Thursday, December 25, 2014

Menengok Proses Pembuatan Manisan Carica Khas Dieng

Singgah ke sebuah tempat rasanya tidak lengkap jika tidak membawa oleh-oleh khas daerah setempat. Jika Anda sedang mampir di daerah Wonosobo, maka manisan carica adalah pilihan tepat sebagai buah tangan untuk keluarga dan kerabat.

Satu pertanyaan yang sering saya lontarkan ketika saya sedang berkunjung ke suatu tempat yaitu adakah kuliner khas dari daerah setempat? Pertanyaan tentang makanan menurut saya menjadi salah satu entry point yang paling mudah untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru saja kita kenal dalam perjalanan.


Berbicara tentang Wonosobo, daerah ini memiliki beberapa makanan khas yang wajib Anda coba ketika bertandang di kota ini. Dari beberapa makanan khas, manisan carica menjadi salah satu sajian yang diburu oleh wisatawan oleh-oleh khas. Rasanya yang manis serta aromanya yang khas menjadikan sajian ini menjadi primadona oleh-oleh daerah Wonosobo.

Wednesday, December 17, 2014

[Photo] Keseruan #FamTripJateng 2014

Bagaimana jika sekitar 20 orang travel blogger dikumpulkan menjadi satu untuk trip bareng? Rame, kocak, seru !

Tanggal 4 dan 5 Desember kemarin, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Tengah mengundang sekitar 20 orang travel blogger untuk melakukan perjalanan bersama, mengenalkan potensi pariwisata Jawa Tengah yang ternyata sangat beragam. Trip kali ini diadakan di daerah Wonosobo dan Banjarnegara untuk memperkenalkan potensi pariwisata yang ada di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Bagaimana keseruan trip kali ini? Here's some candid moment from my camera !

Groufie atau selfie atau apalah namanya, yang namanya foto bareng travel partner di lokasi wisata itu wajib yak buat dokumentasi dan di share di social media hihihi ~

lokasi : Bukit Sidengkeng, Dieng
jika cuaca cerah maka Anda dapat menyaksikan pemandangan Telaga Warna, Telaga Pengilon dengan latar belakang Gunung Sindoro, sayang kemarin lagi mendung dan turun kabut ~


hmmmm, aku penasaran nih dengan hasil groufienya, ngintip ah #eh ~

lokasi : Bukit Sidengkeng, Dieng
dibutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk mencapai puncak Bukit Sidengkeng ini, jalannya nanjak-nanjak cantik, awas kepleset, jalan setapaknya licin kak habis terguyur hujan ~


groufie dulu pakai "seragam" baru sebelum berlari ke hutan, kemudian belok ke Tambi ~

lokasi : Pendopo Agrowisata Teh Tambi

mumpung di kebun teh, main agedan film India-Indiaan yuk kak ~

lokasi : Kebun Teh Tambi

mas, jangan serius-serius ya motretnya, aku jadi canggung mengeluarkan ekspresinya ntar ~

lokasi : Kebun Teh Tambi

Demikian secuil keseruan dari #FamTripJateng 2014 yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah dalam acara Familiarization Tour Blogger di Wonosobo dan Banjarnegara. Kapan-kapan boleh lho mengundang kita untuk piknik bareng lagi #uhuk

Cek cerita #FamTripJateng dari blogger yang lain yuk !
Alid Abdul - Bermain Sambil Belajar di Perkebunan Teh Tambi
Ari Murdiyanto - Pondok Wisata Tambi, Tempat Bermalam di Tengah Kebun Teh 
Dzofar - Wisata Jawa Tengah : Keajaiban Rambut Gimbal di Dieng
Fahmi Anhar - Kumpul Travel Bloggers di Wonosobo
Halim Santoso - Perjalanan Manis Buah Carica
Idah Ceris - Bonus Plus-Plus Dari Bukit Sidengkeng
Indri Juwono - Janji Kelak Menuju Dieng
Krisna KS - Carica?? Ya Dieng !!
Oryza - Kisah Kyai Kolodete dan Rambut Gimbal di Kalangan Masyarakat Dieng
Putri Normalita - Visit Jateng : Anak Gimbal dan "Warna" di Telaga Warna
Rijal Fahmi - Kisah Perjalanan Teh Tambi
Rinta Dita - Mencari Hangat dalam Semangkok Mie Ongklok
Wihikan Wijna - Mengenal Jawa Tengah Bareng Travel Blogger
Yofangga Rayson - Ayo Piknik, Jangan Kaya Orang Susah
Yusmei - Rambul Gembel, Antara Rezeki dan Cobaan
Firsta - From Plant To Pot : Tambi Tea Plantation

Selamat membaca :)

Monday, December 15, 2014

Menikmati Suasana Pagi di Pantai Bama, Situbondo

Minimnya pasokan listrik dan tidak adanya sinyal provider selular terkadang membuat kita uring-uringan. Namun, pemandangan alam yang ditawarkan serta ketenangan yang kita dapatkan, membuat kita lupa dengan minimnya fasilitas yang ada.

Keheningan suasana di sekitar Pantai Bama pagi itu tiba-tiba saja pecah oleh suara kawanan monyet ekor panjang yang berlarian menuju pantai yang sedang surut. Saya tak tau pasti berapa banyak jumlahnya, mungkin puluhan, atau bahkan ratusan ekor yang tiba-tiba saja berhamburan dari dalam hutan. Saya sedang duduk di tepi pantai menanti matahari terbit pun mendadak panik, kemudian berlari menuju ke dalam cottage lalu mengunci pintu. Padahal pagi itu masih cukup gelap, masih sekitar pukul empat. Dari balik kaca jendela saya mencoba mengamati perilaku macaca di pagi buta.


Ada perilaku unik dari kawanan monyet ekor panjang ini di kala pagi di Pantai Bama. Mereka berlarian menuju pantai Bama yang sedang surut untuk mencari makan. Mereka mencari kepiting kecil, udang atau ikan-ikan kecil yang bersembunyi di celah-celah batu karang dengan cara memancing menggunakan ekor mereka. Ada pula beberapa macaca yang terlihat memakan rumput laut segar. Saya yang dari tadi panik pun kembali tenang. Kawanan macaca ini tidak tertarik dengan pengunjung yang datang, melainkan hanya mencari makan di pantai yang sedang surut. Padahal jika hari sudah menjelang siang, biasanya kawanan macaca ini cukup agresif kepada pengunjung yang datang di Pantai Bama, terlebih kepada pengunjung yang datang membawa makanan pasti akan menjadi incaran mereka.

Sunday, December 14, 2014

Agrowisata Kebun Teh Tambi

Menikmati secangkir teh hangat di pagi hari menjadi "ritual" wajib bagi sebagian orang sebelum memulai hari. Tapi apakah pernah terpikir, bagaimana proses pembuatan teh, mulai dari pemetikan hingga tersaji menjadi secangkir minuman hangat yang nikmat?



Kabut tipis perlahan datang menyambut kami yang sedang asyik menikmati sarapan pagi di area gazebo Agrowisata Tambi. Pagi ini kami diajak menikmati wisata tea plantation di area perkebunan teh Tambi. Usai menikmati sarapan, kami pun mengikuti instruksi seorang pemandu lokal untuk berjalan menuju hamparan perkebunan teh di terletak belakang bangunan.

Tuesday, November 25, 2014

(Terpaksa) Safari Malam di Baluran

Ini kali kedua saya mengunjungi Taman Nasional Baluran di tahun yang sama. Perjalanan pertama saya memang memberikan banyak kesan, namun masih menyisakan rasa penasaran akan suasana little Africa yang menjadi primadona. Kunjungan pertama saya di bulan Mei belum terlalu memberikan nuansa "Afrika" karena rerumputan dan pepohonan masih nampak cukup hijau. Kata Pak Iman, tukang ojek yang kami sewa jasanya waktu itu bercerita jika ingin mencicipi suasana gersang ala Afrika, datanglah pada musim kemarau yang jatuh sekitar bulan Oktober sampai November, di mana Baluran sedang kering-keringnya !

Negosiasi di Pintu Kedatangan
Kami tiba di Baluran jelang tengah malam. Kali ini saya merasa penjagaan di pintu gerbang cukup ketat dari kedatangan pertama saya. Kami pun bertanya mengenai kondisi di Baluran sekarang, apakah bisa dikunjungi oleh wisatawan, mengingat ada berita yang menyebutkan bahwa beberapa Taman Nasional di Indonesia mengalami kebakaran karena musim kemarau yang panjang sehingga akses untuk menuju ke sana ditutup bagi wisatawan. Dari informasi petugas pula saya tahu jika fasilitas penginapan di dalam Taman Nasional Baluran sudah dibuka kembali bagi wisatawan. Namun, bagi wisatawan yang ingin menginap di dalam Taman Nasional diwajibkan untuk melakukan reservasi sebelumnya dan memberikan kabar jam kedatangan mereka. Jam masuk pengunjung menuju ke dalam Taman Nasional Baluran paling sore adalah pukul empat. Lebih dari jam yang ditentukan masih bisa diperbolehkan masuk ke dalam, dengan catatan pengunjung harus memberikan kabar kira-kira jam kedatangan mereka di gerbang Taman Nasional Baluran pukul berapa agar dapat dikoordinasikan dengan petugas yang berjaga di dalam Taman Nasional, serta tak lupa wajib melakukan reservasi penginapan jauh-jauh hari sebelumnya.

Thursday, November 20, 2014

Sunset Ketapang-Gilimanuk

Terkadang, hanya butuh sebuah spontanitas dalam sebuah perjalanan, tak usah banyak rencana, asal jalan saja !

Sejak di dalam kereta menuju Banyuwangi, saya dan teman seperjalanan mulai sibuk mencari infomasi mengenai kuliner khas lokasi yang akan kami kunjungi. Kami tertarik untuk mencoba beberapa kuliner khas Kota Banyuwangi sebelum melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Baluran yang menjadi tujuan utama kami. Namun, mengingat lokasi yang belum pasti, membuat kami mencoba kembali mencari alternatif kuliner khas yang tak jauh dari stasiun kedatangan kami nanti. Setelah bertanya ke sana kemari, kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju pulau seberang, dengan pertimbangan waktu tempuh dan lokasi yang sudah pasti untuk kami kunjungi, tanpa harus repot untuk mencari.


Jarak antara Pelabuhan Ketapang dengan Stasiun Banyuwangibaru ternyata tak seberapa jauh. Cukup berjalan kaki kurang lebih tujuh menit, kami pun tiba di pelabuhan. Sore itu pelabuhan nampak cukup lengang dari lalu-lalang kendaraan maupun penumpang. Kami pun bergegas mencari kapal yang siap berangkat menuju pulau seberang. Tak lama setelah kami naik ke atas kapal, perlahan namun pasti, kapal mulai berlayar meninggalkan dermaga. Sempat terbersit rasa panik dalam benak saya, mengingat kejadian beberapa tahun silam dalam penyeberangan dari Ketapang menuju Gilimanuk. Saya hampir saja mabuk laut, karena terlalu asyik mengamati matahari terbit dari atas kapal. Angin laut berhembus lumayan kencang membuat saya masuk angin, kemudian kepala pening dan akhirnya rasa mual pun muncul selama penyeberangan. Walaupun isi perut sampa keluar, namun membuat badan menjadi tidak nyaman.

Wednesday, November 12, 2014

Ayam Betutu Ibu Lina, Gilimanuk

Aromanya sedikit menghentak indra penciuman. Tampilannya pun membuat begidik karena potongan cabai beserta isinya yang terlihat "berserakan" memenuhi seluruh bagian ayam. Belum lagi dengan kuah sedikit pekat seolah siap membakar lidah ketika menelannya. Benar saja, dari tampilannya pun dapat ditebak bagaimana cita rasa dari ayam betutu khas Gilimanuk ini. Cita rasa pedas langsung "nampol" di mulut dan lidah saat gigitan pertama, ditambah dengan rasa gurih khas bumbu rempah pun terasa kuat terasa di indera pengecap. Perpaduan rasa yang pas, pedas dan gurih beradu "cantik" dalam indera pengecap sehingga membuat kita tidak ingin berhenti menikmati sajian ayam betutu ini hingga tandas.


Ayam betutu merupakan salah satu sajian khas dari Pulau Dewata. Pada jaman dahulu, ayam betutu hanya disajikan dalam upacara keagamaan maupun upacara adat saja. Tapi sekarang, ayam betutu pun sudah banyak dijajakan di mana saja. Salah satu warung ayam betutu yang cukup terkenal di Pulau Dewata adalah Warung Ayam Betutu Bu Lina yang tak jauh dari pelabuhan penyeberangan Gilimanuk yang menghubungkan antara Pulau Bali dengan Pulau Jawa. Tampilan warung ini sekilas tampak sederhana, namun pembeli yang datang silih bergantian seolah tak pernah ada hentinya.

Tuesday, October 21, 2014

Candi Abang - The Imaginative Temple

Di daerah Yogyakarta dan sekitaran Jawa Tengah banyak ditemukan bangunan-bangunan candi yang hingga kini masih bisa nikmati keberadaannya. Peradaban Hindu-Budha mulai dari Dinasti Sanjaya hingga Dinasti Syailendra tumbuh subur di kawasan ini, maka tak heran jika beberapa peninggalan mereka masih bisa kita nikmati hingga sekarang. Hari Sabtu kemarin (18/10) saya diajak oleh kawan untuk jalan-jalan menuju kawasan Candi Abang. Bagi saya, candi ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan candi-candi kecil lain yang pernah saya kunjungi sebelumnya.


Matahari pagi ini cukup terik, laju motor pun saya arahkan menuju kawasan Berbah yang tak jauh dari daerah Prambanan. Udara panas dan berdebu khas musim kemarau menyambut perjalanan kami pagi ini sepanjang menyusuri kawasan Berbah. Beberapa pepohonan nampak meranggas, namun terlihat kontras dengan tanaman palawija nampak cukup subur tumbuh di ladang-ladang yang dikelola oleh penduduk sekitar. Tibalah kami di sebuah bukit, dengan jalan aspal baru berkontur menanjak menuju sebuah perkampungan yang tak jauh dari lokasi di mana Candi Abang berada. Kami pun berhenti di salah satu rumah penduduk, kemudian meminta izin untuk menitipkan motor kami.

Thursday, August 21, 2014

Embung Nglanggeran - Wisata Telaga di Puncak Bukit

Satu lagi lokasi wisata di Jogja yang cukup diminati pengunjung berkat publikasi yang cukup massive di sosial media. Postingan foto-foto keindahan telaga buatan ini cukup sering berlalu-lalang di timeline sekitar awal tahun 2013. Telaga unik yang berada di atas bukit dengan pemandangan cantik, seolah menggoda siapapun untuk berkunjung menikmati suasana alam yang ditawarkan. Embung Nglanggeran, salah satu wisata alam yang menyuguhkan telaga buatan di atas perbukitan dengan pemandangan alam yang menenangkan.


Embung buatan ini berlokasi tak jauh dari Gunung Api Purba Nglanggeran yang terkenal dengan ekowisata geoparknya. Pembangunan telaga buatan ini memang bertujuan untuk menampung air, baik yang berasal dari air hujan maupun sumber mata air dari Gunung Nglanggeran. Tampungan air di dalam embung tersebut akan digunakan untuk mengairi lahan di sekitar telaga yang rencananya akan digunakan sebagai kebun buah. Hingga sekarang pun pembangunan kebun buah Nglanggeran ini masih terus digarap. Semoga saja beberapa tahun ke depan, pemandangan perbukitan yang sedikit gersang akan segera menghijau dengan adanya pepohonan yang tumbuh rimbun, ditambah dengan atraksi wisata petik buah yang akan semakin menarik minat wisatawan berkunjung kemari.

Wednesday, August 6, 2014

Gudeg Pawon - Sensasi Antri Menikmati Gudeg Langsung dari Dapur

Ada dua motif yang melatarbelakangi orang mampir ke warung makan untuk menikmati kuliner malam. Ada yang mampir karena perut mereka keroncongan dan meminta kembali jatah makan walaupun sudah melahap makan malam. Namun lebih banyak orang yang menikmati sajian kuliner yang buka mendekati tengah malam karena motif penasaran dengan cita rasa masakan yang disajikan.


Jalanan mulai terasa lengang ketika laju motor melintasi ruas Jalan Kusumanegara, namun suasana berubah seketika ketika mulai memasuki sebuah gang di Jalan Janturan, sebuah kehebohan pun mulai terasa. Dari kejauhan tampak deretan motor yang parkir berjajar di pinggir jalan, belum lagi antrian mobil yang terlihat kebingungan mencari lokasi parkir di antara ruas bahu jalan yang luasnya tak seberapa. Terlihat sebuah papan kecil bertuliskan "Gudeg Pawon, Selera Nusantara Buka Jam 22.00 WIB" sebagai penanda warung gudeg legendaris ini. Aktivitas peracik minuman dengan sigap melayani pesanan pelanggan pun terlihat di bagian depan rumah. Nah untuk menikmati sajian gudeg, kita harus antri untuk menuju pawon atau dapur yang terletak di belakang rumah.

Thursday, July 3, 2014

Lawang Sewu yang Tidak Lagi Terkesan Mistik

Hari pun beranjak sore ketika bus Trans Semarang yang saya tumpangi memasuki kawasan Jalan Pemuda yang terkenal dengan area perkantoran dan perdagangan di pusat Kota Atlas. Saya pun turun di salah satu halte tak jauh dari SMA N 3 Semarang, kemudian lanjut berjalan kaki menuju bangunan Lawang Sewu yang menjadi salah satu ikon Kota Lunpia ini. Hujan rintik perlahan turun menemani langkah kaki menyusuri sepanjang trotoar yang sangat nyaman bagi pejalan kaki. 


Bangunan Lawang Sewu merupakan salah satu gedung peninggalan Belanda yang kini menjadi cagar budaya dan dimanfaatkan sebagai salah satu tujuan wisata. Bangunan yang dahulu digunakan sebagai kantor Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu Perusahaan Kereta Api Swasta milik Belanda pada masa kolonial. Setelah penjajahan Belanda, gedung ini sempat digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh tentara Jepang, lokasi Pertempuran 5 Hari di Semarang antara pemuda AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) melawan tentara Kempetai dan Kidobutai di bawah komando Jepang, serta pernah juga digunakan untuk kantor pemerintahan pasca kemerdekaan. Saat ini pengelolaan bangunan Lawang Sewu di bawah naungan PT Kereta Api Indonesia.

Saturday, June 28, 2014

Jadi Penulis Perjalanan Itu . . . .

Asyik ya hidupmu diisi dengan jalan-jalan terus !

Ungkapan di atas sering saya dengar terlontar dari komentar teman-teman dekat saya menanggapi hobi saya yang suka melakukan perjalanan. Saya sih hanya bisa nyengir ketika menjawab komentar mereka, toh apa yang mereka lihat dari luar kan hanya bagian manis-manisnya saja, mereka tidak tahu bagian sepat dan pahitnya. Menjadi penulis perjalanan memang mau tidak mau menuntut kita memiliki skill yang beragam. Apa saja sih kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang jika dia ingin bergelut sebagai penulis perjalanan?

Modal Dasar ! Harus Bisa Nulis
Namanya juga penulis, modal utamanya ya harus bisa nulis dong ! Kemampuan menulis rasanya mutlak harus dimiliki oleh seseorang jika dia ingin terjun di dalam profesi sebagai penulis perjalanan. Menurut saya, kemampuan menulis itu bisa dimiliki oleh siapa saja. Menulis itu tidak dibutuhkan bakat khusus, toh semua orang diberi anugerah oleh Tuhan untuk bisa menulis kan? Menulis itu merupakan hal yang sangat sederhana, cukup mudah seperti ketika kita berbicara. Semenjak kita duduk dari bangku sekolah dasar kan sudah diajari pelajaran mengarang bukan? Saya paling ingat dulu sering menuliskan tentang pengalaman liburan di kampung tempat kakek dan nenek saya tinggal ketika ada pelajaran mengarang.

Friday, June 6, 2014

Bertemu Kawanan Hewan Liar di Baluran

Bertemu hewan liar di alam lepas tentu saja menjadi sebuah pengalaman tersendiri yang cukup menyenangkan. Biasanya kebun binatang menjadi alternatif tempat untuk melihat berbagai jenis satwa, namun mereka semua berada di dalam kandang, bukan di alam bebas yang luas. Berbeda dengan Taman Nasional Baluran yang menawarkan pengalaman melihat kawanan hewan liar hidup bebas di alam lepas.


Usai menikmati Pantai Bama, Pak Sukir, tukang ojek yang kami sewa memberi tahu bahwa beliau melihat kawanan rusa yang sedang beristirahat di semak-semak tak jauh dari Pantai Bama ini. Tanpa berpikir panjang saya pun meminta beliau untuk menemani kami menuju ke lokasi. Benar saja, di balik semak-semak terdapat puluhan rusa yang sedang beristirahat, sebagian besar merupakan rusa kecil yang masih anak-anak. Rasanya gemas ingin melihat rusa-rusa tersebut dari dekat, namun Pak Sukir menyarankan agar kami tetap menjaga jarak agar rusa-rusa tersebut tidak kabur ke dalam hutan sehingga kami tidak bisa mengamati mereka.

Monday, June 2, 2014

Pantai Bama - Melepas Lelah Usai Menjelajah Padang Savanna

Jalan setapak berdebu dan berbatu membentang sepanjang kurang lebih tiga kilometer membelah padang savanna. Udara yang panas nan kering tetap setia menjadi teman perjalanan selama berkelana. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana orang-orang yang nekat untuk memutuskan jalan kaki dari savanna Bekol menuju Pantai Bama. Panas, kering, berdebu, namun pemandangan selama perjalanan memang bisa menjadi obat lelah yang mujarab. Sebuah goresan kuas Sang Hyang Widhi yang maha sempurna, komposisi dari pemandangan savanna, pepohonan yang beraneka rupa, dengan Gunung Baluran sebagai latar belakangnya.


Laju motor kembali saya hentikan ketika memasuki hutan menjelang gerbang masuk Pantai Bama. Saya melihat deretan pohon yang menjulang tinggi bak salah satu scene film Avatar. Tumbuhan sejenis pohon lontar ini memberikan pemandangan cantik dengan latar belakang langit biru yang bersih. Beberapa pohon nampak sudah tidak memiliki daun, hanya terlihat butiran biji-biji dengan jumlah yang cukup banyak di bagian dahan. Menurut Pak Sukir, tukang ojek yang mengantar kami, pohon sejenis lontar inilah yang mendapat julukan "mati satu tumbuh seribu". Jika pohon induk mati, maka akan muncul banyak tunas baru yang berasal dari biji-biji pohon yang jatuh ke tanah. Usai menikmati pemandangan pohon "mati tumbuh seribu" ini pun perjalanan kami lanjutkan menuju Pantai Bama yang memiliki deburan ombak yang cukup tenang.

Wednesday, May 28, 2014

Gunung Prau - Menanti Mentari di Antara Kepungan Puncak Gunung

Gerimis pun mengiringi perjalanan kami sepanjang Kota Wonosobo menuju daerah Dieng. Dingin yang menerpa badan seolah tidak kami hiraukan, berharap laju motor yang kami pacu segera tiba di pos Patak Banteng, lokasi awal para pendaki sebelum memulai pendakian menuju Gunung Prau. Jalan yang berkelok dengan kontur naik turun, penerangan yang minim, serta jalanan yang licin karena diguyur hujan memerlukan kewaspadaan ekstra untuk berkendara. Belum lagi rasa sakit di muka karena hujaman air hujan yang menerpa.


Sepinya perkampungan di Dieng serasa bertolak belakang dengan kondisi basecamp Patak Banteng. Di bangunan yang dahulunya sebuah gudang yang kini disulap menjadi basecamp ini sudah berkumpul puluhan pendaki dari berbagai daerah. Hujan yang semakin deras mengguyur membuat kami harap-harap cemas, apakah tengah malam nanti bisa melakukan pendakian, atau malah dibatalkan mengingat jalur pendakian yang kami lalui akan ditutup jika hujan masih saja mengguyur dengan deras.

Sunday, May 18, 2014

Taman Nasional Baluran - Secuil "Afrika" di Tanah Jawa

Image pariwisata Jawa Timur memang tidak bisa dilepaskan oleh pesona Gunung Bromo yang sudah mendunia. Baik pelancong lokal maupun internasional seolah dibuat penasaran dengan pesona matahari terbit serta keindahan pemandangan pegunungan yang ditawarkan.

Jika ditelisik lebih dalam, tak hanya Bromo saja yang memiliki pesona keindahan alam yang mempesona, beberapa Taman Nasional di Jawa Timur pun memiliki pemandangan yang tak kalah elok juga. Salah satunya adalah Taman Nasional Baluran di Situbondo yang menawarkan secuil suasana Afrika di tanah Jawa.




Sepiring nasi campur dan es teh manis pun menjadi pengisi tenaga sebelum memulai penjelajahan di Taman Nasional Baluran pagi ini. Tak lupa kami memesan sebungkus nasi beserta lauk sebagai bekal makan siang selama menjelajahi Taman Nasional nanti.

Sedikit repot memang, namun tidak lucu saja rasanya jika nanti kelaparan di tengah penjelajahan. Belum lagi informasi dari pemilik homestay yang mengatakan bahwa warung makan di Pantai Bama sedang tutup karena menunggu perpanjangan izin dari pusat yang entah kapan akan datang. Keputusan yang tepat jika kami memilih untuk menyiapkan perbekalan guna berjaga-jaga.

Tuesday, May 13, 2014

Perjalanan dari Jogja Menuju Taman Nasional Baluran

Jika Anda mempunyai mimpi mengunjungi padang sabana di Afrika, tak ada salahnya mencicipi suasana Little Africa yang ada di negeri Indonesia tercinta. Tak salah memang jika Taman Nasional Baluran yang berada di Kabupaten Situbondo memiliki julukan sebagai little Africa atau Africa van Java karena suasana taman nasional tersebut memiliki kesamaan suasana alam seperti di Afrika sana.


Pada perjalanan kali ini saya berkesempatan mengunjungi Taman Nasional Baluran yang berada di ujung timur Pulau Jawa. Perjalanan menuju Taman Nasional Baluran memang memakan waktu yang cukup panjang namun sebanding dengan pengalaman berada di tengah-tengah alam liar yang ditawarkan. Pemandangan hamparan sabana yang luas dengan latar belakang pegunungan seolah menjadi pelepas lelah setelah menempuh perjalanan darat yang memakan waktu seharian. Belum lagi vegetasi hutan yang masih cukup rapat dengan pemandangan kawanan satwa liar berkeliaran di padang rumput untuk mencari makan menjadi pelepas lelah di sore hari. Sungguh sebuah pengalaman menarik bagi Anda penikmat pemandangan alam dan kawanan satwa liar

Monday, April 28, 2014

Pantai Pandansari - Cerita Tentang Mercusuar dan Agrowisata Buah Naga

Suatu siang dengan sinar matahari yang cukup terik menyengat kulit. Laju kendaraan saya arahkan menuju daerah pesisir Bantul untuk sekedar menikmati ombak pantai agar bisa sedikit terhibur. Seusai membayar uang retribusi, motor pun melaju menuju Pantai Pandansari yang nampak begitu sepi. Seperti kebanyakan pantai di pesisir Bantul, Pantai Pandansari memang kurang begitu memiliki pemandangan yang menarik. Pantai pasir berwarna cokelat kehitaman dengan ombak pantai yang terlihat tidak begitu jernih. Hanya nampak pepohonan pandan laut dan cemara laut yang tumbuh subur di tepi pantai yang memberi suasana hijau di sekitarnya.

Pesona Pantai Pandansari bukan terletak pada hamparan pasir pantainya. Keunikan pantai ini adalah adanya menara suar atau mercusuar setinggi sekitar 40 meter serta lahan pertanian pesisir dengan komoditi utama buah naga yang tumbuh subur. Banyak wisatawan yang datang ke Pantai Pandansari ini untuk sekedar menikmati pemandangan pantai dari atas ketinggian menara suar. Bangunan menara suar ini berada di satu kompleks rumah dinas yang tidak jauh dari pantai. Untuk masuk ke dalam bangunan menara suar silahkan meminta izin kepada penjaga kompleks rumah dinas tersebut. Cukup membayar uang suka rela untuk kebersihan, sang penjaga akan mempersilahkan kita masuk dan naik ke bangunan mercusuar tersebut.

Sunday, April 27, 2014

Wayang Wong Sriwedari - Seni Pertunjukan yang Masih Lestari

Tak ada sorot lampu yang berbinar, pun dengan spanduk-spanduk yang bergelantungan menghiasi gedung pertunjukan. Hanya tampak sebuah gedung pertunjukan tua dengan penerangan seadanya. Pedagang kaki lima tampak membuka lapak sembari menjajakan dagangannya kepada penonton yang sudah antri menunggu loket penjualan tiket di buka.


Usai membayar tiket sebesar Rp 3.000,00 pun seluruh penonton riuh berlarian masuk ke dalam gedung pertunjukan untuk mencari kursi dengan posisi yang nyaman untuk melihat pagelaran. Kondisi di dalam gedung pertunjukan pun terlihat nampak sederhana. Kursi-kursi kayu yang sudah nampak usang berjajar tertata sedemikian rupa di bagian penonton. Di bagian depan terdapat panggung pertunjukan utama lengkap dengan layar proyektor di sisi kanan dan kiri panggung yang memberikan deskripsi singkat mengenai perpindahan plot setiap babak dalam pertunjukan. Seperangkat alat musik gamelan pun tertata rapi di dekat panggung sebagai pengiring musik selama pertunjukan.

Tuesday, April 8, 2014

Potret dari Gili Ketapang

Hanya sekedar foto asal, asal jepret, asal ambil !

Suatu sore di salah satu sudut Pulau Gili Ketapang. 


Di antara sampah-sampah berserakan di tepi pantai, saya melihat seorang perempuan setengah baya mengenakan baju kutang dengan bawahan jarik menggendong sebuah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Entah apa yang sedang beliau cari di antara sampah-sampah yang berceceran di pinggir pantai tersebut. Kulitnya nampak legam disengat sinar matahari yang terasa lebih terik di pulau ini. Sesekali dia memungut sesuatu untuk dimasukkan ke dalam keranjang bambu miliknya. Tatapannya nampak kosong ketika memandangi hamparan air laut di depannya, terkadang juga memandang aneh ke arah kami, segerombol orang asing yang sedang berkunjung di pulau tempat beliau tinggal. Entah apa yang beliau pikirkan, usai beristirahat pun beliau kembali memungut beberapa barang yang kembali dimasukkan ke dalam keranjang bambu tersebut.

Tuesday, April 1, 2014

Menyegarkan Pikiran di Ranu Segaran

Usia menikmati keheningan di Ranu Agung, perjalanan kembali dilanjutkan menuju Ranu Segaran. Jarak antara Ranu Agung dan Ranu Segaran relatif cukup dekat, memakan waktu sekitar 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Ranu Segaran mungkin lebih populer dijadikan sebagai obyek wisata dibandingkan dengan Ranu Agung. Pengunjung di Ranu Segaran lebih ramai dibandingkan dengan pengunjung di Ranu Agung. Mungkin kemudahan akses jalan menuju Ranu Segaran serta fasilitas yang disediakan menjadikan obyek wisata ini lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan.


Ranu Segaran memiliki fasilitas wisata yang cukup memadai dibandingkan dengan Ranu Agung. Di tempat ini sudah terdapat sebuah warung makan, fasilitas mushola, kamar mandi umum, bahkan sudah terdapat permainan air seperti perahu motor dan sepeda air berbentuk bebek. Di sekitar Ranu Segaran ini juga terdapat pemandian air panas alami yang berada di dekat aliran air sungai. Saya sendiri tidak menyambangi tempat tersebut karena rasa lelah dan cuaca gerimis serta kabut yang datang menyambut.

Friday, March 28, 2014

Keheningan Ranu Agung di Probolinggo

Truk TNI pun kembali melaju melintasi jalanan beraspal di Kota Probolinggo. Kali ini perjalanan Tour De Probolinggo dilanjutkan menuju beberapa desa yang ada di kawasan Pegunungan Argopuro. Saya tak ingat betul rute mana saja yang kami lewati. Hanya beberapa tempat yang saya ingat. Rute yang kami tempuh melewati sebuah pabrik gula kemudian menuju ke arah Kali Bokong, searah dengan Songa Rafting sebagai operator wisata arum jeram di Sungai Pekalen. Jalur yang kami lewati cukup berkelok, naik turun, aspal jalan yang mulai banyak berlubang, diselingi dengan jurang dan perbukitan di sisi kiri dan kanan jalan. Kabut pun sesekali datang menyambut diselingi udara dingin yang seolah saling bersahut.


Suasana perjalanan terkadang memang sedikit mendebarkan, terlebih ketika kendaraan kami harus berpapasan dengan kendaraan lain. Lebar jalan yang tak seberapa, apalagi ada jurang di sisi kanan dan kiri jalan, serta beberapa ruas jalan yang terkikis terkena longsoran. Tujuan kami adalah untuk berkeliling di Desa Tiris, sebuah desa yang berada di kaki Pegunungan Argopuro. Kami akan mengunjungi Ranu Agung, sebuah danau vulkanik yang ada di kawasan lereng perbukitan.

Thursday, March 20, 2014

Pulau Gili Ketapang - Miniatur Madura di Utara Probolinggo

Tak ada jembatan penghubung antar pulau yang kokoh, pun demikian dengan kapal-kapal besar yang mengangkut penumpang, barang bahkan kendaraan untuk menyeberang. Hanya ada perahu motor sebagai sarana transportasi yang mengantarkan penumpang dan barang menuju ke pulau seberang. Suasana Pelabuhan Tanjung Tembaga pagi itu masih cukup lengang. Hanya terlihat beberapa kapal nelayan yang bersandar dan bongkar muatan.


Di hari ketiga ini, panitia Tour De Probolinggo mengajak para peserta menyeberang ke Pulau Gili Ketapang, sebuah pulau kecil dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam perjalanan dari Pelabuhan Tanjung Tembaga. Usai berkemas dan membereskan tenda, dengan penuh semangat kami berjalan kaki menuju pelabuhan untuk kemudian naik ke atas perahu dan bersiap untuk menyeberang. Cuaca pagi ini pun cukup bersahabat. Ombak laut cukup tenang, pun demikian dengan sinar matahari yang tidak terlalu terik membakar kulit.

Tuesday, March 18, 2014

Museum Probolinggo : Wahana Pengenalan Sejarah Kota Probolinggo

Malam pun semakin larut, namun acara penjelajahan museum di Kota Probolinggo pun belum berakhir. Kali ini para peserta diajak berkeliling ke sebuah gedung tua di kawasan Jalan Suroyo. Dari bagian depan nampak pesawat udara kuno, lokomotif tua, serta tank yang dipajang di halaman. Inilah Museum Probolinggo, salah satu wahana pengenalan sejarah Kota Probolinggo.


Museum Probolinggo merupakan salah satu wahana wisata yang cukup baru di Kota Probolinggo. Museum ini diresmikan pada tahun 2009 dengan menempati sebuah gedung tua yang dahulu bernama Gedung Panti Budaya. Dahulu bangunan ini merupakan sebuah gedung serba guna, kemudian dialihfungsikan sebagai museum sebagai wahana untuk memperkenalkan perkembangan sejarah Kota Probolinggo.

Sunday, March 16, 2014

Nite at The Museum : Museum Dr Moh Saleh Probolinggo

Bukan Tour De Probolinggo namanya jika tidak ada kejutan di dalam acaranya. Usai meletakkan barang-barang di tenda yang berada di dekat pelabuhan, kami semua diajak untuk berkeliling mengunjungi museum yang ada di Kota Probolinggo. Biasanya museum hanya buka dari pagi sampai sore, kali ini panitia mempersiapkan acara yang menarik, lain dari biasanya. Yap, night at the museum ! Apa? berkunjung ke museum di malam hari? Iya ! Kami semua diajak berkunjung ke museum di malam hari oleh panitia Tour De Probolinggo !


Nama Dr Moh Saleh mungkin saja kurang kita kenal di dalam sejarah pahlawan nasional Indonesia. Nama beliau memang kurang banyak dibahas di pelajaran sejarah selama saya duduk di bangku sekolah dulu. Merujuk dari beberapa artikel yang saya baca di internet, beliau merupakan lulusan STOVIA, sekolah kedokteran di jaman penjajahan Belanda. Beliau juga seangkatan dengan Dr Sutomo, salah satu tokoh pendiri organisasi Budi Utomo.

Friday, March 14, 2014

Kecantikan Gereja Merah Probolinggo

Senja pun berjalan perlahan menuju peraduan. Hari pun hampir gelap ketika truk yang kami tumpangi berhenti di kawasan Jalan Suroyo, tak jauh dari alun-alun Kota Probolinggo. Ada sebuah bangunan unik dengan warna yang cukup mencolok dibandingkan dengan bangunan lain di sekitarnya. Ternyata, kami semua diajak untuk masuk ke dalam sebuah gereja, yang dikenal dengan sebutan Gereja Merah. Segenap pengurus gereja dan ibu pendeta pun sudah menantikan kedatangan kami, menyambut dengan senyum ramah dan penuh suka cita.


Setelah sesi perkenalan diri, ibu pendeta pun menceritakan sejarah singkat mengenai Gereja Merah yang unik ini. Gereja Merah merupakan salah satu bangunan peninggalan jaman Kolonialisme Belanda yang hingga kini masih dapat kita nikmati keberadaannya. Gereja Merah dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda. Selain dari warnanya, keunikan bangunan Gereja Merah juga dapat dilihat dari struktur bangunannya. Struktur bangunan Gereja Merah ini terbuat dari baja, termasuk hingga ke dinding dan atapnya. Gereja ini konon dibangun dengan sistem knock down, di mana seluruh rangka baja bangunan dibuat di Belanda, kemudian dibongkar, lalu dibawa dengan kapal menuju ke Probolinggo untuk dipasang kembali. Hingga kini, bangunan yang sudah ditetapkan menjadi cagar budaya tersebut tetap dipertahankan seperti bentuk aslinya. Hanya saja ada sedikit renovasi di bagian dalam bangunan, yaitu penambahan lapisan triplek yang diberi warna kuning untuk lapisan di bagian dinding. 

Batik Tenggeran Khas Probolinggo

Saya sudah beberapa kali berkunjung ke Kota Probolinggo, namun belum sempat untuk menjelajahi keunikan yang disajikan di kota yang terkenal dengan mangganya tersebut. Probolinggo bagi saya menjadi semacam kota transit, sebelum menuju Kawasan Bromo maupun melanjutkan perjalanan ke Kota Jember. Tapi siapa sangka, kota yang terletak di pesisir utara Jawa ini memiliki tempat wisata yang tak kalah menarik untuk dijelajahi.


Usai menikmati keindahan Air Terjun Madakaripura, seluruh peserta Tour De Probolinggo diajak untuk berkeliling kota sembari mengenalkan potensi wisatanya. Perjalanan menuju Kota Probolinggo pun tak kalah memberikan kesan. Dan lagi-lagi, truk TNI lah menjadi kendaraan yang mengantarkan para peserta keliling Kota Probolinggo. Saya ingat ada kejadian lucu ketika truk yang kami tumpangi memasuki Kota Probolinggo. Ada sebuah mobil yang berhenti tepat di belakang truk kami ketika di lampu merah. Seketika seluruh penumpang di dalam mobil tersebut memandang kami semua dengan ekspresi terheran-heran. Tak hanya penumpang yang ada di dalam mobil tersebut saja, hampir semua masyarakat yang berpapasan dengan truk kami memandang seluruh isi penumpang dengan ekspresi terheran-heran. Sungguh sebuah pengalaman yang tak terlupakan. 

Thursday, March 13, 2014

Air Terjun Madakaripura - Keindahan Persemedian Maha Patih Gadjah Mada dan Ironi Masyarakatnya

Jalan yang berkelok dengan kontur yang naik turun memaksa kami semua untuk sering membenarkan posisi duduk di atas truk TNI yang berguncang-guncang selama perjalanan. Belum lagi rasa kurang nyaman karena kursi kayu yang saling berhadapan, sekilas mirip seperti tatanan kursi di dalam kereta komuter. Begitulah sedikit gambaran perjalanan para peserta Tour De Probolinggo menuju Air Terjun Madakaripura. Kebersamaan di antara kesederhanaan. Namun, mungkin seperti itulah perjalanan menuju surga, penuh dengan jalan yang terjal dan berliku sebelum akhirnya kita bisa menikmati keindahan di balik perjuangan.


Saya melihat ada beberapa pos retribusi yang harus dilalui sebelum menuju pintu parkir Air Terjun Madakaripura ini. Mungkin karena banyaknya pos retribusi yang harus dilalui inilah menyebabkan banyak tulisan di blog yang menyebutkan bahwa banyak pungutan liar untuk menuju Air Terjun Madakaripura. Minimnya akses transportasi umum juga menjadi cerita lain yang membuat para wisatawan mengurungkan niat mereka untuk berkunjung ke Air Terjun Madakaripura usai puas menjelajahi Kawasan Bromo. Padahal air terjun ini memiliki potensi yang menarik sebagai wisata minat khusus.

Thursday, March 6, 2014

TDP Hari 2 : We Don't Get The Sunrise at Bromo !

Dinginnya udara pegunungan di kala fajar memang membuat betah bagi siapa saja untuk berlama-lama menikmati empuknya kasur berbalut dengan hangatnya selimut yang tebal. Namun, di kala fajar inilah geliat kehidupan di kawasan Bromo dimulai. Orang rela datang jauh-jauh ke Bromo untuk dibangunkan di kala fajar demi menikmati indahnya matahari terbit di ufuk timur sana. 


Dinginnya udara Bromo memang membuat siapa saja malas untuk beranjak dari peraduan. Udara pagi ini memang serasa kurang bersahabat. Angin bertiup cukup kencang, ditambah dengan kabut yang sesekali berdatangan. Sweater dan jaket yang saya kenakan pun seolah masih belum bisa menahan dinginnya udara yang menerpa ke seluruh badan. Tujuan kami pagi ini adalah ingin melihat sunrise di Bukit Punuk Sapi, yang berlokasi di sekitaran Lava View Lodge, tidak jauh dari penginapan kami di Bromo Permai. Untuk menuju ke sana kami pun harus berjalan kaki melewati jalan setapak. Perjalanan ini pun menempuh waktu kurang lebih 30 menit. Medan yang kami lalui pun tidak terlalu terjal, karena sepertinya jalan setapak tersebut sudah cukup sering dilalui oleh orang. 

Saturday, March 1, 2014

TDP Hari 1 : Bersih-Bersih Sampah di Kawasan Kaldera Pasir Bromo

Kawasan Wisata Bromo memang menjadi salah satu andalah sektor pariwisata di wilayah Probolinggo. Tak hanya terkenal di kancah nasional, keindahan matahari terbit dan pemandangan alam di Kawasan Bromo ini bahkan sudah mendunia sehingga banyak dikunjungi oleh turis manca negara. Kabupaten Probolinggo menjadi salah satu pintu masuk utama menuju kawasan Wisata Bromo. Banyak wisatawan yang memilih masuk ke kawasan Bromo melalui Kabupaten Probolinggo karena akses jalan maupun kendaraan umum yang cukup memadai dari wilayah ini.


Sesuai dengan tema yang diangkat yaitu kolaborasi warisan alam dan penyelamatan lingkungan, seluruh peserta Tour De Probolinggo tak hanya diajak untuk berjalan-jalan menikmati keindahan alam Kawasan Bromo Tengger Semeru, melainkan melakukan aksi nyata untuk penyelamatan lingkungan. Salah satu kegiatan tersebut adalah memungut sampah di kawasan lautan pasir hingga kawasan di sekitaran Pura Luhur Poten Bromo. Seluruh peserta berjalan kaki dari penginapan di kawasan Bromo Permai hingga menyusuri kawasan kaldera pasir. Mungkin banyak dari kita ketika menyusuri kawasan ini menggunakan kendaraan bermotor seperti jeep maupun sepeda motor tidak terlalu menyadari keberadaan sampah yang cukup banyak berserakan mengotori kawasan ini. Cukup miris juga, ternyata di kawasan ini banyak sampah bekas bungkus makanan yang dibuang begitu saja oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Sangat disayangkan karena ulah tangan-tangan tidak bertanggung jawab ini berdampak pada kotornya lingkungan yang seharusnya kita jaga bersama kebersihannya.

Thursday, February 20, 2014

Tour De Probolinggo – Wahana Pengenalan Potensi Wisata di Kawasan Probolinggo

Hujan gerimis menyambut kedatangan saya di Terminal Bayuangga Probolinggo malam itu. Sepi, begitulah suasana yang saya rasakan ketika tiba di terminal kedatangan. Setelah saya mengirim pesan kepada panitia, kemudian bergabunglah saya dengan para peserta yang sudah berkumpul di salah satu sudut terminal. Satu per satu pun kami pun saling berkenalan, menanyakan nama dan daerah asal. Di sinilah kami, para peserta dari beberapa kota di Indonesia berkumpul dalam acara Tour De Probolinggo, sebuah acara yang mengkolaborasikan antara kegiatan wawasan alam, penyelamatan lingkungan, dan membumikan kearifan. Bagi saya, acara ini merupakan salah satu wahana untuk memperkenalkan potensi wisata alam dan budaya yang dimiliki oleh Kawasan Probolinggo.


Tepat pukul 11 malam seluruh peserta sudah berkumpul di Terminal Bayuangga. Pada tengah malam ini peserta dijadwalkan menuju Gunung Bromo untuk melihat matahari terbit pada keesokan harinya. Namun sayang, kondisi alam berkata lain. Hujan turun dengan lebat di lereng sana sehingga mengharuskan kami untuk tetap tinggal di kota demi keselamatan para peserta. Tak ada kasur empuk, tak ada selimut hangat, kami semua menggelar matras dan menjadikan tas ransel kami sebagai bantal. Tapi dari sinilah suasana akrab dimulai, walaupun kami masih terasa kaku untuk saling berkenalan dan berbincang akrab. Kalau orang Jawa Timuran memberi istilah “cangkruk”, kata lain dari jagongan, kongkow, atau nongkrong bareng sambil membicarakan beberapa topik pembicaraan. Tak terasa kantuk pun mulai menyergap, kami semua tidur bersama ditemani dengan gigitan nyamuk-nyamuk terminal yang cukup ganas menghisap darah dari tubuh kami.

Tuesday, January 14, 2014

Bakmi Jawa Bu Gito - Cozy and Yummy !

Jujur saya paling anti untuk beli bakmi Jawa kalau tidak kepepet. Bukannya tidak doyan dengan olahannya, namun saya tidak cukup sabar untuk mengantri sekedar menikmati sepiring mie kuah nyemek hangat dengan bumbu-bumbu yang memikat. Bayangkan, untuk sekedar menikmati sepiring bakmie saja harus rela antri minimal dua jam, bahkan untuk beberapa tempat bisa lebih lama dari itu. Bisa-bisa saya keburu ngamuk duluan sebelum hidangan disajikan !


Berbekal hasutan dari seorang teman akhirnya saya pun menuntaskan rasa penasaran saya dengan warung Bakmi Jawa Bu Gito di kawasan Rejowinangun. Saya hanya penasaran dengan tata ruang yang dimiliki oleh warung ini yang terlihat unik saat masuk ke liputan sebuah acara kuliner di stasiun televisi swasta. Kalau boleh saya bilang sih warungnya nyempil, dari luar keliatan sempit, tapi pas masuk ke dalam ternyata ruangannya cukup luas.

Apa Esensi dari Perjalanan yang Kamu Lakukan?

Sekitar dua tahun belakangan ini sepertinya trend traveling/backpacking sedang gencar-gencarnya mewabah di semua kalangan. Dari yang hanya sekedar hobi, menyenangkan diri sendiri, hingga menjadi upaya untuk pencarian jati diri. Trend traveling memang membawa berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Taruh saja dampak positif dengan mewabahnya tren ini adalah semakin mudahnya akses informasi untuk menuju lokasi yang ingin kita kunjungi. Untuk dampak negatifnya, saya tidak akan memberikan banyak ulasan dalam tulisan ini. Silahkan Anda kaji dan amati sendiri, dampak negatif apa yang Anda rasakan selama mengunjungi lokasi tujuan.

Wednesday, January 8, 2014

Jadah Manten - Panganan "Perekat" Pasangan

Pasar tradisional bagi saya merupakan salah satu surganya menemukan kuliner-kuliner tradisional yang tak pernah lekang oleh zaman. Salah satunya adalah pasar tradisional yang berada di kawasan Kotagede, Yogyakarta. Di pasar tradisional ini kita dapat menemui beberapa jajanan tradisional khas yang mungkin saja sudah jarang kita temukan.


Adalah jadah manten, sebuah jajanan khas daerah Jogja yang mungkin saya keberadaannya asing bagi telinga Anda. Makanan berbahan dasar beras ketan ini sekilas memiliki komposisi yang mirip seperti lemper, hanya saja bentuk penyajiannya dibuat berbeda. Jadah manten memiliki komposisi bahan seperti beras ketan, santan, daging ayam/sapi sebagai isian. Setelah beras ketan dan santan dikukus hingga matang, adonan kemudian diberi isian cacahan daging ayam atau daging sapi yang sudah diberi bumbu-bumbu kemudian dibungkus dengan kulit dadar. Setelah itu kemudian adonan dilipat dilipat dan dijepit dengan tangkai bambu. Pada ujung tangkai bambu tersebut disematkan potongan kacang panjang atau buncis yang berfungsi sebagai pengunci jepitan. Langkah terakhir adalah membakar jadah manten yang sudah dijepit dengan tangkai bambu tersebut di atas bara arang hingga mengeluarkan aroma yang khas.

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com