Saturday, April 30, 2011

Trip To Solo Day 2 : Berkunjung Ke Keraton Kasunanan Surakarta


Salah satu daya tarik ketika berkunjung ke Kota Surakarta adalah bangunan Keraton Surakarta. Letak Keraton sendiri berada tidak jauh dari Pasar Klewer, pasar yang terkenal dengan jual beli tekstilnya. Untuk mengunjungi keraton ini bisa menggunakan bus kota, dari arah Pasar Gedhe dapat menggunakan bus Damri yang bisa turun tepat di depan gerbang, atau jika dari arah barat bisa menggunakan bus Batik Solo Trans lalu berhenti di sekitar Gladak, bisa lanjut dengan jalan kaki ataupun menggunakan becak yang banyak tersedia di sini. Tiket masuk yang harus dibayarkan untuk mengunjungi Keraton Surakarta ini adalah Rp 10.000,00 belum termasuk jasa pemandu.

Untuk memasuki Keraton ini tidak bisa langsung lewat gerbang depan, namun melalui pintu samping. Di sana ada beberapa tukang becak yang siap mengantar Anda tidak hanya mengantar ke Keraton namun juga beberapa lokasi di sekitarnya. Untuk menyewa becak ini cukup membayar Rp 15.000,00. Awalnya memang agak membingungkan untuk masuk ke Keraton karena informasi yang kurang memadai. Beruntung ada tukang becak yang dapat dijadikan sebagai pemandu.


Bangunan pertama yang kita temui adalah koridor-koridor yang merupakan bangunan yang dijadikan sebagai Museum Keraton, dahulunya bangunan ini adalah bangunan kantor yang digunakan oleh abdi dalem dalam melaksanakan tugas administratif mereka. Ketika memasuki koridor ini terdapat silsilah raja-raja di Kerajaan Mataram yang kemudian pecah menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.


Bagian berikutnya adalah seperti hutan, di mana banyak terdapat phon sawo kecik. Sawo kecik ini memiliki filsafat yaitu kata kecik yang berasal dari becik yang artinya baik. Jadi menanam pohon sawo kecik diharapkan akan nandur kabecikan atau menanam kebaikan. Tanah yang berada di hutan ini merupakan tanah pasir yang konon katanya dibawa langsung dari pantai selatan. Pengunjung yang akan masuk di area ini tidak diperbolehkan menggunakan pakaian yang terlalu minim, jika memakai sendal harus dilepas, tapi jika menggunakan sepatu bisa digunakan tak perlu dilepas. 





Di dalam kompleks hutan ini terdapat bangunan yang pertama adalah bangunan pagelaran yang digunakan untuk pagelaran tari dan tempat pertemuan raja dengan abdi dalemnya. Bangunan ini terdapat empat pilar emas yang ditutup dengan kain berwarna kuning. Di luar bangunan terdapat patung-patung yang berasal dari Eropa yang merupakan hasil hari hubungan dagang dan sebagainya. Bangunan yang kedua biasanya digunakan juga sebagai tempat pertemuan dan juga tempat untuk memainkan gamelan. Kata pemandu hampir setiap hari gamelan ini dimainkan kecuali hari Jumat.


Ruangan berikutnya yang dikunjungi adalah bangunan museum yang menyimpan beberapa benda-benda milik keraton seperti keris, tombak, kereta kuda, alat-alat dapur, miniatur pernikahan dengan adat Jawa, arca-arca candi dan bangunan kuno, dan sebagianya. Sepanjang perjalanan mengelilingi komplek keraton, pemandu akan menjelaskan isi dari benda-benda yang di dalam ruangan serta beliau juga menceritakan filsafat hidup dalam bahasa Jawa. 




Setelah mengunjungi Museum Keraton ini maka berakhirlah tour mengelilingi Kompleks Keraton Surakarta. Untuk biaya pemadu tidak ada patokan khusus, hanya membayar seikhlasnya saja. Untuk tour mengelilingi keraton saya memberikan tips sebesar Rp 20.000,00 untuk jasa pemandu.

Friday, April 29, 2011

Event Solo Menari 24 Jam dalam Rangka Hari Tari Sedunia




Ada yang menarik di Jalan Slamet Riyadi pagi ini (29/4) yaitu di depan bangunan Lodji Gandrung. Pagi ini adalah pembukaan acara Solo Menari 24 jam dalam rangka memeriahkan Hari Tari Sedunia. Acaranya cukup meriah karena didukung oleh banyak penari baik dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta maupun dari siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Surakarta yang ikut memeriahkan acara pagi ini. Pembukaan acara ini juga dihadiri oleh Walikota Surakarta. Pembukaan acara diawali dengan pembacaan geguritan (puisi dalam bahasa Jawa) oleh Walikota Surakarta, dan dilanjutkan oleh tari topeng oleh penari dari ISI Surakarta.




Lalu Walikota Surakarta yang ikut menari berbaur bersama para seniman untuk menari bersama dalam pembukaan acara pagi ini.



Setelah pembukaan acara yang dilakukan oleh Walikota Surakarta yang diiringi dengan tarian pembuka dari para seniman, tibalah giliran penari-penari cilik yang berasal dari siswa-siswi SMP di Kota Surakarta yang unjuk gigi memeriahkan acara.




Di acara pembukaan Solo Menari 24 Jam ini juga dimeriahkan oleh kehadiran komunitas pecinta sepeda ontel di Kota Solo, lengkap dengan aksesoris unik yang mereka kenakan.




Tuesday, April 26, 2011

Trip To Solo Day 2 : Jalan Kaki Sepanjang Pasar Gedhe Sampai Sekitar Gladak


Setelah ngubek-ubek isi Pasar Gedhe dan tidak menemukan dawet yang saya cari,akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Keraton Surakarta. Untuk menuju ke Keraton Surakarta dari sekitar Pasar Gedhe ini bisa menggunakan bus umum Damri dengan biaya karcis sebesar 3.000 rupiah dan langsung dapat turun di depan gerbang pintu keraton. 


Tapi kali ini saya memilih untuk jalan kaki sembari menikmati bangunan-bangunan yang ada di sepanjang jalan yang akan saya lalui. Bangunan pertama yang saya temui adalah bangunan Gedung Balai Kota Surakarta yang meruapakn gedung pusat pemerintahan di kota ini. Bangunan joglo besar  tampak terlihat dari luar pagar, sangat khas bangunan rumah jawa. 


Lanjut menyusuri jalan, sampai di sebuah perempatan setelah gedung balai kota ada bangunan Bank Indonesia yang sangat khas bangunan kolonial. Gedung tersebut menjulang cukup tinggi dan berwarna putih. Bangunan ini sangat berbeda bentuk arsitekturnya dari bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Menurut saya sih ini memang bangunan peninggalan jaman kolonial Belanda dulu karena sangat khas desain arsitekturnya.


Kaki saya pun terus berjalan menyusuri jalanan. Tepat di sebelah gedung Bank Indonesia setelah perempatan jalan ada gedung Kantor Pos Besar Surakarta, gedung ini sangat khas karena catnya berwarna orange. Pertanyaan yang terbersit di hati saya adalah dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini apakah jasa pos masih laku ya? Karena saya lihat memang beberapa kantor pos tidak seramai dahulu, paling ramai jika ada pensiunan yang sedang mengambil jatah pensiunan mereka tiap akhir bulan.


Tak jauh dari Kantor Pos sampailah di sekitar wilayah gladak yang merupakan pintu masuk menuju wilayah keraton (kalau boleh saya menyebutnya begitu). Di sekitar gladak ini terdapat gapura pintu masuk lengkap dengan dua buah patung di sampingnya yang katanya orang bilang itu reca nggladak. Di dekat situ pula terdapat patung Slamet Riyadi yang merupakan pahlawan nasional yang berasal dari kota Solo dan hingga kini nama tersebut dikenal sebagai jalan protokol yang sangat familiar di kota Solo tersebut.


Patung yang menjulang tinggi ini menurut informasi baru saja diresmikan. Patung ini juga sebagai penanda batas Jalan Slamet Riyadi di sebelah timur.

Monday, April 25, 2011

Trip To Solo Day 2 : Ke Pasar Gedhe (Niatnya Cari Dawet Telasih)


Jalan-jalan selanjutnya saya menuju Pasar Gedhe, salah satu pasar tradisional di Kota Solo yang cukup terkenal sebagai salah satu pusat perekonomian di kota ini. Pasar ini cukup lengkap menjual berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari, seperti sayur mayur, buah-buahan, ada juga yang menjual bumbu dapur, daging ayam, daging sapi, ikan laut, ikan air tawar, bahkan daging babi. Kios-kios daging tersebut terletak di lantai dua. Bagi yang tak kuat dengan panas dan pengap tempat ini memang kurang recomended. Menurut saya sih pasar ini cukup bersih, nyaman dan tertata rapi. Lumayan lah untuk berkeliling di dalam pasar ini.


Pasar Gedhe merupakan salah satu pusat perekonomian di Kota Solo, maka jangan heran jika pasar ini selalu tampak padat dan terlihat cukup sibuk. Niat saya masuk ke Pasar Gedhe ini adalah untuk mencicipi es dawet telasih yang cukup terkenal. Hanya saja mungkin saya kurang beruntung karena setelah saya muter-muter di dalam pasar tidak menjumpai si penjual es dawet telasih ini. Saya juga tidak berani mengambil gambar tentang keadaan di dalam pasar ini mengingat saya jalan sendiri dan kebetulan ini bukan tempat wisata. Hmm sedikit kecewa memang tidak bisa menemukan incaran saya. Untuk menyingkat waktu daripada saya membuang wajtu di sini saya kembali melanjutkan perjalanan.

Sunday, April 24, 2011

Mencicipi Manis Legitnya Es Puter Khas Solo


Cuaca Solo memang agak panas, tapi tidak terlalu panas menyengat karena mendung menggelayut di awan hari ini. Puas mengelilingi pasar Triwindu, lanjut perjalanan lagi, awalnya pengen ke Mangkunegaran karena jaraknya cukup dekat dengan Ngarsopuro. Ada yang menarik perhatian saya dari tadi berjalan-jalan menyusuri Slamet Riyadi. Ketika berkeliling di sekitar Ngarsopuro ini saya menemukan lagi penjual es puter, salah satu kuliner khas kota Solo yang bisa dijadikan cemilan ketika hawa sedang panas maupun dijadikan sebagai desert. Segelas kecil es puter dicampur dengan tape ketan diharagai 3.000 rupiah, cukup murah meriah. Es puter katanya sih terbuat dari campuran santan kental, campuran gula pasir, diberi sedikit tepung pati kanji, tambahan serutan kelapa muda lalu didinginkan dengan es batu yang dimasukkan ke dalam alat khusus kemudian diputar-putar hingga membeku adonan tersebut. Rasanya manis bercampur dengan sedikit rasa gurih yang berasal dari campuran serutan kelapa muda. Sebagai pelengkap dalam penyajian, es puter ini biasanya diberi campuran tape ketan untuk menambah aroma serta rasa.


Untuk mendapatkan es puter memang gampang-gampang susah sih, tapi di daerah Slamet Riyadi ini kadang sering kita jumpai penjual es puter ini. Biasanya para pedagang ini menjajakan es puter dengan gerobak yang didorongdorong yang khas. Para penjaja es puter ini dapat kita temui mulai dari siang, bahkan terkadang sampai dengan malam hari mereka berjualan. Jajanan es puter ini cukup recomended dan harus dicoba jika Anda sedang mengunjungi Kota Solo.

Friday, April 22, 2011

Trip To Solo Day 1 : Pasar Triwindu, Pasar Barang Bekas dan Barang Antik


Di tengah-tengah bagian Ngarsopuro terdapat bangunan seperti rumah, bangunannya cukup unik dan menarik. Langsung saja saya masuk ke dalam bangunan tersebut, ternyata di dalamnya terdapat kios-kios yang menjual barang-barang antik. Sejenak memanjakan mata dengan melihat barang-barang lucu-lucu dan unik di sini. Barang-barang yang tersedia mulai dari guci dan porselin, lampu hias kuno, patung-patung, gong, hiasan dinding, koin kuno, tembaga bermotif bekas untuk batik cap, setrika kuno dan lain sebagainya. Saya belum tau nama tempat ini dan bertanya kepada salah satu pedagang. Tempat ini ternyata adalah Pasar Triwindu yang dulu sempat direlokasi ketika pembangunan kawasan Ngarsopuro. Hmmm Pasar Triwindu memang sejak dahulu terkenal dengan pasar barang antik dan kuno. untuk membeli di pasar ini tawar menawar harus dilakukan untuk mendpaatkan barang incaran dan dengan harga yang pas di kantong. Saya memang tidak membeli apa-apa di sini karena niatnya hanya untuk cuci mata saja.







Trip To Solo Day 1 : Ngarsopuro (Without Night Market)



Satu lagi lokasi yang menarik di Kota Solo adalah daerah Ngarsopuro. Menurut saya sih tempat ini lebih mirip dengan taman yang berada di pinggir jalan. Tertata cukup apik dan menarik, rapi dan cukup nyaman hanya saja kalau siang hari terasa begitu panas karena pepohonan masih kurang. Ngarsopuro dahulunya adalah sebagai tempat menjual barang-barang bekas dan barang-barang antik yang bernama Pasar Triwindu. Lalu pemerintah kota setempat mengadakan perbaikan dan penataan kembali tempat tersebut dan jadilah sekarang menjadi Ngarsopuro.



Penataan Ngarsopuro cukup artistik, terdapat ornamen-ornamen seperti kandang burung yang tertata dengan rapi yang merupakan hiasan untuk lampu-lampu pada malam hari, kursi-kursi untuk tempat duduk dan tempat bercengkrama, trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki, patung-patung orang yang membawa alat musik tradisional dan topeng-topeng super besar. Sayang sekali pada patung-patung orang membawa alat musik tradisional ini ada tangan-tangan tak bertanggung jawab melakukan vandalisme.


Ngarsopuro ini biasanya ramai pada malam minggu karena jalanan ini akan ditutup dan digantikan dengan night market yang biasa diselenggarakan pada akhir pekan. Hanya sayang saya datang ke sini pada sore hari sehingga cukup sepi dan tidak terdapat kegiatan apa pun. Di area Ngarsopuro, tepatnya di sebelah tengah terdapat seperti bangunan rumah joglo, saya pun penasaran dan mengunjungi tempat tersebut dan ternyata tempat ini adalah Pasar Triwindu yang menjual barang-barang antik yang dulu sempat direlokasi ketika tempat ini dibangun dan sekarang kembali lagi di sini dengan menempati kios-kios baru.

Trip To Solo Day 1 : Menyusuri Jalanan Solo dengan Becak


Becak merupakan salah satu tarnsportasi umum non mesin yang banyak terdapat di Kota Solo ini. Hampir di setiap sudut kota ini kita dengan mudah dapat menemukan jasa becak. Kendaraan roda tiga yang dikayuh ini merupakan salah satu sarana transportasi umum yang cukup digemari di Kota Solo. Selain lebih santai dan bisa sambil menikmati pemandangan Kota Solo tanpa harus capek berjalan kaki, becak juga cukup terjangkau dan juga ramah lingkungan.


Saya mencoba menawar becak dari daerah sekitar Museum Batik Danar Hadi menuju ke daerah Ngarsopuro. Untuk menggunakan jasa becak jangan segan-segan untuk menawarnya. Untuk rute ini saya membayar becak sebesar 5.000 rupiah. Lumayan terjangkau, bisa sejenak mengistirakatkan kaki yang dari tiba di Solo sudah muter-muter bak setrikaan berjalan sambil menikmati hingar-bingar kegiatan masyarakat Kota Solo yang berada di sekitar Jalan Slamet Riyadi, sambil melihat beberapa pedagang asongan yang menjajakan barang dagangannya.

Thursday, April 21, 2011

Trip To Solo Day 1 : Kuliner Sate Kere Yu Rebi


Mendengar namanya mungkin banyak orang bertanya-tanya apa sih sate kere itu? Biasanya orang lebih akrab dengan sate ayam atau sate kambing. Sate kere merupakan salah satu kuliner khas dari kota Solo. Kenapa disebut dengan sate kere? Konon katanya dahulu kala sate kere ini dibuat untuk dinikmati oleh rakyat jelata yang tak mampu membeli sate daging yang biasa dinikmati oleh orang kaya. Lalu si pembuatnya mempunyai ide untuk membuat sate dari bahan tempe gembus, yaitu tempe yang terbuat dari ampas kedelai sisa pembuatan tahu. Melihat sekilas tekstur dari sate kere ini mirip dengan sate daging karena seperti ada seratnya.

Sate kere ini terbuat dari irisan tempe bacem yang ditusuk kemudian dibumbu bacem, lalu ditusuk, dibakar diatas bara arang kemudian diberi sambal kacang khas seperti sate-sate pada umumnya. Menurut saya rasa sate ini manis dari bumbu bacem campur dengan rasa gurih yang berasal dari sambal kacangnya ditambah taburan bawang goreng menambah kenikmatan sate ini. Untuk yang suka rasa pedas bisa menambahkan irisan cabai rawit dan bawang merah yang telah disediakan.

Untuk menikmati seporsi sate kere yang berisi 10 tusuk sate yang cukup besar irisannya ini cukup merogoh kocek sebesar 8.000 rupiah, belum termasuk lontong dan minumnya. Anda bisa memilih lontong maupun nasi putih untuk menemani makan sate kere ini.


Warung sate kere Yu Rebi ini terletak di belakang Stadion Sriwedari tepatnya di Jalan Kebangkitan Nasional. Dari Museum Radyapustaka lalu berjalan ke arah barat hingga perempatan lampu merah di samping tulisan Stadion R. Maladi Sriwedari lalu belok ke kiri. Lalu lurus ikuti jalan ke arah selatan, ketemu perempatan belok ke kiri. Nah tak jauh dari perempatan tersebut sudah terlihat warung Yu Rebi, cukup mudah untuk ditemukan. Cukup berjalan selama 5 menit dari Jalan Slamet Riyadi. Jam buka warung ini dari pagi sekitar pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00 WIB.

Trip To Solo Day 1 : Mampir ke Museum Radya Pustaka


Berjalan ke arah barat tak jauh dari kompleks Museum Batik Danar Hadi terdapat juga sebuah museum kecil yakni Museum Radya Pustaka yang berada satu deret dengan Museum Batik Danar Hadi dan Taman Sriwedari. Museum Radya Pustaka merupakan museum tertua yang ada di Indonesia. Museum ini terletak di Jalan Slamet Riyadi 275 Surakarta. Untuk memasuki museum ini pengunjung membayar tiket sebesar 2.500 rupiah dan tiket kamera sebesar 5.000 rupiah.


Ketika masuk ke dalam gedung, hal pertama yang akan ditemui adalah patung tokoh pendiri museum ini yaitu KRA. Sosrodiningrat IV yang merupakan patih dalem Paku Buwono IX. Menurut buku panduan yang saya beli di loket museum, nama Radyapustaka diartikan yakni Radya adalah Negara dan Pustaka adalah buku-buku, jadi Museum Radyapustaka ini dulunya adalah merupakan tempat penyimpanan buku-buku milik negara (keraton) dan dijadikan sebuah perpustakaan sekaligus pusat berkumpulnya para pujangga dari berbagai kalangan yang difungsikan sebagai pusat pengembangan ilmu budaya dan Kejawen.



Ruang pertama yang saja kunjungi adalah ruang wayang yang tersimpan berbagai koleksi wayang. Hanya sayang beberapa koleksi sedang diinventaris setelah kasus penggantian wayang asli yang digantikan dengan wayang replika yang merebak beberapa waktu yang lalu. Cukup disayangkan pula beberapa koleksi di sini tidak ada keterangan yang jelas sehingga cukup membingungkan bagi saya.


Ruang berikutnya yang saya masuki adalah ruang Tosan Aji yang tempat untuk memajang koleksi tombak perang, keris, pedang, dan senapan. Ruang ini lebih banyak memajang koleksi keris dengan berbagai macam bentuk, dan sekali lagi tak ada keterengan yang jelas mengenai keris-keris ini, sangat disayangkan.



Ruangan berikutnya adalah ruang keramik yang memajang koleksi keramik, alat makan yang terbuat dari kristal, porselin, dan beberapa koleksi gerabah. Di dalam ruang ini juga terdapat Piala Porselain yang merupakan hadiah dari Napoleon Bonaparte Kaisar Perancis. Piala ini berwarna merah marun dengan ukiran emas motif bunga-bunga yang merupakan slaah satu koleksi masterpiece Museum Radyapustaka.


Ruangan berikutny adalah ruang memorial, di mana dulunya ruangan ini digunakan sebagai kantor Kuartor Museum yang terakhir digunakan oleh K.G.P.H. Hadi Wijaya. Di ruangan ini terdapat lukisan tokoh-tokoh kurator pertama hingga terakhir dan juga terdapat lukisan Raja Keraton Surakarta dari PB IX hingga PB XII.


Ruang berikutnya adalah ruang untuk penyimpanan kepala atau haluan depan dari Kapal Pesiar Rajamala milik Keraton Kasunanan Surakarta yang diberi nama Kyai Canthik Rajamala.



Di bagian tengah ruangan museum ini terdapat ruang ethnografika yang memajang seperangkat alat gamelan, alat makan, Kuluk keraton hingga numismatika atau mata uang kuno. Menurut saya ruangan ini agak-agak horor sih karena lumayan agak gelap, hehehe.





Ruangan terakhir yang terletak paling belakang adalah ruang arca yang memajang koleksi arca-arca batu dan beberapa ornamen candi, yang merupakan koleksi arca pada masa kerajaan Hindhu. Hanya sayang beberapa arca ini diletakkan di bagian luar gedung dan nampak kurang terawat.

Menurut saya koleksi museum ini cukup bagus hanya saja nampak kurang terawat dan tidak adanya pemandu dan keterangan yang jelas pada barang-barang koleksi museum ini cukup menyulitkan bagi pengunjung untuk memahami isi dari koleksi-koleksi museum ini.

Untuk jadwal buka museum sendiri adalah
Selasa - Kamis 08.30 - 14.30
Jumat 08.30 - 11.30
Sabtu 08.30 - 14.30
Minggu 09.30 - 14.30
Senin - tutup


Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com