Monday, May 20, 2013

Pantai Timang - Cerita Tentang Pemburu Lobster, Gondola Kayu, dan Pulau Karang

Menjelajahi pantai-pantai yang masih tersembunyi di antara deretan pesisir selatan Gunung Kidul memberikan cerita tersendiri di dalam sebuah kisah perjalanan yang kita lalui.

Menemukan pantai ini memang sedikit dibutuhkan kejelian dan perjuangan, karena minimnya petunjuk serta akses jalan yang belum terlalu baik untuk menuju ke sana. Pantai Timang, mungkin keberadaannya belum terlalu terkenal seperti pantai-pantai lain yang ada di deretan pesisir selatan Gunung Kidul. Pantai yang terkenal dengan lobster dan gondola kayu ini menyajikan petualangan tersendiri sembari menikmati keindahan lokasi.


Jika flash back sejenak, pertama kali saya mengenal keberadaan Pantai Timang dari sebuah acara televisi swasta nasional. Acara "Para Pemburu" yang ditayangkan oleh Trans TV setiap hari Minggu sore. Acara yang sempat tayang dari pertengahan tahun 2010 hingga awal Februari 2011 ini menyajikan sebuah tayangan tentang perjuangan sosok-sosok tangguh di dalam mencari nafkah demi menyambung hidup. Sebuah tayangan yang menggambarkan sebuah kesenjangan kehidupan. Sebuah gambaran betapa beratnya perjuangan untuk mendapatkan sesuatu, namun tidak sebanding antara risiko yang diambil dengan nilai rupiah yang mereka terima. Tayangan yang menyajikan realitas kehidupan sehari-hari yang mungkin saja jarang kita amati.

Monday, May 13, 2013

Nikmatnya Ayam Goreng Kampung ala Mbah Cemplung

Terkadang kita harus rela menjelajah hingga tempat-tempat yang sedikit terpencil demi terpenuhinya hasrat akan sebuah rasa. Terkadang kita juga harus rela, menempuh perjalanan yang cukup jauh demi terpenuhinya rasa penasaran akan sebuah cita rasa kuliner yang melegenda. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan ketika sedang tersasar mencari warung pecel Mbah Warno "Kutang", saya menemukan warung makan yang menyajikan menu ayam goreng yang cukup melegenda karena kelezatan sajian masakannya.


"Ayam Goreng Jawa Mbah Cemplung", begitu banner sederhana yang terpasang di pinggir jalan. Walaupun memiliki konsep warung makan rumahan dan terletak cukup mblusuk di wilayah pedesaan, namun jangan salah, tempat makan yang satu ini selalu ramai didatangi oleh para pengunjung yang rata-rata menggunakan kendaraan roda empat. Jika Anda datang di jam-jam padat pengunjung, bisa-bisa Anda harus waiting list  menunggu tempat duduk yang kosong, syukur-syukur tidak kehabisan menu ayam yang disajikan.

Thursday, May 9, 2013

Menyantap Pecel Ndeso Racikan Mbah Warno Kutang

Tidak lengkap rasanya bila sudah lama tinggal di Jogja tidak berburu kuliner khas yang cukup melegenda. Bahkan jika harus berburu kuliner khas hingga ke pelosok-pelosok daerah demi terpenuhinya hasrat akan sebuah cita rasa. Perjalanan rasa kali ini membawa saya menyusuri salah satu sudut perkampungan di kawasan Bantul. Berada di antara daerah sentra gerabah Kasongan menuju daerah Gunung Sempu yang terkenal dengan area pemakamannya, terdapat sebuah warung pecel legendaris milik Mbah Warno "Kutang".


Dibutuhkan sedikit kejelian untuk menemukan warung sederhana milik Mbah Warno "Kutang". Papan nama warung yang sangat kecil dan sudah usang cukup menyulitkan saya untuk menemukan warung tersebut. Tak adanya tanda-tanda keberadaan warung membuat saya harus mengitari jalan beberapa kali, kesasar ke beberapa lokasi, hingga akhirnya saya menemukan warung sederhana tersebut berkat bantuan "GPS manual" alias bertanya ke sana ke mari dengan orang-orang yang saya temui.

Wednesday, May 1, 2013

Orang Solo Menyebutnya "Omah Lowo"

Terletak di sebelah timur perempatan Purwosari atau tepatnya di sebelah timur rumah makan cepat saji Jackstar di kawasan Solo Center Point, terdapat sebuah bangunan tua yang termasuk ke dalam bangunan cagar budaya. Mungkin saja bangunan ini terkadang sedikit luput dari perhatian para pengguna jalan yang melintasi sepanjang Jalan Slamet Riyadi.


Dikelilingi oleh pagar besi yang cukup tinggi, bangunan ini dikenal dengan sebutan Omah Lowo atau rumah kelelawar. Dari segi arsitekturnya cukup unik, memiliki cukup banyak pilar sebagai penyangga bangunan. Wajar saja jika bangunan ini terkenal dengan sebutan omah lowo, karena bangunan ini menjadi hunian para kelelawar. Pada siang hari suara cicitan para kelelawar ini terdengar sangat riuh dan seolah saling bersautan satu dengan lainnya.

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com