Monday, December 31, 2012

Es Dawet Telasih - Es Dawet Legendaris ala Pasar Gede Solo

Pasar Gede, sebuah pasar tradisional di salah satu sudut kota Solo yang cukup terkenal. Selain menyediakan barang kebutuhan harian, pasar ini juga menyimpan berbagai pilihan kuliner yang fenomenal.



Udara yang panas menyengat menyelimuti Kota Solo siang itu. Dahaga pun menyergap tenggorokan menuntut untuk segera dituntaskan. Pasar Gede, merupakan salah satu pasar tradisional yang menjadi landmark Kota Solo memiliki beberapa kuliner legendaris yang patut Anda jadikan agenda wisata untuk memanjakan lidah. Salah satu kuliner khas dan cukup legendaris di Pasar Gede adalah dawet telasih, minuman tradisional yang cocok untuk menuntaskan dahaga di tengah teriknya

Pantai Goa Watu Lawang - Pantai dengan Celah Bebatuan yang Memanjang

Menemukan hamparan pantai berpasir putih di antara bukit karang yang menjulang bagai menemukan sebuah surga yang tersembunyi di antara hiruk-pikuk pengunjung. Pantai Goa Watu Lawang, menyajikan pemandangan pantai yang sepi dengan nuansa yang asri.



Puas menyusuri keindahan Pantai Indrayanti, saya pun beranjak untuk meninggalkan lokasi. Sebelum menuju parkiran motor, saya tertarik melihat sebuah papan plang yang bertuliskan "Pantai Watu Lawang, 500 meter". Saya pun kemudian memutuskan menyusuri jalan setapak bebatuan yang berada di sebelah timur Pantai Indrayanti ini. Sepanjang jalan setapak ini kita akan

Saturday, December 29, 2012

BROMO !

Tulisan ini murni adalah pengalaman penulis ketika mengunjungi Gunung Bromo, salah satu destinasi yang wajib dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Berhubung banyak yang menanyakan bagaimana cara menuju Bromo, di mana tempat menginapnya, bagaimana cara untuk berkeliling Bromo, bagaimana sewa jeep dan sebagainya, maka penulis akan kembali membuat ulasan mengenai perjalanan menuju Bromo !



Perjalanan menuju Gunung Bromo adalah pengalaman pertama saya solo traveling alias bepergian seorang diri tanpa teman yang mendampingi. Saya akan kembali me-review perjalanan saya menuju Bromo dengan starting point Yogyakarta.

Monday, December 24, 2012

Pantai Indrayanti - Pantai dengan Fasilitas Cottage dan Resto yang Tertata Rapi

Selain menawarkan pemandangan pantai dengan pasir putih yang menawan, Pantai Indrayanti juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang semakin menambah semarak liburan Anda bersama teman maupun keluarga.



Wisata berkedok observasi, ya begitulah perjalanan saya bersama dengan seorang kawan kali ini menyusuri pesisir selatan Gunung Kidul yang cukup tersohor dengan keindahan pantai pasir putihnya. Tujuan kami adalah ingin menyambangi Pantai Indrayanti yang terletak di Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Perjalanan dari kota Jogja menuju lokasi ini memakan waktu sekitar dua jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Sepeda motor pun

Thursday, December 20, 2012

Toko Oen - Rumah Makan Nostalgia ala Tuan dan Nyonya Belanda

Malang, selain memiliki keindahan tata kotanya yang menawan, ternyata masih menyimpan sebuah toko dengan nuansa atmosfer kolonial Belanda yang kental. Memasuki toko ini serasa diajak menuju masa lalu mengenang Kota Malang tempo dulu.



"Welkom in Malang, Toko Oen Die Sinds 1930 Ann De Gasten Gezelligheid Geeft", begitulah isi dari spanduk yang tertera ketika kita memasuki sebuah bangunan tua di sudut Jalan Jend. Basuki Rakhmad, salah satu jalan protokol di Kota Malang. Spanduk dalam Bahasa Belanda ini memiliki arti "Selamat Datang di Malang, Toko Oen sejak tahun 1930 telah memberikan suasana nyaman". Ya, Toko Oen

Saturday, December 15, 2012

Candi Badut - Perpaduan Gaya Arsitektural Candi Jawa Tengah dan Jawa Timur

Melihat bangunan yang terbuat dari batuan andesit tersebut, pikiran serasa melayang membayangkan kejayaan di masa kerajaan. Candi, sebuah bukti kejayaan sekaligus bukti tingginya peradaban seni arsitektural dari masa lampau dari sebuah kerajaan.



Menemukan bangunan candi di Malang merupakan sebuah kejutan. Saya sebelumnya memang belum mengetahui tentang keberadaan bangunan candi di kota ini. Kebetulan melintas di kawasan perumahan Bukit Tidar, saya melihat tulisan "menuju ke Candi Badut", kemudian saya meminta teman saya untuk mampir ke bangunan tersebut. Secara administratif, Candi Badut terletak di Dusun Badut, Desa Karang Widoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Untuk berkunjung ke candi ini cukup melapor saja kepada petugas jaga yang berjaga di post penjagaan. Bedanya masuk ke area candi di daerah Jogja/Jawa Tengah dengan candi di Malang ini adalah kita tidak perlu membayar iyuran sepeser pun. Berbeda dengan candi-candi di Jogja maupun di Jawa Tengah

Wednesday, December 12, 2012

Aglioo - The Real Wood Oven Italian Pizza


Siapa sih yang tak kenal dengan pizza? Makanan khas Italia yang terdiri dari bahan dasar roti dengan racikan berbagai macam taburan sayuran, daging, dan keju ini barangkali sudah menjadi menu yang cukup familiar untuk sebagian masyarakat di perkotaan. Ngomong-ngomong soal Italian pizza di Jogja pada khususnya, ada salah satu gerai yang menjadi favorit saya untuk menyantap menu yang satu ini. Yap, Aglioo Pizza and Pasta yang berlokasi di Jalan Prawirotaman nomor 29 Jogja. Daerah Prawirotaman merupakan

Tuesday, December 11, 2012

Pecel Pincuk ala Malang Untuk Menu Sarapan

Menyambangi sebuah kota tidak lengkap rasanya jika tidak menyambangi kuliner khasnya. Kota Malang, selain terkenal dengan pemandangan alamnya, kota ini juga menjadi salah satu tujuan untuk memanjakan lidah.


Kota Malang selain terkenal dengan pemandangan alam dan tata kotanya yang cukup menawan, juga menyimpan kekayaan kuliner khas yang siap memanjakan lidah Anda. Ada berbagai menu masakan di kota ini yang siap untuk Anda jelajahi. Salah satu menu yang menjadi ciri khas kota ini adalah bakso Malang atau dalam bahasa lokal setempat disebut dengan bakwan Malang. Tapi kali ini saya tidak akan membahas menu yang legendaris tersebut. Saya akan membahas mengenai nasi pecel ala Malang yang menjadi salah satu menu favorit untuk sarapan.

Lazimnya orang Indonesia, khususnya orang Jawa,

Tugu Alun-Alun Bundar - Taman Bunga di Depan Kantor Balai Kota

Kota Malang terkenal dengan tata kotanya yang mempertahankan area hijau di segala penjuru kotanya. Mengunjungi kota ini mata selalu dimanjakan dengan suasana hijuanya pepohonan yang rindang serta hamparan tanaman bunga yang menawan.



Jalan-jalan pagi ini berlanjut menyusuri taman di salah satu sudut di Kota Malang. Bagi saya, salah satu ciri khas dari Kota Malang adalah penataan kotanya yang selaras dengan alam. Pepohonan besar tetap dibiarkan tumbuh subur di antara kuatnya laju pembangunan. Lahan terbuka hijau idealnya dimiliki oleh sebuah kota sebagai tempat yang bersifat public space area. Area terbuka ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti bersisialisasi maupun melakukan kegiatan-kegiatan positif lainnya.


Malang memiliki sebuah taman kota yang sangat cantik menurut saya. Tugu Alun-Alun Bundar, begitulah nama yang terpampang di salah satu sudut taman kota tersebut. Taman ini memiliki beberapa sebutan antara lain adalah Taman Tugu Balai Kota Malang, Taman Tugu Bunder, Alun-Alun Tugu, Alun-Alun Bundar, dan sebagainya. Dinamakan Tugu Alun-Alun Bundar karena secara kasat mata taman ini memang berbentuk lingkaran, di tengahnya terdapat sebuah tugu kebanggaan arek Malang, dan lokasinya berada persis di depan Balai Kota. Taman ini memiliki hamparan tanaman bunga yang sangat cantik dengan berbagai warna, dipadukan dengan pepohonan yang rindang. Di bagian tengah taman terdapat sebuah kolam yang ditumbuhi bunga teratai yang tumbuh dengan subur. Nah, di bagian tengah kolam inilah terdapat sebuah tugu berbentuk seperti lilin yang menjadi icon Kota Malang.


Tugu Alun-Alun Bundar ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Taman tugu ini dahulu dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kepemimpinan Jendral Pieter Zoen Coen, berfungsi sebagai Taman Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan konsep taman dengan ruang yang terbuka. Pada masa setelah kemerdekaan, dilakukan peresmian tugu peringatan proklamasi kemerdekaan yang ditanda tangani oleh Dulaenowo selaku Wakil Gubernur Jawa Timur, Mr. Soenarko selaku Residen Malang, dan AG Soeroto selaku ketua panitia pembangunan tugu yang dilakukan pada 17 Agustus 1946. Namun, pembangunan tugu tersebut sempat terhenti karena terjadi Agresi Militer Belanda 1. Arek-arek Malang memiliki keyakinan bahwa selama pondasi tugu tersebut masih berdiri, maka perjuangan arek-arek Malang tersebut tidak dapat dipatahkan. Keyakinan ini justru berubah menjadi petaka setelah tentara Belanda mendengarnya. Tugu tersebut kemudian dihancurkan oleh Belanda pada 23 Desember 1948. Setelah perang usai, tugu yang telah hancur dibangun kembali. Tugu tersebut akhirnya selesai dan diresmikan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953 dengan nama Tugu Nasional.

Tugu Alun-Alun Bundar ini memiliki fungsi yang cukup beragam. Fungsi taman kota ini antara lain adalah fungsi kesehatan karena banyaknya pepohonan yang tumbuh mengeluarkan oksigen untuk kebutuhan manusia. Fungsi ekologis yaitu dengan banyaknya jenis tanaman yang tumbuh subur serta penyediaan habitat untuk beberapa jenis burung sehingga dapat menjaga kualitas lingkungan kota. Taman kota sebagai tempat berolah raga dan sebagai tempat untuk rekreasi yang memiliki nilai sosial, ekonomi, dan juga edukasi. Fungsi yang terakhir adalah taman kota sebagai tempat yang memiliki nilai seni dan estetika yang menambah keindahan kota.


Taman ini memiliki letak yang sangat strategis di tengah-tengah kota. Selain terletak di depan Balai Kota Malang, taman ini juga dekat dengan pusat-pusat perekonomian seperti mall dan pusat perbelanjaan, pusat-pusat pendidikan, pusat pemerintahan, dekat dengan stasiun Kota Malang serta tak ketinggalan pasar hewan dan pasar bunga. Waktu berkunjung yang paling pas di Tugu Alun-Alun Bundar ini pada pagi dan sore hari ketika banyak masyarakat yang melakukan aktivitas olah raga di taman kota ini seperti jogging dan jalan santai, atau hanya sedekar berkumpul bersama teman-teman untuk berfoto bersama menikmati keindahan dan kesejukan taman kota Malang.

Gereja Santa Maria - Gereja Katedral dengan Arsitektur Belanda yang Kental

Kota Malang menyimpan keindahan arsitektur peninggalan zaman Kolonial Belanda yang hingga kini masih terawat. Mengunjungi Malang, serasa kita diajak untuk bernostalgia menikmati suasana masa lalu melalui bangunan-bangunan tua.


Sekitar pukul 04.30 pagi saya dan teman saya si enyak bergegas meninggalkan rumah untuk memulai petualangan menyusuri beberapa sudut di Kota Malang. Walaupun tergolong masih sangat pagi, namun matahari sudah cukup cerah menyinari kota Malang. Si enyak ini adalah teman SMA saya dulu yang kini tinggal di Malang. Selama di Malang saya nebeng di rumahnya, lumayan lah untuk menghemat ongkos untuk penginapan. Tujuan saya ke Malang kali ini adalah untuk berwisata kuliner dan juga wisata arsitektur. Tujuan pertama pagi ini adalah  menyusuri keindahan Gereja Santa Maria yang terletak di ujung Jalan Ijen, dekat dengan Universitas Negeri Malang. 


Jalan Ijen merupakan salah satu jalan yang cukup rapi penataannya menurut saya. Pohon-pohon masih dibiarkan tumbuh dengan subur sehingga memberikan kesan rindang di sepanjang jalan. Di sekitaran jalan ini masih banyak kita temui bangunan rumah bergaya kolonial Belanda yang hingga kini masih dipertahankan bentuknya. Suasana di pagi hari masih cukup sepi sehingga cukup memudahkan untuk  mengambil gambar tanpa terhalang lalu-lalang kendaraan. 

Selain sebagai tempat peribadatan umat Katholik, Gereja Katedral ini konon menjadi salah satu magnet daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Malang. Tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Malang jika tidak menyempatkan untuk mengabadikan bangunan tua dengan ciri khas arsitektur Belanda yang terletak di ujung Jalan Ijen ini.

Monday, December 10, 2012

Mendadak Malang !

Perjalanan menyusuri pesisir selatan Jember saya akhiri dengan menikmati pemandangan alam di Pantai Watu Ulo, pantai pasir hitam dengan ombaknya yang cukup tenang. Saya pun menghampiri si bapak tukang ojek untuk meneruskan perjalanan. Jalur yang dilalui kali ini berbeda dengan jalur keberangkatan tadi. Kali ini jalur yang dipilih adalah menyusuri sepanjang pesisir selatan Jember dengan pemandangan perkampungan penduduk yang mendominasi. Si bapak menarik gas motor cukup kencang sehingga semilir angin pantai selatan menerpa badan. Ojek di daerah Papuma memang cukup rock n' roll, si bapak tidak tidak memberikan saya helm, lumayan bikin deg-deg-an juga karena si bapak membawa motor cukup kencang. Tapi siang itu saya cukup menikmati perjalanan pulang, walaupun matahari cukup terik menyengat seluruh kulit. Kali ini si bapak tukang ojek langsung mengantarkan saya menuju Terminal Ambulu, bukan di daerah perempatan seperti saya bertemu dengan si bapak tadi pagi.  Sesuai kesepakatan sebelumnya, untuk ongkos pulang ini saya membayar sebesar Rp 30.000,00 untuk sekali jalan.


Ambulu - Probolinggo via Akas Asri
Entah disadari atau tidak, bus Akas Asri memang cukup mendominasi bus yang melayani rute Malang, Pasuruhan, Probolinggo, Lumajang, Jember, hingga Banyuwangi. Siang itu sudah ada dua bus yang akan berangkat menuju Surabaya. Saya menunggu bus yang kedua karena bus tersebut sudah menggunakan AC. Sekitar 45 menit saya menunggu keberangkatan bus Akas Asri tersebut. Lumayan lama memang, namun saya sedikit terhibur dengan pemandangan alam daerah Ambulu yang cukup cantik. Deretan pegunungan kokoh mengelilingi bak sebuah benteng alami.

Karena tujuan saya berikutnya adalah kota Malang, maka saya putuskan untuk turun ke daerah Probolinggo untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Malang. Tarif bus dari Ambulu menuju Probolinggo adalah Rp 18.000,00 (data bulan November 2012) dengan waktu tempuh sekitar dua hingga tiga jam perjalanan, tergantung dengan kondisi jalan. Mengingat bus ini merupakan bus dengan kelas AC-Ekonomi, jadi harap bersabar jika di beberapa tempat si sopir akan nge-time untuk mencari penumpang dan juga banyak pengamen yang masuk silih berganti.

Probolinggo - Malang via Bus Patas
Sekitar pukul 16.00 saya tiba di terminal Probolinggo. Bagi saya terminal ini sudah cukup familiar sehingga saya langsung mencari bus patas tujuan Malang. Beruntung sore itu langsung ada bus patas yang menuju ke Malang. Tarif bus patas dari Probolinggo menuju Malang adalah Rp 23.000,00 (data bulan November 2012) dengan waktu tempuh sekitar dua jam perjalanan. Karena merupakan bus dengan kelas patas, maka Anda akan aman dari serbuan para pengamen sepanjang perjalanan Anda. Terminal Arjosari, merupakan terminal bus antar kota di Malang. Sesampainya di terminal ini, Anda dapat melanjutkan perjalanan menuju Malang kota dengan jasa angkot. Angkot di Malang beroperasi sampai malam hari sekitar pukul 21.00, namun dengan tarif yang disesuaikan. Tarif angkot pada umumnya adalah Rp 2.500,00 per-orang, namun berhubung saya sampai Malang sudah malam, si sopir angkot meminta penumpang untuk membayar tarif sebesar Rp 5.000,00. 

Pantai Watu Ulo - Pantai Favorit Untuk Rekreasi Keluarga

Selain keindahan pantai pasir putihnya yang menawan, Jember juga memiliki pantai dengan nama yang unik. Pantai Watu Ulo, pantai yang terkenal dengan legenda mistiknya, siap menjadi lokasi berlibur untuk keluarga.


Gagal mendapatkan penginapan di Tanjung Papuma mengharuskan saya memutar otak menyusun ulang itinerary yang saya rencanakan sebelumnya. Bapak-bapak dari Perhutani yang bertugas menjaga cottage sebanarnya juga menawarkan saya untuk mencari penginapan di Watu Ulo sebagai alternatif penginapan selain di Tanjung Papuma. Saya bergegas untuk menghubungi Pak Sugiran, tukang ojek yang saya gunakan jasanya tadi pagi mengantarkan saya menuju Tanjung Papuma untuk menjemput saya guna melanjutkan perjalanan selanjutnya. Sebelum benar-benar meninggalkan pesisir selatan Jember ini, saya meminta beliau untuk mampir sebentar di Pantai Watu Ulo, sekalian menghilangkan rasa penasaran saya akan pesona pantai dengan nama unik ini.


Pantai Watu Ulo memiliki kondisi yang sangat kontras jika dibandingkan dengan Tanjung Papuma. Pantai Watu Ulo memiliki kontur tanah yang cukup landai, ombak yang cukup tenang, dan pasir pantai yang berwarna kehitaman. Kontras dengan Tanjung Papuma yang memiliki pantai berpasir putih dan memiliki tebing-tebing yang menantang, walaupun lokasi kedua pantai tersebut cukup berdekatan jaraknya. Suasana Pantai Watu Ulo ini sekilas mirip dengan pantai-pantai di daerah Bantul, Yogyakarta, seperti Pantai Depok maupun Pantai Parangtritis, namun memiliki pasir pantai yang lebih halus dan air laut yang jernih berwarna kebiruan.


Pemberian nama Watu Ulo sendiri konon mengacu pada rangkaian batu karang yang memanjang dari pesisir pantai menuju ke laut. Batu ini memiliki tesktur mirip seperti sisik ular, sehingga pantai ini dinamakan Watu Ulo oleh masyarakat setempat. Menurut pengamatan saya, pengunjung pantai ini kebanyakan adalah dari kalangan keluarga yang bertamasya bersama. Pantai yang landai, ombak yang tenang menjadikan pantai ini cukup aman untuk bermain dan mandi menikmati deburan ombak. Tapi, tetap jaga kewaspadaan ya, demi keselamatan Anda! Pada hari biasa pantai ini cukup lengang oleh wisatawan, tetapi keadaan akan berubah di hari libur, banyak pengunjung yang menghabiskan waktu mereka bermain-main di pantai ini untuk sejenak melepas penat. Fasilitas yang ditawarkan Pantai Watu Ulo pun cukup beragam, mulai dari deretan warung makan yang dikelola oleh warga setempat, toilet dan kamar mandi umum, serta tak ketinggalan penginapan bagi Anda yang ingin menghabiskan malam di pantai ini. 

Saya hanya sebentar mampir di Pantai Watu Ulo ini. Berhubung waktu sudah siang dan pasir pantai cukup panas menyengat di kaki, saya putuskan untuk segera mengakhiri penjelajahan saya menyusuri pesisir selatan Kota Jember ini. 

Thursday, December 6, 2012

Tanjung Papuma - Surga Bahari di Selatan Jember

Perjalanan menuju Tanjung Papuma memang penuh kejutan. Kita serasa memasuki dimensi lain dari bumi ini. Melewati hutan belantara yang berisi pohon jati dengan daun yang meranggas pada musim kemarau, menaiki bukit, hingga akhirnya menemukan sebuah lukisan alam yang begitu sempurna karya Sang Pencipta.



Nama Tanjung Papuma mungkin belum sepopuler nama-nama pantai di lain di Indonesia. Namun, pesona Tanjung Papuma tidak kalah elok dengan pantai-pantai lain yang sudah terkenal. Tanjung Papuma terletak sekitar 37 kilometer sebelah selatan Kota Jember. Perjalanan dari Kota Jember memakan waktu sekitar satu jam perjalanan. Akses jalan menuju Tanjung Papuma cukup bagus, walaupun akses jalan setelah loket retribusi dalam keadaan agak rusak, namun masih cukup layak dilalui kendaraan. Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor maupun mobil, atau menggunakan jasa tukang ojek untuk dapat sampai ke lokasi.



Papuma sendiri merupakan sebuah singkatan dari Pasir Putih Malikan. Pantai berlokasi di di kawasan hutan konservasi yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Jember. Sepanjang perjalanan menuju Tanjung Papuma banyak pemandangan menarik yang memanjakan mata setiap pengunjungnya. Setelah memasuki gerbang selamat datang, perjalanan dilanjutkan menelusuri deretan hutan dan perbukitan dengan jalan aspal yang sedikit sempit. Hutan tersebut yang berisi pohon jati diselingi dengan kebun jagung milik warga. Pemandangan yang cukup kontras adalah deretan pohon jati yang subur diselingi dengan pepohonan jati yang meranggas tanpa dedaunan dibalut dengan latar belakang awan biru di pagi hari. Menelusuri jalanan sempit di antara hutan jati ini serasa memasuki sebuah lorong waktu menuju tempat yang tak pernah terduga di dalam benak kita. Menurut salah satu informasi, pohon jati yang meranggas ini memang sengaja dimatikan untuk dipanen hasilnya. Ya, mungkin saja pohon-pohon jati tersebut akan ditebang untuk dimanfaatkan kayunya. Saya sendiri susah menebak-nebak ada apa gerangan di balik deretan perbukitan itu. Apakah di sana sudah dekat dengan garis pantai, atau masih jauh? Perjalanan menelusuri deretan perbukitan dan hutan jati ini memang penuh dengan tebakan.


Tak lama setelah menyusuri hutan jati, tibalah di pertigaan tempat pos retribusi. Jika kita belok ke kiri, maka kita akan menuju Pantai Watu Ulo, jika belok ke kanan, kita akan menuju ke Tanjung Papuma. Jalan menuju ke Tanjung Papuma dari arah pos jaga ini cukup menanjak dan banyak jalan yang berlubang, disarankan bagi yang menggunakan motor atau mobil memasukkan gigi 1 saja ditanjakan ini. Sepanjang jalan tanjakan ini saya melihat vegetasi hutan yang cukup lebat. Dari puncak bukit samar-samar terlihat pesona Tanjung Papuma dengan pasir putihnya  di balik rindangnya pepohonan. Serasa di dalam negeri mimpi, sepertinya kemarin saya masih keliaran di Malioboro tapi pagi ini saya sudah menginjakkan kaki ke Tanjung Papuma !



Hamparan pasir putih, ombak yang cukup tenang di beberapa titik, gradasi warna air laut yang terlihat kontras, jajaran perahu nelayan yang sedang berlabuh, bebatuan karang yang menjulang tinggi, serta deretan pepohonan rindang di tepi pantai menjadi pemandangan khas dari Tanjung Papuma. Untuk ombak di Tanjung Papuma memiliki level yang bermacam-macam. Ada lokasi yang memiliki ombak tenang sehingga aman digunakan untuk bermain, ada pula di beberapa titik yang ombaknya cukup besar dan langsung mengarah ke bebatuan sehingga tidak disarankan bagi pengunjung bermain-main di area ini. Keunikan lain dari Tanjung Papuma adalah kita dapat melihat matahari terbit (sunrise) dan matahari tenggelam (sunset) di satu tempat. Jika kita tiba di pagi hari, selain menikmati menikmati pemandangan matahari terbit, kita juga dapat melihat perahu para nelayan yang bersandar selepas melaut menangkap ikan.




Pesona yang sebenarnya dari Tanjung Papuma adalah keberadaan bebatuan karang yang kokoh menjulang dihantam ganasnya ombak laut selatan. Berjalanlah ke arah selatan, kemudian naiklah ke atas bukit yang bernama Siti Hinggil, di sanalah Anda akan menemui pesona Tanjung Papuma yang sebenarnya. Sebuah batu karang yang menjualng tinggi menyerupai bukit kecil yang berada di tengah lautan menjadi ikon pariwisata di selatan Jember ini. Bebatuan tersebut konon dihuni oleh banyak sekali ular laut sehingga tidak seorang pun berani menyeberang menuju batu tersebut. Di Siti Hinggil ini terdapat sebuah bangunan pendopo, dari sini kita dapat melihat keindahan Tanjung Papuma dari atas bukit, baik dari hamparan garis pantai sampai dengan lebatnya hutan konservasi yang sangat dijaga kelestariannya.



Batu-batu karang besar ini memiliki nama seperti nama di pewayangan seperti Narada di sebelah selatan Siti Hinggil, Batara Guru, Kresna, dan batu kodok di sebelah timur batu Narada. Di bagian Siti Hinggil ini Anda akan puas menikmati keindahan Tanjung Papuma yang terhampar luas di depan mata. Karena letaknya antara hutan konservasi, jangan heran jika Anda melihat sekawanan primata liar berbagai jenis yang bebas berkeliaran. Hutan di sini sangat dilindungi dan tidak diizinkan seorang pun berburu di kawasan ini untuk menjaga kelestariannya. Ya, untuk jaga-jaga saja harap selalu waspada saja jika tidak ingin barang-barang Anda diambil oleh kawanan primata liar ini.

Fasilitas 
Sebagai salah satu obyek wisata andalan di Kota Jember, Tanjung Papuma memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai. Mulai dari deretan warung makan yang dikelola oleh warga sekitar, kamar mandi umum, hingga penginapan yang dikelola oleh Perhutani tersedia di pantai ini. Untuk warung makan, menu yang disajikan rata-rata adalah seafood hasil tangkapan dari nelayan setempat. Untuk pelepas dahaga, Anda dapat memesan es kelapa hijau muda dengan harga Rp 7.000,00 per-bijinya.




Untuk pilihan penginapan, Anda dapat meninap di cottage yang dikelola oleh Perhutani dengan kisaran harga mulai dari Rp 150.000,00 sampai dengan Rp 400.000,00 per-kamar (data November 2012). Awalnya saya berencana ingin meninap di Tanjung Papuma ini, namun sayang nasib sedang tidak berpihak. Kamar yang saya incar ternyata sudah habis dipesan dan tinggal kamar dengan harga Rp 360.000,00 per-malam. Pihak Perhutani menawarkan untuk menyewa tenda dome dengan harga Rp 75.000,00, tetapi saya tolak karena alasan keamanan, mengingat Tanjung Papuma berada di tengah-tengah hutan konservasi dan masih banyak kawanan primata liar di sana. Bagi Anda yang gemar berpetualang di alam bebas, tak ada salahnya mencoba mendirikan tenda sambil menikmati deburan ombak Tanjung Papuma ditemani dengan cahaya api unggun pada malam hari. Dengar-dengar katanya Tanjung Papuma juga bisa dijadikan sebagai spot untuk snorkling. Persewaan alat untuk snorkling dibandrol dengan harga Rp 50.000,00 termasuk jaket pelampung. Saya sendiri sebenarnya penasaran ingin melihat keindahan bawah laut Tanjung Papuma, sayang saya kurang mengetahui informasi untuk persewaan alat snorkling dan juga pemandunya.


Terlepas dari keindahan Tanjung Papuma yang memanjakan mata, ada sedikit kisah pilu yang sedikit mengganggu pandangan mata saya. Ya, banyak sampah yang masih berserakan di beberapa tempat. Sepanjang pengamatan saya Tanjung Papuma ini masih minim dengan fasilitas tempat sampah. Saya melihat banyak sekali sampah-sampah plastik bekas bungkus makanan maupun air mineral yang dibuang begitu saja. Sangat disayangkan memang jika pengunjung yang datang ke sini masih rendah kesadaran mereka akan membuang sampah pada tempatnya, ditambah kurangnya fasilitas pengolahan sampah oleh pihak pengelola. Di sekitar pantai sih saya melihat ada seorang yang menyapu bekas-bekas sampah yang berserakan, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik kemudian dia kumpulkan lalu dibakar. Ya, alangkah arifnya jika pengunjung juga memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan untuk menjaga keindahan Tanjung Papuma ini.


Nah, bagi Anda yang penasaran dengan pantai yang bisa melihat view sunrise dan sunset dalam satu tempat sambil menikmati pesona pantai berpasir putih, tak ada salahnya jika menyempatkan diri untuk menyambangi Tanjung Papuma di pesisir selatan Kota Jember ini.

keterangan :
retribusi masuk ke Tanjung Papuma (data November 2012)
hari biasa : Rp 5.000,00 + asuransi
hari libur  : Rp 7.000,00 + asuransi

toilet : Rp 2.000,00

Saya mendapatkan tambahan informasi, bagi Anda yang ingin mengakses fasilitas seperti persewaan alat snorkling, tour bahari, persewaan ATV, flying fox, dan sebagainya, dapat menghubungi pihak Papuma Adventure yang bermarkas di sebelah mushola.

tips : untuk mendapatkan view landscape yang bagus disarankan datang pada pagi hari, sekitar pukul 06.00 sampai dengan pukul 10.00 karena matahari belum terlalu menyengat, dan jangan lupa untuk menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan !

Tuesday, December 4, 2012

Perjalanan dari Jogja Menuju Tanjung Papuma


"Next trip ke mana lagi?", mungkin saja pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di kepala bagi Anda yang sudah kecanduan apa itu namanya traveling. Mungkin juga bagi Anda sudah memiliki agenda khusus mengenai kapan dan ke mana tempat selanjutnya untuk dijelajahi. Traveling bisa menjadi gaya hidup bahkan juga kebutuhan bagi sebagian orang. Bagi saya traveling merupakan salah satu wahana untuk mengenal diri sendiri, pun demikian juga untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, menikmati kekayaan dan keindahan ciptaan tangan-Nya yang maha sempurna. Jujur, saya sendiri tidak pernah memiliki perencanaan untuk bepergian ke mana, karena hampir selalu perencanaan yang saya buat jauh-jauh hari sebelumnya hanya berujung sebagai wacana saja. Ya, perjalanan ke Tanjung Papuma ini merupakan pengalaman solo traveling saya yang kedua, alias perjalanan seorang diri setelah bulan Mei kemarin saya nekat menjelajah seorang diri ke Bromo. Perjalanan kali ini saya pun juga menerapkan prinsip "modal nekat" untuk dapat melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keindahan Tanjung Papuma yang sebenarnya. Perjalanan ke Tanjung Papuma juga menjadi perjalanan dadakan, mengingat rencana saya untuk bertandang ke Dieng dan Kawah Ijen saya urungkan karena cuaca yang sedang tidak bersahabat. 

Sebelum saya berangkat ke kampus pada pagi hari, saya sempat berkicau mengutarakan keinginan saya untuk menjelajah Tanjung Papuma. Niatnya sih sekalian memberi kode siapa tahu ada yang berminat untuk bergabung dengan saya. Kicauan saya disambar oleh akun @PapumaJember, yang awalnya saya kira hanya akun-akun spam yang hobi menyambar tweet. Saya pun mencoba menuliskan kicuan kepada akun tersebut untuk bertanya rute kendaraan umum menuju Papuma. Tidak disangka, akun @PapumaJember bukanlah akun spam seperti perkiraan saya. Kicauan saya dibalas dan akun tersebut menjelaskan rute kendaraan umum menuju Tanjung Papuma. Siang hari sepulang dari kampus, saya sempatkan dulu untuk browsing informasi mengenai akses kendaraan umum menuju Papuma. Dari beberapa blog yang saya kunjungi rata-rata memang kurang menjelaskan bagaimana akses menuju Tanjung Papuma. Mereka hanya menjelaskan bagaimana keindahan Tanjung Papuma, dengan tampilan beberapa foto narsis sebagai pelengkap blog mereka. Tidak apalah, toh blog pribadi kan suka-suka si penulis mau menuliskan apa yang dia mau bukan?

Sembari browsing informasi saya menghubungi beberapa teman untuk mengajak trip bersama. Anyway as usual, ajakan saya mereka tolak dengan berbagai macam alasan. Yasudah lah, lebih baik saya jalan sendiri saja daripada tidak terealisasi. Pukul 14.30 saya pun membulatkan tekat untuk berangkat, packing apa adanya dan membawa bekal secukupnya. Sekitar pukul 15.00 saya pun bersiap meninggalkan kost langsung berjalan kaki menuju halte Trans Jogja terdekat untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju terminal Giwangan. Jogja sore itu terasa cukup padat lalu lintasnya, perjalanan dari halte Trans Jogja depan RS Sardjito menuju ke terminal Giwangan memakan waktu sekitar 1 jam lebih. Ya, beginilah, sistem transportasi massal terkadang malah memakan waktu yang panjang.


Perjalanan Jogja-Jember dengan Bus Akas Asri
Kenapa saya memilih transportasi bus antar kota? Menurut saya waktu keberangkatan lebih fleksibel, walau dari segi waktu tempuh maupun biaya lebih mahal jika dibandingkan dengan menggunakan kereta api. Pertimbangan saya lainnya adalah jika menggunakan bus antar kota pada malam hari saya dapat menghemat ongkos penginapan, karena saya bisa istirahat di dalam bus pada malam hari, dan sampai di tujuan pada pagi harinya. Beruntung setelah saya sampai di terminal Giwangan, ada bus tujuan Jogja-Banyuwangi yang akan berangkat. Saya pun segera naik dan mencari tempat duduk yang nyaman bagi saya. Beruntung pula penumpang sore itu tidak terlalu ramai seperti yang biasa saya lihat. Harga tiket bus dari Jogja menuju Jember sebesar Rp 72.000,00 per-orang. Perjalanan dari Jogja menuju Jember memakan waktu sekitar 10-12 jam perjalanan, tergantung dengan kondisi lalu lintas.

Bus Akas Asri ini memiliki seat dengan setelan 3-2, setara dengan kelas AC ekonomi. Satu hal yang kurang nyaman bagi saya adalah tempat duduknya agak sempit di bagian kaki, sehingga agak menyulitkan untuk bergerak atau meluruskan kaki. Kualitas tempat duduk cukup nyaman dan AC-nya cukup kencang kok. Selama perjalanan yang cukup panjang itu jangan harap Anda mendapatkan kupon makan mengingat bus ini hanya berkelas AC ekonomi. Memasuki area Jawa Timur saya pun mulai tertidur lumayan lelap. Terbangun beberapa kali karena kepala saya terbentur kaca dan membalas beberapa pesan singkat. Jika diamati antara bus Sumber Grup, Mira, Eka, maupun Akas Asri memiliki sistem driving yang sama ketika memasuki area Jawa Timur. Si sopir pasti menjalankan bus dengan kecepatan yang cukup tinggi. Agak ngeri juga sih sebenarnya, tapi ya pasrah saja lah, toh si sopir juga sudah berpengalaman dan mempunyai perhitungan dalam menjalankan kendaraannya.

Sekitar pukul 01.30 bus sudah memasuki wilayah antara Pasuruhan dan Probolinggo. Bus ini pun mampir sejenak di pom bensin untuk mengisi bahan bakar sambil mempersilahkan penumpangnya menuju kamar kecil. Pukul 02.00 bus berhenti di salah satu rumah makan di wilayah Probolinggo dan si kondektur mempersilahkan penumpang untuk membeli makanan. Saya memilih tinggal di dalam bus sambil berbincang-bincang dengan beberapa penumpang yang juga memilih tinggal di dalam bus. Sekitar 20 menit kemudian perjalanan pun kembali dilanjutkan. Memasuki kota Probolinggo mengingatkan saya kembali mengenai perjalanan ke Bromo yang pernah saya lakukan beberapa bulan sebelumnya. Tak terasa sekitar pukul 04.30 bus yang saya tumpangi sudah memasuki kota Jember. Sepanjang perjalanan memasuki Kota Jember saya disambut dengan guyuran hujan gerimis yang membuat saya sedikit pesimis. Bus yang saya tumpangi tidak masuk ke dalam Terminal Tawang Alun. Penumpang yang turun di terminal ini dipersilahkan untuk turun di depan terminal. Beruntung sekali ketika saya turun dari bus hujan rintik perlahan mulai berhenti.

Perjalanan dari Jember Menuju Balung
Turun dari bus saya pun dihampiri oleh bapak-bapak yang sepertinya bertugas untuk mencari penumpang. Saya bertanya-tanya mengenai rute kendaraan umum untuk menuju Tanjung Papuma. Walau penampilan si bapak lumayan garang, tapi beliau baik, menjelaskan kepada saya pilihan kendaraan untuk menuju Tanjung Papuma. Sebenarnya saya sudah mengantongi informasi mengenai rute kendaraan umum dari Terminal Tawang Alun Jember menuju Tanjung Papuma dari akun twitter @PapumaJember. Si bapak memberi tahu saya jika dari Terminal Tawang Alun ini saya dapat melanjutkan perjalanan menuju ke daerah Balung kemudian disambung menuju daerah Ambulu dengan menggunakan angkot. Alternatif kedua adalah dengan menyewa jasa ojek langsung dari terminal dengan ongkos Rp 60.000,00 sampai dengan Rp 75.000,00 sekali jalan. Jika menggunakan angkot, terlebih dulu kita menuju daerah Balung. Ongkos yang dikenakan adalah Rp 10.000,00 per-orang dengan lama tempuh perjalanan sekitar 30 menit (data bulan November 2012).

Ketika di terminal si sopir angkot menawari saya untuk menyewa angkotnya saja untuk langsung menuju daerah Papuma. Saya pun dengan sigap menolaknya secara halus, karena tidak ada di dalam perencanaan anggaran saya. Perjalanan dari Terminal Tawang Alun menuju daerah Balung memakan waktu sekitar 30 menit. Satu hal yang unik dari sopir angkot di daerah Jember ini adalah kelakuan si sopir yang terbilang cukup agresif dalam mendapatkan penumpangnya. Dilihat dari logat bicaranya si sopir sepertinya adalah orang Madura. Hal unik yang saya lihat adalah si sopir tak segan-segan untuk memberhentikan angkotnya dan dia mendatangi si calon penumpang langsung untuk menawarkan angkotnya. Walaupun sebelumnya si kernet sudah menawari rute angkot dan si penumpang jelas-jelas menolakknya. Sungguh perjuangan yang cukup gigih untuk mendapatkan penumpang. Hal unik lainnya adalah beberapa masyarakat di Jember masih memanfaatkan air sungai untuk mencuci baju dan buang hajat, setidaknya itulah pemandangan pagi yang saya temui sepanjang perjalanan menuju daerah Balung. Walau air sungai terlihat cukup keruh, namun masih saja penduduk masih memanfaatkan aliran airnya.

Perjalanan dari Balung Menuju Ambulu
Setelah sekitar 30 menit perjalanan dari Terminal Tawang Alun, Jember sampailah saya di daerah Balung. Si sopir mempersilahkan saya turun di pertigaan pasar Balung. Dari pertigaan pasar Balung ini sudah ada bapak-bapak yang menawari saya angkot untuk menuju daerah Ambulu. Naiklah saya ke dalam angkot dan saya harus menunggu sekitar 30 menit karena angkot yang nge-time menunggu sampai penumpang penuh. Di dalam angkot Anda harus rela berdesak-desakan dengan orang maupun barang, karena di pagi hari biasanya banyak pedagang dari daerah Balung menuju Ambulu untuk menjajakan barang dagangan mereka. Sedikit kurang nyaman memang, namun disitulah kenikmatan menaiki angkutan umum. Kita dapat berinteraksi dengan orang-orang dengan berbagai macam latar belakang. Tarif angkot untuk rute Balung - Ambulu ini adalah Rp 10.000,00 per-orang (data November 2012).

Ambulu - Tanjung Papuma Pakai Ojek Motor Saja !
Sesampainya di perempatan Ambulu, semua penumpang pun turun dari angkot. Ada seorang bapak-bapak tukang ojek yang menghampiri saya menawarkan jasanya. Sesuai dengan kesepakatan, untuk sekali jalan menuju Tanjung Papuma biaya yang harus saya bayarkan adalah Rp 30.000,00 (data November 2012). Si bapak akan menawarkan untuk menjemput Anda setelah puas menikmati keindahan Tanjung Papuma. Sekedar tips, jangan lupa untuk meminta nomor telepon si tukang ojek untuk memudahkan Anda berkomunikasi jika sewaktu-waktu Anda minta dijemput. Tukang ojek di sini bisa dipercaya kok. Mereka akan menepati janji untuk menjemput Anda sesuai dengan jam yang sudah disepakati. 

Friday, November 30, 2012

Keunikan-Keunikan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng

Ketika kita mengunjungi suatu daerah, terkadang kita lupa untuk mengamati hal-hal yang sekiranya kita anggap sepele, namun justru hal-hal tersebut mengandung sebuah keunikan dan menjadi ciri khas dari daerah tersebut. 

Selama kurang lebih 45 hari bermukim di kawasan Dataran Tinggi Dieng, saya mencoba untuk mengamati beberapa keunikan-keunikan yang mungkin saja menjadi ciri khas kehidupan di daerah pegunungan ini. Beberapa keunikan yang sebenarnya kita temukan sehari-hari, namun terkadang luput dari perhatian. Mungkin bagi sebagian orang, hal ini hanya dianggap sebagai hal yang sepele dan tidak penting, namun bagi saya ini merupakan sebuah hal yang unik dan mungkin juga tidak akan saya temui di lain daerah. Ya, setiap daerah memang memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing.


Anak Berambut Gimbal
Jika kita membicarakan tentang rambut gimbal, pasti yang terbayang pertama kali di pikiran kita adalah sosok Bob Marley dengan genre musik reggae-nya yang melegenda. Dieng memang terkenal dengan ciri khasnya yaitu anak-anak yang memiliki rambut gimbal. Rambut gimbal yang dimiliki oleh anak-anak di Dieng tumbuh secara alami sejak mereka masih kecil. Anak-anak yang memiliki rambut gimbal dianggap sebagai titisan dewa yang bersemayam di dalam raga mereka dan kerap kali anak-anak rambut gimbal ini diperlakukan istimewa dibandingkan dengan anak-anak biasa. Orang-orang tidak bisa memprediksikan anak siapa yang lahir memiliki rambut gimbal.

Konon, anak yang akan tumbuh rambut gimbal tumbuh normal seperti anak-anak lainnya, hingga pada suatu fase dia mengalami gejala badan panas dalam beberapa hari bahkan mengalami kejang-kejang. Setelah sembuh, tiba-tiba saja tumbuhlah rambut gimbal di kepalanya. Anak berambut gimbal cenderung memiliki sifat hiperaktif dibandingkan dengan anak-anak sebanyanya. Mereka juga memiliki sifat nakal dan tidak mau kalah dengan teman-teman yang lainnya. Rambut gimbal pada anak-anak ini tidak bisa sembarangan dipotong begitu saja. Untuk melakukan pemotongan rambut gimbal, biasanya dilakukan sebuah ritual khusus. Ritual pemotongan rambut gimbal ini dapat Anda saksikan dalam acara Dieng Culture Festival yang diadakan satu tahun sekali. Sebelum dilakukan ritual pemotongan rambut gimbal, biasanya anak-anak ini diberikan sebuah permintaan. Segala macam permintaan dari anak-anak rambut gimbal yang akan diruwat ini harus dipenuhi oleh orang tua mereka. Menurut cerita dari penduduk setempat, permintaan anak-anak rambut gimbal ini bermacam-macam, mulai dari hal-hal yang sederhana hingga hal-hal yang rumit. Bahkan menurut cerita ada yang meminta hati unta sebelum mereka diruwat. Untung saja sih keluarganya ada yang pulang dari ibadah haji dan membawakan hati unta sesuai dengan permintaan si anak. Ada-ada saja terkadang permintaan anak-anak rambut gimbal tersebut sebelum diadakan ritual ruwatan.



Dingklik dan Tungku/Anglo Perapian
Dua barang inilah menjadi saksi bisu timbulnya keakraban dan suasana kekeluargaan selama bermukim di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini. Jika Anda berada di Dieng dan pergi bertamu ke rumah orang, jangan harap Anda akan dipersilahkan masuk ke dalam ruang tamu seperti lazimnya kita bertamu. Anda akan langsung dipersilahkan masuk ke bagian dapur dan menuju ke bagian perapian yang terletak di bagian belakang rumah. Ya, inilah salah satu keunikan kultur masyarakat di Dataran Tinggi Dieng. Tamu langsung dipersilahkan masuk ke dalam dapur yang biasanya menjadi bagian yang cukup privat dalam sebuah rumah. Masyarakat Dieng memang memiliki kebiasaan menghangatkan diri di dekat tungku perapian. Sambil menghangatkan diri biasanya mereka akan menyeruput kopi, memakan camilan, sambil berbincang-bincang akrab. Kegiatan yang biasa kami lakukan selain berbincang-bincang di sekitar tungku perapian ini adalah bermain kartu sambil membakar jagung atau kentang. Menurut saya tungku perapian ini merupakan salah satu media yang cukup efektif untuk bersosialisasi sambil mengakrabkan diri.

Masyarakat di Dieng memang sangat ramah, bahkan terhadap orang yang baru mereka kenal sekalipun. Mereka memperlakukan setiap orang sebagai sanak keluarga mereka sendiri. Prinsip bagi mereka semua orang itu pada dasarnya adalah saudara. Ketika pertama kali saya dan teman-teman datang, sambutan yang masyarakat berikan sangatlah luar biasa. Mereka sudah menganggap kami seperti anak mereka sendiri. Bahkan walaupun baru kenal, mereka tak segan untuk mengundang kami makan di rumah mereka. Mereka menyuruh kami menganggap rumah mereka seperti rumah kami sendiri, tak perlu sungkan. Jika kami ingin membuat kopi atau teh, mereka mempersilahkan kami untuk membuatnya sendiri. Mereka menunjukkan tempat disimpannya cangkir, air panas, gula, teh atau kopi. Ya, orang-orang di Dieng memang sangat terbuka kepada siapa saja, mereka selalu berusaha menjamu tamu mereka dengan baik.


Tempe Kemul
Apa sih camilan khas dari Dieng? Kalau boleh saya bilang sih tempe kemul. Tempe kemul merupakan pemberian nama dari masyarakat di daerah Banyumasan untuk menyebut tempe mendoan. Jika belum tau juga apa itu tempe mendoan, yaitu tempe yang digoreng dengan balutan tepung. Tempe kemul khas Dieng sangat khas, tempe diiris-iris kecil kemudian dibalut tepung dan digoreng renyah. Tempe kemul dijual per-biji  Rp 500,00 saja dan sajian ini menjadi menu favorit saya dan kawan-kawan ketika berbuka puasa selama di basecamp Dieng.

Minuman Purwaceng
Purwaceng sendiri mendapatkan sebutan sebagai viagra van java. Purwaceng biasanya disajikan dalam bentuk minuman. Konon katanya purwaceng ini memiliki khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan vitalitas bagi pria dewasa. Walaupun minuman ini distigmakan untuk pria, namun para wanita pun juga ada yang mengkonsumsi minuman purwaceng ini untuk menambah daya tahan tubuh. Selama saya tinggal di Dieng, saya sendiri belum pernah mencoba minuman ini. Saat ini pun purwaceng sudah diproduksi dalam berbagai kemasan dan dapat kita temui di berbagai penjuru kota.


Kentang Dieng
Dataran Tinggi Dieng memang terkenal dengan produksi kentangnya yang super. Hampir seluruh wilayah di dataran tinggi ini ditanami dengan tanaman kentang. Kentang merupakan komoditas utama bagi petani di Dieng. Tak dipungkiri lagi produksi kentang di Dieng memang memiliki kualitas yang super. Selain kentangnya yang besar-besar, kentang di Dieng juga mulus, hampir tidak ada guritan-guritan di kulit buahnya. Kentang dari Dieng biasanya dikirim ke kota-kota besar seperti Jakarta untuk kemudian diolah menjadi keripik kentang oleh pabrik-pabrik makanan, ada juga yang dijual di supermarket-supermarket. Hanya saja masih disayangkan, masyarakat di Dieng sendiri belum mau membuat hasil olahan dengan bahan dasar kentang untuk menambah nilai jual. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih menjual kentang mentah karena dianggap lebih praktis dan menguntungkan dibandingkan jika mereka harus membuat produk olahan. Olahan kentang paling favorit selama di Dieng adalah keripik kentang, kentang goreng, perkedel, sambal goreng baby kentang, dan juga kering kentang. Pokoknya juara lah masakan olahan dari bahan dasar kentang tersebut.



Gandos
Apa sih gandos? Gandos adalah jajanan pasar berbahan dasar tepung beras, diberi parutan kelapa muda dicampur dengan gula kemudian dibakar dengan alat khusus. Jajanan pasar yang satu ini memiliki rasa yang manis, gurih, dan legit. Setiap kali ke Pasar Batur, saya dan kawan-kawan paling gemar membeli makanan ini untuk camilan. Per-bijinya, gandos dijual dengan harga Rp 1.000,00 saja. Pada hari libur, biasanya Anda dapat menemui penjual gandos di sekitar Kompleks Candi Arjuna. Pedagang gandos masih sangat tradisional, biasanya masih menggunakan pikulan untuk menawarkan barang dagangan mereka.

Sego Jagung
Saya jadi ingat salah satu lirik langgam Jawa yang berjudul caping gunung,"nang gunung tak cadhongi sego jagung, yen mendung tak silihi caping gunung". Ya, salah satu makanan pengganti nasi bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan adalah sego jagung atau nasi jagung. Pembuatan nasi jagung cukup rumit dan membutuhkan waktu pengolahan yang cukup lama sehingga dapat menghasilkan nasi yang pulen. Nasi jagung merupakan salah satu menu favorit saya untuk sarapan. Kita dapat menemukannya di sekitar pasar Batur. Satu balok nasi jagung hanya dijual dengan harga Rp 1.000,00 saja. Nasi jagung terasa lebih mengenyangkan jika dibandingkan dengan nasi beras biasa. Dalam penyajiannya, nasi jagung dapat kita makan dengan campuran sayur dan lauk seperti biasa. Soal rasa, dijamin nasi jagung memiliki rasa yang lebih gurih, walau terasa agak seret di tenggorokan.


Angrek Khas Dieng
Ketika diajak jalan-jalan berkeliling kampung oleh Mas Hafid, penduduk setempat, dia menunjukkan kepada saya salah satu tanaman khas dari Dieng, yaitu bunga angrek. Angrek khas Dieng memang unik, bentuk bunganya menyerupai bintang. Satu tangkai bunga bisa terdiri dari beberapa bunga yang berkumpul menjadi satu. Angrek khas Dieng memiliki warna orange yang khas dan konon hanya dapat tumbuh di Dataran Tinggi Dieng saja.

bunga dandelion

Bunga Dandelion
Ciri khas lain dari Dieng yang saya temui adalah kumpulan bungan dandelion atau orang Dieng menyebut dengan randa tapak yang tumbuh subur ketika musim kemarau. Bunga dandelion merupakan bunga liar yang tumbuh subur di sekitaran Kompleks Candi Arjuna dan Museum Kailasa. Di beberapa tempat kita juga masih dapat menjumpai bunga ini namun tidak sebanyak di tempat tadi. Bunga ini berbentuk bulat berwarna putih, jika tertiup angin maka akan berguguran dan beterbangan.


bunga Hortensia

Hortensia Dieng
Bunga Hortensia atau biasa disebut dengan bunga panca warna ini juga menjadi salah satu ciri khas dari Dieng menurut saya. Bunga ini juga biasa disebut bunga tompok oleh masyarakat setempat. Ada pula yang menyebutnya sebagai bunga panca warna karena memang bunga ini memiliki berbagai jenis dengan warna-warni yang berbeda-beda. Kita dapat menemui bunga hortensia ini tumbuh subur di seluruh penjuru Dieng.

Embun Upas
Salah satu fenomena alam yang menarik di kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah turunnya embun es di pagi hari ketika memasuki musim kemarau. Embun es yang turun ini biasa disebut dengan embun upas (upas dalam bahasa Jawa berarti bisa) oleh masyarakat setempat. Embun upas ini menjadi salah satu musuh bagi petani kentang karena dapat merusak tanaman. Fenomena embun upas ini dapat Anda saksikan di Dieng sekitar bulan Juli-Agustus ketika puncak musim kemarau. Oh iya, musim kemarau di daerah pegunungan justru menjadi puncak-puncaknya cuaca ekstrim, udara akan terasa lebih dingin jika dibandingkan ketika musim penghujan.



Domba Dieng
Domba Dieng atau biasa disebut dengan dodi. Selain sebagai petani, penduduk di Dieng juga berprofesi sebagai peternak. Salah satu ternak yang dikembangkan adalah ternak kambing. Berbeda dengan kambing-kambing kebanyakan yang memiliki bau yang cukup menyengat dan kurang bersih, kambing di Dieng justru sama sekali tidak berbau, memiliki bulu yang tebal mirip biri-biri, dan dijamin Anda akan gemas bila melihatnya karena tampilannya yang unyu banget. Kambing-kambing ini biasanya digembala di sekitaran Kompleks Candi Arjuna. Tampilan si kambing mirip-mirip dengan boneka, rasanya ingin memegang dan memeluk si kambing. Walaupun tampilannya lucu dan jinak, tapi si kambing cukup agresif jika didekati. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindar jika Anda dekati.

Ya, itulah beberapa keunikan di Dieng yang saya amati selama saya tinggal di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Sebenarnya masih banyak hal unik lainnya dan juga tempat-tempat menarik untuk dikunjungi, namun sayang beberapa tempat menarik belum sempat saya kunjungi. Mungkin suatu saat nanti, saya akan berkunjung lagi ke Dieng untuk mengeksplorasi hal-hal unik dan tempat-tempat menarik lainnya di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini.

Monday, November 26, 2012

Carica - Manisan Buah Khas Dataran Tinggi Dieng

Berkunjung ke sebuah tempat tidak lengkap rasanya jika pulang tidak membawa buah tangan. Manisan carica, oleh-oleh khas dari Dataran Tinggi Dieng yang selalu menjadi primadona buah tangan untuk dibawa pulang.


Bagi sebagian orang, mengunjungi sebuah tempat tidak komplit rasanya jika tidak berburu oleh-oleh sebagai buah tangan untuk dibawa pulang. Dataran Tinggi Dieng memiliki satu buah yang menjadi ciri khas kawasan ini. Buah carica, buah yang sekilas mirip seperti pepaya namun dalam bentuk yang mini. Berbeda dengan pepaya yang memiliki warna orange ketika matang, buah carica justru memiliki warna kekuningan jika sudah matang. Konon katanya, buah carica  hanya bisa hidup di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut. Di dunia sendiri buah carica ini hanya bisa tumbuh di wilayah Brazil dan Dataran Tinggi Dieng saja. Buah carica lazimnya diolah menjadi manisan buah dan juga selai untuk dikonsumsi. Tak khayal lagi, manisan carica menjadi primadona wisatawan yang berkunjung ke Dataran Tinggi Dieng utuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Manisan carica memiliki cita rasa masam namun segar bercampur dengan rasa manis. Buah carica memiliki semerbak aroma harum yang khas sehingga menambah kesegaran manisan buah ini. Manisan carica semakin nikmat disantap dalam keadaan dingin di cuaca siang hari yang panas. Menurut penelitian, buah carica memiliki kandungan zat yang berguna bagi tubuh seperti papain yang berguna bagi pencernaan, kandungan vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan juga vitamin E yang bermanfaat bagi kesehatan.


Pembuatan manisan carica masih dikerjakan secara industri rumahan. Di daerah Dieng sampai dengan Wonosobo sendiri cukup banyak UMKM-UMKM yang mengolah buah carica untuk dibuat menjadi manisan kemudian dikemas untuk dipasarkan. Anda dapat memilih carica dalam dua kemasan, yaitu kemasan gelasan seperti air mineral, maupun kemasan botolan. Carica kemasan botol dijual eceran sekitar Rp 12.000,00 per-botolnya, sedangkan kemasan gelas dijual sekitar Rp 4.000,00 per-gelas (data Juli-Agustus 2012). Sedangkan jika Anda membeli dalam partai besar, satu kotak manisan carica berisi 12 botol kemasan besar dijual dengan harga sekitar Rp 100.000,00 sedangkan satu kotak isi 20 botol kecil dijual dengan harga Rp 149.000,00 (data Juli-Agustus 2012). Tidak perlu khawatir jika Anda tidak dapat menemui manisan carica di kawasan Dieng, Anda dapat turun gunung menuju daerah Wonosobo karena wilayah ini juga cukup banyak pengrajin yang membuat manisan carica.

Selain manisan carica, oleh-oleh lain yang dapat Anda jadikan alternatif buah tangan untuk dibawa pulang antara lain adalah keripik kentang, kentang mentah, kacang babi (sejenis kacang koro namun memiliki ukuran yang lebih besar), atau minuman penambah stamina yaitu purwaceng yang juga menjadi khas daerah Dieng. Bagi Anda yang bertandang ke kawasan Dieng, jangan lupa untuk sempatkan berbelanja oleh-oleh sebagai buah tangan untuk dibawa pulang.

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com