Friday, November 30, 2012

Keunikan-Keunikan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng

Ketika kita mengunjungi suatu daerah, terkadang kita lupa untuk mengamati hal-hal yang sekiranya kita anggap sepele, namun justru hal-hal tersebut mengandung sebuah keunikan dan menjadi ciri khas dari daerah tersebut. 

Selama kurang lebih 45 hari bermukim di kawasan Dataran Tinggi Dieng, saya mencoba untuk mengamati beberapa keunikan-keunikan yang mungkin saja menjadi ciri khas kehidupan di daerah pegunungan ini. Beberapa keunikan yang sebenarnya kita temukan sehari-hari, namun terkadang luput dari perhatian. Mungkin bagi sebagian orang, hal ini hanya dianggap sebagai hal yang sepele dan tidak penting, namun bagi saya ini merupakan sebuah hal yang unik dan mungkin juga tidak akan saya temui di lain daerah. Ya, setiap daerah memang memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing.


Anak Berambut Gimbal
Jika kita membicarakan tentang rambut gimbal, pasti yang terbayang pertama kali di pikiran kita adalah sosok Bob Marley dengan genre musik reggae-nya yang melegenda. Dieng memang terkenal dengan ciri khasnya yaitu anak-anak yang memiliki rambut gimbal. Rambut gimbal yang dimiliki oleh anak-anak di Dieng tumbuh secara alami sejak mereka masih kecil. Anak-anak yang memiliki rambut gimbal dianggap sebagai titisan dewa yang bersemayam di dalam raga mereka dan kerap kali anak-anak rambut gimbal ini diperlakukan istimewa dibandingkan dengan anak-anak biasa. Orang-orang tidak bisa memprediksikan anak siapa yang lahir memiliki rambut gimbal.

Konon, anak yang akan tumbuh rambut gimbal tumbuh normal seperti anak-anak lainnya, hingga pada suatu fase dia mengalami gejala badan panas dalam beberapa hari bahkan mengalami kejang-kejang. Setelah sembuh, tiba-tiba saja tumbuhlah rambut gimbal di kepalanya. Anak berambut gimbal cenderung memiliki sifat hiperaktif dibandingkan dengan anak-anak sebanyanya. Mereka juga memiliki sifat nakal dan tidak mau kalah dengan teman-teman yang lainnya. Rambut gimbal pada anak-anak ini tidak bisa sembarangan dipotong begitu saja. Untuk melakukan pemotongan rambut gimbal, biasanya dilakukan sebuah ritual khusus. Ritual pemotongan rambut gimbal ini dapat Anda saksikan dalam acara Dieng Culture Festival yang diadakan satu tahun sekali. Sebelum dilakukan ritual pemotongan rambut gimbal, biasanya anak-anak ini diberikan sebuah permintaan. Segala macam permintaan dari anak-anak rambut gimbal yang akan diruwat ini harus dipenuhi oleh orang tua mereka. Menurut cerita dari penduduk setempat, permintaan anak-anak rambut gimbal ini bermacam-macam, mulai dari hal-hal yang sederhana hingga hal-hal yang rumit. Bahkan menurut cerita ada yang meminta hati unta sebelum mereka diruwat. Untung saja sih keluarganya ada yang pulang dari ibadah haji dan membawakan hati unta sesuai dengan permintaan si anak. Ada-ada saja terkadang permintaan anak-anak rambut gimbal tersebut sebelum diadakan ritual ruwatan.



Dingklik dan Tungku/Anglo Perapian
Dua barang inilah menjadi saksi bisu timbulnya keakraban dan suasana kekeluargaan selama bermukim di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini. Jika Anda berada di Dieng dan pergi bertamu ke rumah orang, jangan harap Anda akan dipersilahkan masuk ke dalam ruang tamu seperti lazimnya kita bertamu. Anda akan langsung dipersilahkan masuk ke bagian dapur dan menuju ke bagian perapian yang terletak di bagian belakang rumah. Ya, inilah salah satu keunikan kultur masyarakat di Dataran Tinggi Dieng. Tamu langsung dipersilahkan masuk ke dalam dapur yang biasanya menjadi bagian yang cukup privat dalam sebuah rumah. Masyarakat Dieng memang memiliki kebiasaan menghangatkan diri di dekat tungku perapian. Sambil menghangatkan diri biasanya mereka akan menyeruput kopi, memakan camilan, sambil berbincang-bincang akrab. Kegiatan yang biasa kami lakukan selain berbincang-bincang di sekitar tungku perapian ini adalah bermain kartu sambil membakar jagung atau kentang. Menurut saya tungku perapian ini merupakan salah satu media yang cukup efektif untuk bersosialisasi sambil mengakrabkan diri.

Masyarakat di Dieng memang sangat ramah, bahkan terhadap orang yang baru mereka kenal sekalipun. Mereka memperlakukan setiap orang sebagai sanak keluarga mereka sendiri. Prinsip bagi mereka semua orang itu pada dasarnya adalah saudara. Ketika pertama kali saya dan teman-teman datang, sambutan yang masyarakat berikan sangatlah luar biasa. Mereka sudah menganggap kami seperti anak mereka sendiri. Bahkan walaupun baru kenal, mereka tak segan untuk mengundang kami makan di rumah mereka. Mereka menyuruh kami menganggap rumah mereka seperti rumah kami sendiri, tak perlu sungkan. Jika kami ingin membuat kopi atau teh, mereka mempersilahkan kami untuk membuatnya sendiri. Mereka menunjukkan tempat disimpannya cangkir, air panas, gula, teh atau kopi. Ya, orang-orang di Dieng memang sangat terbuka kepada siapa saja, mereka selalu berusaha menjamu tamu mereka dengan baik.


Tempe Kemul
Apa sih camilan khas dari Dieng? Kalau boleh saya bilang sih tempe kemul. Tempe kemul merupakan pemberian nama dari masyarakat di daerah Banyumasan untuk menyebut tempe mendoan. Jika belum tau juga apa itu tempe mendoan, yaitu tempe yang digoreng dengan balutan tepung. Tempe kemul khas Dieng sangat khas, tempe diiris-iris kecil kemudian dibalut tepung dan digoreng renyah. Tempe kemul dijual per-biji  Rp 500,00 saja dan sajian ini menjadi menu favorit saya dan kawan-kawan ketika berbuka puasa selama di basecamp Dieng.

Minuman Purwaceng
Purwaceng sendiri mendapatkan sebutan sebagai viagra van java. Purwaceng biasanya disajikan dalam bentuk minuman. Konon katanya purwaceng ini memiliki khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan vitalitas bagi pria dewasa. Walaupun minuman ini distigmakan untuk pria, namun para wanita pun juga ada yang mengkonsumsi minuman purwaceng ini untuk menambah daya tahan tubuh. Selama saya tinggal di Dieng, saya sendiri belum pernah mencoba minuman ini. Saat ini pun purwaceng sudah diproduksi dalam berbagai kemasan dan dapat kita temui di berbagai penjuru kota.


Kentang Dieng
Dataran Tinggi Dieng memang terkenal dengan produksi kentangnya yang super. Hampir seluruh wilayah di dataran tinggi ini ditanami dengan tanaman kentang. Kentang merupakan komoditas utama bagi petani di Dieng. Tak dipungkiri lagi produksi kentang di Dieng memang memiliki kualitas yang super. Selain kentangnya yang besar-besar, kentang di Dieng juga mulus, hampir tidak ada guritan-guritan di kulit buahnya. Kentang dari Dieng biasanya dikirim ke kota-kota besar seperti Jakarta untuk kemudian diolah menjadi keripik kentang oleh pabrik-pabrik makanan, ada juga yang dijual di supermarket-supermarket. Hanya saja masih disayangkan, masyarakat di Dieng sendiri belum mau membuat hasil olahan dengan bahan dasar kentang untuk menambah nilai jual. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih menjual kentang mentah karena dianggap lebih praktis dan menguntungkan dibandingkan jika mereka harus membuat produk olahan. Olahan kentang paling favorit selama di Dieng adalah keripik kentang, kentang goreng, perkedel, sambal goreng baby kentang, dan juga kering kentang. Pokoknya juara lah masakan olahan dari bahan dasar kentang tersebut.



Gandos
Apa sih gandos? Gandos adalah jajanan pasar berbahan dasar tepung beras, diberi parutan kelapa muda dicampur dengan gula kemudian dibakar dengan alat khusus. Jajanan pasar yang satu ini memiliki rasa yang manis, gurih, dan legit. Setiap kali ke Pasar Batur, saya dan kawan-kawan paling gemar membeli makanan ini untuk camilan. Per-bijinya, gandos dijual dengan harga Rp 1.000,00 saja. Pada hari libur, biasanya Anda dapat menemui penjual gandos di sekitar Kompleks Candi Arjuna. Pedagang gandos masih sangat tradisional, biasanya masih menggunakan pikulan untuk menawarkan barang dagangan mereka.

Sego Jagung
Saya jadi ingat salah satu lirik langgam Jawa yang berjudul caping gunung,"nang gunung tak cadhongi sego jagung, yen mendung tak silihi caping gunung". Ya, salah satu makanan pengganti nasi bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan adalah sego jagung atau nasi jagung. Pembuatan nasi jagung cukup rumit dan membutuhkan waktu pengolahan yang cukup lama sehingga dapat menghasilkan nasi yang pulen. Nasi jagung merupakan salah satu menu favorit saya untuk sarapan. Kita dapat menemukannya di sekitar pasar Batur. Satu balok nasi jagung hanya dijual dengan harga Rp 1.000,00 saja. Nasi jagung terasa lebih mengenyangkan jika dibandingkan dengan nasi beras biasa. Dalam penyajiannya, nasi jagung dapat kita makan dengan campuran sayur dan lauk seperti biasa. Soal rasa, dijamin nasi jagung memiliki rasa yang lebih gurih, walau terasa agak seret di tenggorokan.


Angrek Khas Dieng
Ketika diajak jalan-jalan berkeliling kampung oleh Mas Hafid, penduduk setempat, dia menunjukkan kepada saya salah satu tanaman khas dari Dieng, yaitu bunga angrek. Angrek khas Dieng memang unik, bentuk bunganya menyerupai bintang. Satu tangkai bunga bisa terdiri dari beberapa bunga yang berkumpul menjadi satu. Angrek khas Dieng memiliki warna orange yang khas dan konon hanya dapat tumbuh di Dataran Tinggi Dieng saja.

bunga dandelion

Bunga Dandelion
Ciri khas lain dari Dieng yang saya temui adalah kumpulan bungan dandelion atau orang Dieng menyebut dengan randa tapak yang tumbuh subur ketika musim kemarau. Bunga dandelion merupakan bunga liar yang tumbuh subur di sekitaran Kompleks Candi Arjuna dan Museum Kailasa. Di beberapa tempat kita juga masih dapat menjumpai bunga ini namun tidak sebanyak di tempat tadi. Bunga ini berbentuk bulat berwarna putih, jika tertiup angin maka akan berguguran dan beterbangan.


bunga Hortensia

Hortensia Dieng
Bunga Hortensia atau biasa disebut dengan bunga panca warna ini juga menjadi salah satu ciri khas dari Dieng menurut saya. Bunga ini juga biasa disebut bunga tompok oleh masyarakat setempat. Ada pula yang menyebutnya sebagai bunga panca warna karena memang bunga ini memiliki berbagai jenis dengan warna-warni yang berbeda-beda. Kita dapat menemui bunga hortensia ini tumbuh subur di seluruh penjuru Dieng.

Embun Upas
Salah satu fenomena alam yang menarik di kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah turunnya embun es di pagi hari ketika memasuki musim kemarau. Embun es yang turun ini biasa disebut dengan embun upas (upas dalam bahasa Jawa berarti bisa) oleh masyarakat setempat. Embun upas ini menjadi salah satu musuh bagi petani kentang karena dapat merusak tanaman. Fenomena embun upas ini dapat Anda saksikan di Dieng sekitar bulan Juli-Agustus ketika puncak musim kemarau. Oh iya, musim kemarau di daerah pegunungan justru menjadi puncak-puncaknya cuaca ekstrim, udara akan terasa lebih dingin jika dibandingkan ketika musim penghujan.



Domba Dieng
Domba Dieng atau biasa disebut dengan dodi. Selain sebagai petani, penduduk di Dieng juga berprofesi sebagai peternak. Salah satu ternak yang dikembangkan adalah ternak kambing. Berbeda dengan kambing-kambing kebanyakan yang memiliki bau yang cukup menyengat dan kurang bersih, kambing di Dieng justru sama sekali tidak berbau, memiliki bulu yang tebal mirip biri-biri, dan dijamin Anda akan gemas bila melihatnya karena tampilannya yang unyu banget. Kambing-kambing ini biasanya digembala di sekitaran Kompleks Candi Arjuna. Tampilan si kambing mirip-mirip dengan boneka, rasanya ingin memegang dan memeluk si kambing. Walaupun tampilannya lucu dan jinak, tapi si kambing cukup agresif jika didekati. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindar jika Anda dekati.

Ya, itulah beberapa keunikan di Dieng yang saya amati selama saya tinggal di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Sebenarnya masih banyak hal unik lainnya dan juga tempat-tempat menarik untuk dikunjungi, namun sayang beberapa tempat menarik belum sempat saya kunjungi. Mungkin suatu saat nanti, saya akan berkunjung lagi ke Dieng untuk mengeksplorasi hal-hal unik dan tempat-tempat menarik lainnya di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini.

No comments:

Post a Comment

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com