Saturday, April 30, 2016

Soto Ayam Lamongan Cak Har, Surabaya yang Laris Gila !

Mungkin butuh waktu beberapa kali kunjungan ke Surabaya untuk bisa mencicipi semua kuliner-kuliner tradisional yang direkomendasikan di sana. Jika disuruh tinggal dua atau tiga hari di Surabaya untuk mencicipi seluruh kuliner tradisional di sana, bisa-bisa saya food coma sebelum selesai mencicipi semua. 

Surabaya benar-benar membuat saya jatuh hati karena kuliner tradisionalnya yang begitu beraneka rupa. Tak hanya beraneka rupa, harga makanan di sana pun cukup ramah bagi kantong dan tak perlu khawatir bikin jebol.

Petualangan rasa di Surabaya dimulai dengan perkenalan saya dengan mbak Yantie (bisa cek twitternya di @YantieArie). Dari beliaulah saya dikenalkan dengan kuliner Surabaya yang memanjakan lidah. Penjelajahan kuliner di Surabaya kali ini membawa saya untuk mencicipi kelezatan Soto Ayam Lamongan Cak Har yang sangat terkenal di Kota Pahlawan ini.

Bagian pintu masuk utama di Warung Soto Ayam Cak Har
Warung Soto Cak Har berlokasi di daerah Merr, tak jauh dari kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jika kalian melewati Jalan Ir. H. Soekarno dan melihat banyak mobil dan motor berjubel parkir di sana, sudah dipastikan itu adalah lokasi warung Soto Ayam Lamongan Cak Har yang terkenal itu.

Kesan pertama memasuki warung soto ini adalah luas banget ! Iya, untuk ukuran sebuah warung soto, warung Soto Ayam Lamongan Cak Har ini tergolong super luas. Lebih terkesan sebagai tempat nongkrong daripada tempat jualan soto sih menurut saya.

Jangan salah ya, walaupun tempatnya super luas dan memiliki daya tampung yang banyak, tapi warung Soto Ayam Lamongan Cak Har ini hampir tak pernah sepi oleh pembeli. Bahkan, di jam-jam tertentu terkadang kalian akan sulit menemukan tempat duduk yang kosong karena saking penuhnya dengan pembeli.

Wednesday, April 20, 2016

Pantai Payangan - Primadona Destinasi Wisata Baru di Jember Selatan

Namaku Pantai Payangan. Aku berlokasi di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. Lokasiku cukup dekat dengan Pantai Papuma dan Watu Ulo. Namaku mulai berseliweran di laman sosial media sejak dua tahun belakangan. Karena foto-fotoku di laman sosial media terlihat menarik, maka banyak orang penasaran mendatangiku untuk membuktikan keindahanku.

Pesatnya perkembangan sosial media membawa dampak bagi berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pariwisata. Terbukanya destinasi-destinasi baru adalah salah satu dampak keberadaan sosial media yang kini cukup pesat dimanfaatkan oleh masyarakat. Perputaran arus informasi melalui sosial media, baik dari facebook, twitter, maupun blog semakin mempermudah orang untuk mendapatkan informasi mengenai tempat wisata baru yang selama ini belum banyak terekspos keberadaanya. Salah satu obyek wisata yang tergolong baru di Kabupaten Jember yang menjadi bahan perbincangan di laman sosial media adalah Pantai Payangan. Sekitar dua tahun belakangan, beberapa akun media sosial di Jember seperti @HaloAmbulu dan @PapumaJember cukup aktif membagian informasi mengenai Pantai Payangan. Di tahun 2016 ini, akhirnya saya pun berkesempatan untuk mampir menikmati keindahan Pantai Payangan. Ya, mumpung sedang di Jember, saya pun memutuskan untuk sekalian menjelajahi Pantai Payangan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Pantai Papuma dan Watu Ulo


Perjalanan dari Pantai Papuma menuju Pantai Payangan memakan waktu sekitar sepuluh menit menggunakan kendaraan bermotor. Jalanan menuju Payangan sudah diaspal, namun terlihat telah usang. Jalan menuju ke sana boleh dikatakan tidak terlalu halus, namun masih layak dilalui kendaraan. Tiba di kawasan Pantai Payangan, kami disambut oleh suara riuh penduduk lokal yang menawarkan jasa parkir kendaraan. Pantai Payangan selama ini masih dikelola oleh kelompok masyarakat setempat, belum diambil alih oleh Pemerintah Daerah. Ketika saya datang kemari, tidak ada biaya retribusi khusus untuk masuk ke lokasi. Pengunjung hanya perlu membayar biaya parkir kendaraan saja. Kami kemudian dipersilahkan oleh seorang bapak-bapak untuk mengambil jalan pintas melewati halaman belakang rumahnya. Benar saja, tepat setelah melewati halaman belakang rumahnya, kami langsung bertemu dengan hamparan pantai yang menghadap langsung ke samudera.

Sunday, April 3, 2016

Menyambut Pagi di Tanjung Papuma, Jember

Entah seperti memiliki alarm alami yang ada di dalam otak ini, setiap kali sedang melakukan perjalanan di luar kota, secara alami saya akan bangun pagi jauh sebelum adzan Subuh berkumandang dan mentari muncul dari peraduan. Iya, mungkin semesta sedang mendukung saya untuk menyambut pagi dan beranjak dari buaian mimpi.

Entah mengapa ketika saya sedang berada di luar kota, saya selalu bangun lebih awal dari waktu yang saya pasang pada alarm jam saya. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, saya bangun 30 menit lebih awal dari alarm yang saya pasang tadi malam. Saya bergegas ke kamar mandi dan mempersiapkan diri menyambut pagi, kemudian menyibak gorden kamar dan melihat situasi di luar. Ah, masih sepi dan gelap. Saya bergegas membuka pintu dan melihat situasi di luar cottage. Kata mas penjaga kemarin, kalau menjelang Subuh seperti ini kami harus lebih berhati-hati, karena terkadang primata penghuni Papuma sedang "beraksi", hmmm berkeliaran di sekitar penginapan lebih tepatnya. Maklum saja, cottage yang dikelola di Pantai Papuma berlokasi di dekat hutan di mana primata-primata liar tersebut hidup bebas di sana.


Setelah situasi saya rasa kondusif, saya mengajak teman saya untuk bergegas menuju pantai guna menantikan terbitnya matahari pagi bersama. Sekitar pukul 04.30 kami pun keluar cottage dan berjalan kaki menuju ke pantai Papuma. Di luar dugaan saya, sudah terlihat beberapa orang berlalu-lalang menuju pantai untuk menantikan terbitnya mentari. Sebagian besar dari mereka adalah wisatawan yang tidak menyewa penginapan, melainkan tidur di dalam kendaraan yang mereka bawa. ada pula rombongan nelayan yang menanti kapal tiba setelah melaut semalaman. Suasana hening tiba-tiba berubah menjadi riuh. Pengunjung mulai berdatangan ke Pantai Papuma. Sorot lampu kendaraan mulai terlihat dari atas bukit. Kami berdua duduk di pasir pantai, menikmati semburat warna kemerahan di ufuk timur, sambil sesekali merasakan hembusan semilir angin pantai. Untunglah angin pantai di Papuma pagi itu tidak terlalu terasa kencang, jadi saya tidak terlalu khawatir jika masuk angin. Syahdu, rasanya saya sudah lama sekali tidak pernah bangun pagi untuk menanti terbitnya sang mentari.

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com