Saturday, March 19, 2011

Menjelajahi Kasongan yang Terkenal dengan Kerajinan Gerabahnya


Penjelajahan di daerah Bantul saya akhiri dengan mengunjungi daerah Kasongan yang terkenal dengan kerajinan gerabahnya. Lokasinya tidak jauh dari kota Jogja, hanya cukup melewati Jalan Bantul, ke selatan tak jauh dari ringroad Anda akan menemui semacam gapura masuk yang menandakan Anda akan memasuki wilayah Kasongan ini. Sayang saya belum bisa memotret gapura tersebut karena keadaan yang kurang memungkinkan waktu itu :(

Setelah memasuki gapura yang pertama, Anda akan langsung disuguhi pemandangan berbagai kerajinan yang dijual di showroom-showroom yang terletak di sisi kanan dan kiri jalan. Showroom tersebut terkesan mahal dan cukup menciutkan nyali kami hehehe. Dianjurkan untuk terus mengikuti jalan lurus masuk ke kampung-kampung di dalamnya hingga melewati jembatan dan memasuki gapura kedua, di sana juga banyak showroom yang sepertinya dikelola sendiri oleh masyarakat sekitar.


Setelah memasuki gapura ini Anda akan disuguhi pemandangan berbagai kerajinan baik yang terbuat dari gerabah dan sebagainya dipajang di rumah-rumah yang berada di pinggir jalan lintasan ini. Jika terus masuk ke dalam maka Anda akan menemukan rumah-rumah penduduk yang sebagian besar mata pencaharian mereka adalah sebagai pengrajin gerabah karena di samping kanan dan kiri banyak terlihat orang yang sedang membakar gerabah untuk proses pematangan.



Tak hanya barang-barang gerabah saja yang dijual di daerah Kasongan ini, tetapi juga banyak barang-barang dari anyaman bambu, hiasan bunga-bunga, aksesoris, patung-patung besar dan kecil, dan lain sebagainya banyak juga di jual di sini. Ada beberapa toko yang menjual dengan harga pas tapi ada juga toko yang bisa ditawar harganya, yak tinggal pinter-pinter nya kita saja buat menawar agar dapat barang dengan harga yang pas. Ada juga guci-guci cantik untuk hiasan rumah dengan harga yang cukup terjangkau. Harga di kawasan Kasongan jauh lebih murah jika dibandingkan di Jogja kota menurut saya. Buat yang ingin mencari souvenir untuk acara pernikahan atau sekedar untuk kado ulang tahun teman, banyak pilihan barang yang menarik nan unyuu unyuu dengan harga yang terjangkau tentu saja. Kuncinya adalah jangan pernah ragu untuk menawar.




Di Kasongan ini saya hanya membeli semacam taplak yang terbuat dari anyaman bambu untuk hiasan di kamar kost dengan harga 10.000 rupiah saja setelah tawar menawar dengan pedagangnya :D


Friday, March 18, 2011

Pantai Samas, Masih Minim Fasilitas Pariwisata


Perjalanan di siang bolong hari ini saya lanjutkan menuju ke selatan yakni ke Pantai Samas, jalannya satu arah dengan daerah Ganjuran. Jalan menuju pantai ini lumayan sepi tak seramai seperti jalan menuju Pantai Parangtritis. Dari daerah Ganjuran membutuhkan waktu tempuh sekitar 20 menit perjalanan menggunakan motor. Jalan menuju pantai ini juga cukup bagus. Untuk masuk ke lokasi ini ditarik retribusi sebesar 2000 rupiah per orang dan 1000 rupiah untuk satu motor.


Saat memasuki wilayah pantai cukup kaget juga karena sangat sepi kondisinya, hampir tidak ada pengunjung (atau mungkin karena ini hari kerja). Untuk menuju pantai masih mesti parkir motor di rumah-rumah penduduk di sepanjang pantai, dilanjutkan jalan kaki menyusuri hamparan pasir yang lebih terasa seperti padang pasir siang itu, panas menyengat hingga ke dalam sepatu. 


Pantai ini bagi saya lebih terkesan horor karena benar-benar sepi, tak ada fasilitas untuk kegiatan pariwisata seperti warung makan dan lainnya, kondisi pantai yang lumayan kotor (karena memang musim angin barat kali ya), ombak yang cukup besar dan tidak ada penjaga pantai di sekitar lokasi ini. Saya dan kawan saya tidak betah berlama-lama di sini karena cuaca yang sangat panas serta suasana pantai yang benar-benar sepi membuat kami takut kalau terjadi apa-apa tidak ada yang menolong, hehehe.

Menurut saya sih dengan minimnya fasilitas yang ada pantai ini kurang recomended untuk dikunjungi, masih mending berkunjung ke Parangtritis atau Depok sih, karena lebih ramai dan juga fasilitas lebih memadai di sana.

Ganjuran, Gereja Unik Dengan Desain Arsitektur Jawa


Jalan-jalan saya kali ini mencoba mengelilingi beberapa wilayah di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Penjelajahan kali ini saya mengunjungi wilayah Ganjuran, yang merupakan salah satu tempat untuk peribadatan umat Katholik, karena di sana ada sebuah gereja yang cukup terkenal. Saya tertarik mengunjungi tempat tersebut karena bangunan gereja yang sangat unik di sana. Bangunan gereja tersebut perpaduan antara gaya arsitektur Jawa, Eropa dan Hindu. Gaya Eropa terlihat dari bangunan salib yang terdapat di atas bangunan, gaya Jawa klasik terlihat dari interior dari bangunan gereja yang digunakan untuk misa, serta adanya bangunan seperti candi yang terletak di samping gereja. Untuk mencapai ke daerah ini cukup mudah, hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit perjalanan dengan menggunakan motor dari kota Yogyakarta. Untuk mengunjungi tempat ini cukup ikuti saja arah Jalan Bantul lurus ke selatan, lokasinya cukup mudah dijangkau karena papan penunjuk jalan yang tersedia sangat membantu menuju ke lokasi ini.


Unik dan klasik, kesan pertama yang saya rasakan ketika melihat bengunan ini. Arsitektur Jawa sangat kental menghiasi interior bangunan gereja ini. Tempat ini memang bukan untuk tujuan wisata pada umumnya. Tempat ini lebih ditujukan sebagai tempat peribadatan. Ada hal unik di kompleks bangunan ini karena ada bangunan berbentuk seperti candi yang difungsikan sebagai tempat peribadatan juga. Ketika saya mengunjungi tempat ini tampak beberapa siswa sekolah menegah pertama yang sedang khusuk beribadat di area seperti candi tersebut.

Ini dia beberapa gambar yang sedikit menggambarkan kondisi dan keunikan dari bangunan gereja Ganjuran ini. Sayang saya tidak bisa berlama-lama untuk menikmati keindahan arsitektur bangunan ini karena harus segera melanjutkan perjalanan dan penjelajahan selanjutnya.




Saturday, March 12, 2011

Mampir ke Pantai Depok Lanjut Hunting Sunset di Pantai Parangtritis


Menjelajahi wilayah Yogyakarta memang tak akan ada habisnya. Di kota ini kita bisa memilih beragam wisata, baik itu wisata alam, wisata budaya, wisata belanja, maupun wisata kuliner. Letak geografis wilayah Yogyakarta yang di bagian utara merupakan gunung sedangkan di bagian selatan merupakan hamparan laut yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Penjelajahan saya kali ini adalah untuk hunting sunset di pantai Parangtritis yang sudah terkenal itu tapi kali ini kami terlebih dahulu mampir ke pantai Depok yang berada satu garis dengan pantai Parangtritis. Pantai Depok ini terkenal dengan wisata kulinernya karena di sini Anda bisa membeli langsung ikan-ikan dari nelayan dan banyak terdapat warung-warung yang menawarkan jasa untuk memasakkan ikan yang Anda beli tersebut.


Perjalanan menuju Pantai Depok memakan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor dari kota Yogyakarta. Pantai Depok ini terletak di wilayah Kabupaten Bantul, sebeah selatan kota Yogyakarta. Untuk memasuki wilayah pantai ini Anda cukup membayar retribusi masuk sebesar 3000 rupiah per orang plus 1000 rupiah untuk satu motor. Setelah memasuki wilayah Pantai Depok Anda masih membayar lagi biaya parkir sebesar 2000 rupiah yang sepertinya dikelola oleh masyarakat sekitar. Sesampainya di pantai ini Anda akan disambut dengan perahu nelayan yang pulang melaut dan menjajakan ikan hasil tangkapannya. Seperti pantai-pantai di daerah Bantul, Yogayakarta memang identik dengan pasir hitam dan ombak yang cukup besar, jadi Anda harus tetap hati-hati karena terkadang tiba-tida saja datang ombak yang cukup besar menghantam, hehehehe. 


Udara siang itu cukup terik dan membakar kulit, jadi disarankan untuk memakai sunblock agar kulit tidak terlalu gosong. Tujuan saya dan beberapa kawan berkunjung ke pantai ini memang bukan untuk acara wisata kuliner, tapi hanya sebatas singgah saja sambil menunggu sore dan kemudian lanjut ke Pantai Parangtritis untuk hunting sunset. Di sini kami mampir sekalian memesan es kelapa muda, lumayan lah dengan harga 7000 rupiah untuk satu buah kelapa muda plus es untuk menuntaskan dahaga karena cuaca siang itu sungguh terik di tambah dengan awan biru cerah.



Di kawasan Pantai Depok ini cukup gersang karena tidak ada tanaman yang berada di pinggir pantai. Ada beberapa tanaman cemara laut yang coba ditanam tapi meranggas. Setelah puas menikmati Pantai Depok dan waktu menujukkan pukul 15.30 kami segera bergegas untuk menuju Pantai Parangtritis untuk hunting sunset. Perjalanan dari Pantai Depok ke Parangtritis hanya memakan waktu sekitar 10 menit melewati gumuk pasir, salah satu spot favorit untuk hunting foto dan juga untuk syuting FTV dan beberapa video klip. Sesampainya di Pantai Parangtritis kami segera menitipkan motor kami, dan membayar parkir sebesar 3000 rupiah, lebih mahal jika dibandingkan dengan parkir di Pantai Depok.




Sesampainya di Pantai Parangtritis kami langsung mencari spot yang bagus untuk hunting. Pantai Parangtritis lebih datar dan hamparan pasirnya lebih luas dibanding dengan Pantai Depok. Beruntung sore itu cuaca sangat mendukung dan awan cerah sehingga kami bisa hunting sunset


Di Pantai Parangtritis ini Anda juga bisa menyewa kereta kuda kecil yang biasa disebut dengan "bendi" untuk berkeliling menyusuri pantai ini.




Jalan - Jalan Sore ke Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede


Yogyakarta terkenal sebagai salah satu destinasi wisata yang cukup terkenal di Indonesia bahkan dunia. Siang itu penjelajahanku untuk menyusuri kota ini aku tujukan ke wilayah pinggiran kota Yogyakarta, yakni di wilayah Kotagede yang terkenal dengan kerajinan peraknya. Sebenarnya sudah lama ingin menyusuri Kotagede ini bersama teman ku si Ian Riyanti, tapi karena kesibukan masing-masing baru lah kesampaian siang ini. Awalnya belum tau mau ke mana dan setelah muter-muter ga jelas kami memutuskan untuk pergi ke wilayah makam raja-raja yang berada di Kotagede tersebut. Sepanjang memasuki wilayah Kotagede ini sudah terhampar toko-toko yang membuat kerajinan yang berbahan perak, maklum lah di sini adalah tempat untuk pengrajin perak yang terkenal di Yogyakarta

Yak sampailah kami di makam raja-raja di Kotagede, terlihat cukup sepi suasana sore itu. Awalnya kami sempat kebingungan dan muter-muter ga jelas karena memang baru pertama kali kami mejelajahi tempat ini. Setibanya di pintu masuk kami bertanya kepada simbah-simbah yang rumahnya berada satu kompleks dengan pintu masuk lokasi makam raja-raja ini, dan beliau lah yang menjadi lokal guide kami sore itu. Lokasi makam raja-raja ini tak jauh dari pasar Kotagede. Ketika memasuki kompleks pemakaman ini suasana Jawa sangat kental terlihat dari bangunan-bangunan yang berada di dalamnya. Ketika Anda masuk ke dalam kompleks ini seperti berada di jaman kejayaan kerajaan zaman dahulu. Bangunan dengan arsitektur yang unik yang terbuat dari batu bata, yang dahulu konon katanya membangunnya tidak menggunakan semen, wooow. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat beberapa bangunan-bangunan, di antaranya adalah makam Raja Mataram, sendang lanang, sendang wadon dan beberapa bangunan lainnya. Untuk masuk ke lokasi ini tidak ada retribusi khusus, kami hanya diberitahukan untuk mengisi semacam kotak amal seikhlasnya kepada abdi dalem yang bertugas di dalam kompleks.


Lokasi yang kami kunjungi di dalam kompleks makam tersebut adalah sendang lanang, yang dulu biasanya digunakan untuk tempat mandi bagi para laki-laki. Di dekat sendang tersebut terdapat sumber mata air yang bersih dan konon katanya tidak pernah surut walaupun musim kemarau. Air yang berasal dari sumber mata air tersebut bagi pengunjung biasanya digunakan untuk membasuh muka agar terlihat awet muda, dan ada juga beberapa yang membawanya pulang dan diyakini akan mengabulkan permintaan (hehehe ini sih tergantung kepercayaan masing-masing ya). Ada hal yang unik di dalam kolam di dekat sendang tersebut, di mana kolam itu adalah sebagai tempat menampung air yang berasal dari sumber mata air atau sendang. Di dalam kolam tersebut terdapat beberapa ikan yang dianggap keramat, yakni empat ekor ikan lele kuning yang biasa dipanggil sebagai "Truno Lele" dan beberapa lele biasa yang konon katanya digunakan untuk menemani lele keramat tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat setempat tak ada yang berani menangkap maupun memakan ikan tersebut karena akan mendatangkan bencana bagi orang yang memakannya.


Lalu kami mengunjungi sendang wadon yang secara fungsi sama seperti sendang lanang, yakni sebagai pemandian para perempuan ketika jaman dahulu. Di dekat sendang tersebut juga terdapat kolam penampungan air yang di dalamnya juga terdapat lele keramat, namun sayang mereka tidak mau muncul. Menurut si simbah sih mereka mau muncul kalau diberi makan oleh pengunjung. Sampai sekarang sih air yang berada di sendang wadon masih digunakan oleh penduduk sekitar untuk mandi, terbukti terdapat sebuah bilik yang cukup luas yang difungsikan sebagai kamar mandi.


Tour kami yang singkat ini pun selesai, sayang kami tidak bisa masuk ke dalam lokasi makam karena ada jam-jam tertentu untuk mengunjungi lokasi makam tersebut. Untuk bisa masuk ke dalam makam pun tidak bisa sembarangan, karena pengunjung diwajibkan menggunakan pakaian kejawen, di mana para perempuan wajib mengenakan kemben dan laki-laki menggunakan pakaian kejawen komplit. Tenang saja, di lokasi ini sudah disediakan tempat untuk penyewaan pakaian jawa komplit untuk masuk ke dalam makam. Menurut si simbah yang menjadi guide kami sih pengunjung diwajibakan memakai pakaian kejawen komplit guna menghormati raja, walaupun beliau sudah tiada.

Kunjungan sore di makam raja-raja di Kotagede tersebut kami akhiri dengan beristirahat sejenak di depan kompleks Masjid Agung Kotagede yang berada satu kompleks dengan makam.




Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com