Tuesday, March 29, 2016

Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma

Ada perasaan haru ketika kembali menjejakkan kaki ke lokasi yang pernah dikunjungi. Bernostalgia mengingat rute jalan yang dilewati, sambil melihat-lihat perubahan yang kini terjadi di sana-sini. Tanjung Papuma, akhirnya aku kembali lagi ke mari.

Terminal Tawang Alun menjadi titik pemberhentian saya siang ini. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 15.00 ketika saya tiba. Panas, udara yang saya rasakan setelah turun dari bus Akas Asri yang mengantarkan saya dari Kota Surabaya. Peluh keringat pun tak terbendung lagi, bercucuran membasahi wajah dan sekujur badan. Saya mencari warung makan yang berada di depan terminal, untuk mengisi perut sambil mengistirahatkan badan. Kali ini saya pergi dengan seorang kawan. Kami berunding untuk mencari jasa sewa kendaraan atau estafet menggunakan transportasi umum melalui rute perjalanan yang pernah saya lakukan sebelumnya. Namun, mengingat waktu tempuh perjalanan dan terbatasnya waktu yang kami berdua akhirnya memilih untuk menggunakan jasa sewa kendaraan untuk mengantar kami ke Papuma.


Usai mendapatkan jasa kendaraan yang akan mengantar setelah tawar-menawar, kami pun segera memasukkan barang ke dalam bagasi dan memulai perjalanan. Kali ini kami melewati Jalan Dharmawangsa, kemudian belok ke arah Jalan Otto Iskandar Dinata, lalu lanjut ke arah Kecamatan Ambulu. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi dengan pemandangan hamparan persawahan, sesekali dengan latar belakang perbukitan. Hujan yang turun dalam perjalanan membuat saya sedikit khawatir, apa iya tujuan kami untuk melihat pemandangan matahari tenggelam akan terhalang oleh hujan? Saya pasrah, hanya bisa memandangi kaca pintu kendaraan yang basah oleh air hujan.

Tiba di perempatan lampu merah Ambulu, ingatan saya pun langsung bisa mengingat kembali kenangan perjalanan ke Tanjung Papuma pada masa itu. Ketika pagi-pagi saya turun dari angkot dan disambut tawaran ojek ke Papuma, kemudian saya pun langsung mengiyakan begitu saja tawarannya. Time flies, saya serasa masih bisa mengingat betul rute jalan melewati sebuah perkampungan dengan jalan aspal yang cukup bagus. Melewati beberapa belokan, sampai akhirnya menemukan pemandangan hamparan sawah dengan latar belakang perbukitan yang rindang, serta tak lupa bertemu dengan grandong yang lalu lalang di jalan mengangkut barang. Grandong adalah sebuah kendaraan rakitan yang terbuat dari mesin diesel dan dibentuk mirip seperti truk kecil. Kendaraan ini digunakan untuk alat angkut hasil pertanian/perkebunan yang biasa dipakai oleh masyarakat di pesisir selatan Jember hingga Banyuwangi.

Perjalanan kemudian berlanjut memasuki kawasan hutan jati. Jika masih musim penghujan seperti sekarang, nuansa hutan jati terlihat rindang dengan dominasi daun-daun berwarna kehijauan. Jika memasuki musim kemarau suasananya akan lebih kontras lagi dibandingkan musim penghujan. Yang membedakan suasana dulu dan sekarang adalah jalan aspal yang terasa semakin remuk karena lalu-lalang kendaraan yang semakin bertambah jumlahnya. Iya, Papuma kini sudah sangat terkenal di kalangan wisatawan, maka tak heran jika jumlah kunjungan wisatawan kini semakin bertambah. Ada hal lucu ketika kami memasuki pos retribusi. Tiba-tiba petugas meminta retribusi tiket masuk sebesar Rp 70.000,00 untuk dua orang plus mobil. Sontak saya kaget karena di plang informasi tertulis harga tiket masuk untuk wisatawan hanya sebesar Rp 17.500,00 per-orang di hari libur dan retribusi kendaraan roda empat sebesar Rp 5.000,00. Jika ditotal saya berdua dengan kawan harusnya hanya membayar sebesar Rp 40.000,00. Saya memberikan selembar uang "merah" kepada petugas dan diberi kembalian sebesar Rp 60.000,00, tepat seperti jumlah yang saya perkirakan. Ah, mungkin saja petugas tersebut mengira kami berdua adalah bule alias wisatawan asing yang akan berkunjung ke Papuma kali ya, karena kami berdua menggunakan jasa taksi untuk mengantar kami ke sini.


Ujian untuk tiba di Papuma adalah jalur tanjakan setelah pos retribusi. Saya baru menyangka jika tanjakan yang harus dilewati sangat terasa curam, padahal dahulu ketika dibonceng dengan ojek saya merasa biasa saja. Namun kali ini saya benar-benar mengamati bagaimana medan jalannya. Curam dan berkelok, namun kondisi jalannya sudah jauh lebih baik daripada tahun 2012 dulu, di mana saya pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Papuma. Usai tiba di Papuma, kami pun segera menuju bagian penginapan yang dikelola Perhutani untuk memesan kamar. Syukurlah, masih ada kamar kosong yang dapat kami gunakan, walaupun harga yang ditawarkan boleh dibilang kurang ramah dengan isi kantong kami. Tak apalah, kami memang sudah berniat untuk menginap di sini, menghabiskan senja dan menanti pagi keesokan harinya di Papuma. Tak ada waktu lagi untuk berleha-leha, usai membereskan barang dan berganti pakaian, kami pun segera menuju ke Siti Hinggil untuk menantikan matahari tenggelam. Ah, Papuma, akhirnya kutepati janjiku untuk kembali lagi kemari !

No comments:

Post a Comment

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com