wednesday, April 24, 2013

Pura Mangkunegaran - Menikmati Bangunan dengan Perpaduan Nuansa Arsitektur Istana Jawa dan Eropa

Perjalanan menyusuri Kota Solo tidak hanya berisi agenda untuk memanjakan rasa dengan kuliner khasnya, pun demikian pula dengan wisata belanja yang terkenal dengan ragam batiknya yang murah. Julukan Solo sebagai Kota Budaya tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan Kraton sebagai tempat terciptanya sekaligus simbol eksistensi budaya Jawa yang hingga kini masih sangat kental dalam kehidupan keseharian masyarakat di kota ini.


Solo sendiri memiliki dua buah kraton, yaitu Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Saya pun tertarik untuk mengunjungi Pura Mangkunegaran terletak tidak jauh dari pasar barang antik Triwindu.  Bangunan ini didirikan oleh Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa pada tahun 1757 Masehi. Pura Mangkunegaran memiliki keunikan dari segi arsitekturnya. Eksterior bangunan menggunakan gaya bangunan Jawa dipadukan dengan nuansa Eropa pada bagian interior maupun ornamen-ornamen yang menghiasi beberapa sudut bangunan.

Monday, April 22, 2013

Es Kapal - Es Klasik dengan Cita Rasa Unik

Satu lagi sajian kaki lima pelepas dahaga yang tak boleh dilewatkan ketika kita berjalan-jalan di area Solo City Walk yang terletak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, jalan utama yang membelah pusat Kota Solo. "Es Kapal Tempoe Doeloe, Resep Leluhur Cita Rasa Khas Solo", begitulah kata-kata di spanduk yang terpasang di gerobak tempat es ini dijual. 


Lapak Es Kapal ini bersebelahan dengan lapak milik Es Potjong Solo. Walaupun bersebelahan, namun lapak milik Es Kapal ini memang terlihat tidak begitu ramai seperti lapak di sebelahnya. Berdasarkan rasa penasaran saya akan kuliner-kuliner jadul, saya pun mendatangi lapak sederhana tersebut dan memesan segelas es kapal.

Saturday, April 13, 2013

Sisi "Metropolis" di Sudut Kota Surakarta

Pembangunan di Kota Solo mungkin memang tidak sepesat pembangunan di kota-kota lainnya. Dari jaman saya masih kecil dulu hingga menginjak tingkat akhir di bangku perkuliahan sekarang, suasana Kota Solo hampir terlihat sama, tidak ada perubahan yang membuat orang merasa pangling (tidak mengenal lagi) dengan suasananya. Apalagi di kawasan Jalan Slamet Riyadi, yang dari dulu kala memang menjadi pusat perkantoran dan perbankan sehingga tidak ada perubahan yang terlalu signifikan. 


Friday, April 12, 2013

Sate Kere - Olahan Sate dengan Bahan Dasar Tempe

Sajian menu sate lazimnya menggunakan bahan dasar daging seperti daging ayam, kambing, maupun sapi, namun di Solo kita dapat menemukan sate dengan bahan dasar tempe. Sate dengan bahan dasar tempe ini dikenal dengan sebutan sate kere dan warung Sate Yu Rebi merupakan salah satu warung yang menyajikan sajian sate berbahan dasar tempe yang cukup legendaris di kota Solo ini.

Thursday, April 11, 2013

Es Potjong Solo - Manis, Legit, dan Menggigit

Mengunjungi Kota Solo memang tidak dapat dilepaskan dari agenda berbelanja batik murah sambil memanjakan lidah. Setiap kali berkunjung ke kota Solo, agenda yang paling tidak bisa saya tinggalkan adalah berburu kuliner khas. Hampir di setiap sudut kota ini kita dengan mudah menemukan berbagai kuliner yang enak dengan harga yang cukup terjangkau. Salah satu kuliner pelepas dahaga yang cukup menjadi hits di Kota Solo adalah sajian Es Potjong (baca : es pocong).


Thursday, April 4, 2013

Tersihir Kecantikan Museum Ullen Sentalu


Udara sejuk siap menyambut kedatangan kita di Museum Ullen Sentalu ini. Museum yang terletak di kawasan Kaliurang ini memiliki keunikan baik dari segi arsitektur bangunan maupun dari koleksi yang ada di dalamnya. Perpaduan konsep arsitektur gothic ala Eropa pada bangunannya, dipadukan dengan koleksi peninggalan dari Dinasti Mataram yang memiliki nuansa budaya Jawa yang kental pasti membuat decak kagum bagi siapa saja yang datang mengunjungi Museum Ullen Sentalu ini.


Memasuki pintu masuk museum, kita serasa diajak untuk merasakan salah satu scene adegan dalam film The Chronicles of Narnia, di mana kita akan merasakan adegan seolah-olah masuk ke dalam sebuah almari kayu, kemudian keluar di dalam sebuah hutan yang sangat lebat dan terasa cukup lembab.

Wednesday, April 3, 2013

Hargo Dumilah, Puncak Tertinggi Gunung Lawu

Gemuruh angin gunung yang terdengar samar sambil sesekali menghembuskan udara dingin khas daerah pegunungan seolah memaksa saya untuk tetap bermanja-manja mencari kehangatan di dalam balutan sleeping bag yang sudah saya tata. Pondokan sederhana milik Mbok Yem memang cukup nyaman untuk ditinggali untuk memulihkan tenaga sebelum melanjutkan pendakian hingga ke puncak Gunung Lawu. Suara kokokan ayam jantan akhirnya memaksa kami semua untuk meninggalkan kehangatan sleeping bag dan segera bersiap untuk memulai hari. Pagi itu masih sedikit gelap, tak kuasa gigi ini bergemelutuk menahan dinginnya hawa pegunungan yang menerpa badan ketika saya keluar dari dalam pondokan.


Semburat warna orange muncul dari ufuk timur menyambut saya ketika keluar dari gubug. Udara dingin yang menusuk di badan seolah tak begitu saya hiraukan ketika melihat indahnya sang surya yang muncul dari peraduannya.

Thursday, March 28, 2013

Hargo Dumilah - Perjalanan Menuju 3265 MDPL yang Penuh Hikmah (Part III)

Tanjakan demi tanjakan sepanjang jalan setapak pun kami lalui disertai dengan hujan gerimis dan jatuhnya senja yang setia menemani. Udara dingin yang menyelimuti seolah tidak terlalu kami hiraukan sama sekali. Hingga pada akhirnya senja pun berganti dengan gelapnya malam yang kini menemani. Kami putuskan untuk mendirikan tenda di pos kedua. Sembari mengistirahatkan badan untuk kemudian melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya. Hangatnya mie rebus, kopi hitam, dan beberapa cemilan seolah semakin melengkapi obrolan hangat dalam pendakian gunung kali ini. Hari pun semakin larut, kami pun mulai terlelap tidur di dalam tenda yang beralaskan sleeping bag yang kami bawa.


Kamis, 31 Januari 2013
Suara gemuruh dan bau belerang yang sedikit menyengat yang berasal dari aktivitas sumur vulkanik pegunungan pun membangunkan saya dari tidur singkat semalam. Udara pegunungan yang segar, suasana hening diselingi dengan kicuan burung liar seolah menyambut pagi saya ketika keluar dari dalam tenda. Sesekali terlihat buurung-burung liar yang berlarian melompat-lompat di atas rerumputan seolah-olah mengajak untuk berkenalan. Selesai mengisi perut dan merapikan tenda, kami pun kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalanan setapak untuk mencapai puncak.

Perjalanan menuju pos puncak kali ini memakan waktu seharian, dari pagi hingga sore menjelang. Maklum, sebagian dari kami merupakan pendaki pemula, dan waktu pendakian bukanlah target utama. Jalan yang semula cukup datar kemudian berganti dengan jalan setapak yang cukup terjal. Beberapa kali saya harus berhenti untuk mengatur nafas sebelum menaiki jalanan terjal tersebut. Di dalam setiap tempat peristirahatan, saya melihat pemandangan alam yang cantik dengan latar perbukitan yang menjulang. Awan-awan putih yang berjalan perlahan seolah berada di bawah kaki kita. Sayang, saya tak sempat mengabadikan karena terlalu sibuk mengatur nafas yang sedikit tersengal. Langkah demi langkah pun kami lalui hingga pada akhirnya tiba di pos ketiga. Di pos ini pun kami bertemu dengan rombongan pendaki dan tak lupa kami pun bertegur sapa, serasa seperti keluarga.

Selepas pos ketiga kami menemukan sebuah mata air yang sangat jernih. Kami pun berhenti untuk mengambil air yang sudah mulai habis untuk perbekalan selama perjalanan nanti. Jujur, perjalanan menuju pos keempat merupakan perjalanan yang paling berat menurut saya, apalagi jika sudah melalui daerah Pasar Setan, tempat yang konon ketika malam sering terdengar suara kegaduhan. Lokasi Pasar Setan ini berupa jalan setapak kecil yang penuh dengan bebatuan dengan tanjakan-tanjakan yang cukup curam serta diapit oleh jurang di salah satu sisinya. Cuaca di kawasan ini juga cukup labil, kadang cerah, namun tiba-tiba kabut tebal turun seketika. Untuk menghemat waktu beberapa teman saya memilih melewati jalur short cut dengan kemiringan yang cukup curam. Hal ini semakin menguras tenaga kami dalam perjalanan pendakian ini.



Rasa lelah dengan medan yang curam seolah hilang setelah kami melihat sebuah gubug sederhana, gubug yang dijadikan sebagai pos peristirahatan yang diberi nama pos keempat. Di sini kami merasa kegirangan karena menemukan sebuah padang rumput dengan tanah yang cukup lapang. Di bagian ini juga terdapat monumen peringatan pendaki yang menjadi korban dan meregang nyawa di Gunung Lawu ini. Satu hal yang saya petik dari tugu monumen tersebut, kita harus selalu waspada dan berhati-hati selama melakukan pendakian. Dari pos empat perjalanan pun kami lanjutkan menuju Hargo Dalem, sebuah warung makan sederhana sekaligus sebagai tempat peristirahatan para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi Gunung Lawu ini.


Tak terasa senja pun hampir tiba ketika kami tiba di Hargo Dalem. Sebuah gubug sederhana seolah menyambut kedatangan kami yang ingin segera merebahkan kaki. Ah, akhirnya kami juga di warung makan sederhana miliki Mbok Yem ini. Kami pun segera masuk ke dalam warung untuk meletakkan barang sambil memesan nasi pecel untuk memberi jatah makan perut kami yang semenjak tadi sudah tidak dapat diajak kompromi.

Saturday, March 16, 2013

Heritage Cafe - Hidangan Mewah dengan Harga Relatif Murah

Variasi menu dengan bahan dasar tempe, saya selalu teringat dengan Heritage Cafe !


Perjalanan menjelajahi kuliner unik saya kali ini kembali ingin mereview beberapa menu yang ada di Heritage Cafe. Dalam tulisan saya sebelumnya, saya mereview beberapa menu yang tergolong sebagai cemilan, bukan main course dari cafe ini. Heritage Cafe merupakan sebuah cafe mungil yang berada di Jalan Surokarsan 24, tepatnya di sebelah selatan Lembaga Permasyarakatan Wirogunan. Menempati sebuah rumah yang mungil dengan gaya bangunan tempo dulu, membuat Heritage Cafe ini memiliki atmosfer jadul yang elegan. Cafe ini memang tidak terlalu besar, meja dan kursi tamu ditata di bagian teras depan sehingga memberikan nuansa semi outdoor  yang menyenangkan. Jika Anda ingin suasana yang lebih privat, Anda dapat memilih ruangan yang berada di bagian dalam bangunan. 

Thursday, March 14, 2013

Hargo Dumilah - Perjalanan Menuju 3265 MDPL yang Penuh Hikmah (Part II)

Goncangan dari kendaraan yang melaju cukup kencang tiba-tiba saja membangunkan saya dari tidur singkat siang itu. Jalanan yang semula datar kini mulai naik-turun dengan kelokan-kelokan yang cukup tajam di beberapa sudut jalan. Sejuknya hawa lereng pegunungan kini sudah mulai terasa. Pemandangan sawah-sawah dengan kontur terasiring mulai terlihat di kanan-kiri jalan. Ah, akhirnya sudah memasuki kawasan lereng Gunung Lawu juga. Siang itu mata saya cukup tercengang dengan pemandangan anak sekolah yang naik angkot berdiri di bagian belakang. Badan mereka memeluk bagian kaca belakang mobil bak spyderman  yang merangkak di sebuah gedung yang tinggi. Miris juga melihat keadaan mereka yang harus berjuang sedemikian rupa untuk dapat pulang-pergi ke sekolah. Minimnya akses kendaraan umum memaksa mereka harus berjuang sedemikian rupa untuk dapat terangkut oleh angkot, entahlah, apakah mereka tidak terlalu memperdulikan nyawa mereka, yang penting segera sampai di rumah tercinta barangkali.

Pandangan mata saya kemudian disibukkan dengan pemandangan perbukitan yang cantik di sepanjang jalan. Tak berapa lama kemudian bus yang saya tumpangi pun memasuki terminal Tawangmangu. Terminal ini berada tepat di depan pasar Tawangmangu. Walaupun masih berupa pasar tradisional, namun pasar ini sudah mengalami revitalisasi sehingga nyaman untuk dikunjungi. Pasar ini terkenal dengan dagangan hasil bumi yang beraneka ragam dan juga masih sangat segar. Anda dapat berburu barang-barang hasil pertanian seperti sayur mayur, buah-buahan, aneka macam olahan keripik sebagai buah tangan. Saya jadi ingat, dulu setiap kali ke Tawangmangu bersama keluarga, oleh-oleh yang tak boleh terlewat ketika menyambangi pasar ini adalah pisang, jeruk Tawangmangu yang memiliki rasa kecut segar, ketela ungu, dan juga keripik ketela. Selain hasil bumi, pasar ini juga menyediakan kuliner dengan harga yang murah meriah, serta tempat yang cukup bersih.


Walau siang itu perut kami sudah kelabakan minta jatah, namun kami memilih untuk segera meneruskan perjalanan agar tidak terlalu sore tiba di pos awal pendakian. Turun dari bus, kami sudah ditawari oleh bapak-bapak sopir angkot yang mangkal di dekat pasar. Angkot di daerah Tawangmangu berupa Mitsubishi Colt karena memiliki bodi yang lumayan besar dan kekuatan mesin yang tahan untuk medan naik turun. Ah, Tawangmangu sekarang hawanya tidak sedingin dulu. Tujuan kami selanjutnya adalah pos pendakian di   Cemoro Kandang untuk titik awal pendakian. Siang itu lalu lintas cukup lengang, begitu pula dengan penumpang di angkot. Sepanjang jalan mata akan dimanjakan dengan pemandangan vila-vila yang bertebaran. Satu hal yang saya ingat selalu mengenai bangunan rumah di daerah Tawangmangu ini adalah atap rumah yang dibangun cukup pendek, hal ini berguna agar ruangan menjadi lebih hangat.

Wednesday, March 13, 2013

Hargo Dumilah - Perjalanan Menuju 3265 MDPL yang Penuh Hikmah (Part I)

Tak ada bayangan di benak sebelumnya jika pada akhirnya kaki ini pernah menyusuri jalan-jalan setapak yang terkadang datar, namun tak jarang pula memiliki kontur yang terjal. Berjalan kaki dengan beban yang dipanggul di pundak, melawan tipisnya udara yang ada, namun setiap perjalanan selalu memiliki beragam makna.

Entah ada angin apa tiba-tiba saja saya meng-iya-kan ajakan teman saya untuk melakukan ekspedisi pendakian ke Gunung Lawu. Jujur saya tidak punya pegalaman sebelumnya untuk melakukan sebuah pendakian. Mungkin hanya sedikit pengalaman mendaki Gunung Api Purba NglanggeranGunung Bromo, dan terakhir adalah Bukit Sikunir ketika saya sedang melakukan KKN di kawasan Dieng. Lokasi-lokasi tersebut boleh dikatakan trek pendakian gunung "bukan sebenarnya", karena medan yang ditempuh masih tergolong mudah. Perburuan sunrise di Bukit Sikunir inilah yang seolah menimbulkan rasa "ketagihan" untuk kembali menikmati suasana pagi dari atas pegunungan. Tanpa ada sebuah persiapan fisik sebelumnya, hanya membawa bekal seadanya, mengandalkan pengalaman dari dua orang yang pernah melakukan pendakian sebelumnya, dengan bermodalkan nekat dan tekat, akhirnya enam anak manusia berkelana memulai perjalanan untuk melakukan pendakian menuju puncak Gunung Lawu.

Thursday, March 7, 2013

Soto Djiancuk - Kenikmatan di Balik Kata Umpatan

Mendengar kata "djiancuk" atau biasa diucapkan dengan sebutan "jancuk" mengingatkan kita pada sebuah kata umpatan khas daerah Jawa Timuran yang memiliki makna yang kasar. Namun apa jadinya jika kata "djiancuk" dijadikan sebagai salah satu branding tempat makan? Tentu saja pemberian embel-embel "djiancuk" ini akan menciptakan rasa penasaran bagi siapa saja yang mendengarnya. Ya, di salah satu sudut Kota Yogyakarta terdapat sebuah warung soto yang bernamakan "Soto Djiancuk". 



Warung Soto Djiancuk ini terletak di daerah Sonopakis, sebelah barat Universitas PGRI Yogyakarta.

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com