Wednesday, May 28, 2014

Gunung Prau - Menanti Mentari di Antara Kepungan Puncak Gunung

Gerimis pun mengiringi perjalanan kami sepanjang Kota Wonosobo menuju daerah Dieng. Dingin yang menerpa badan seolah tidak kami hiraukan, berharap laju motor yang kami pacu segera tiba di pos Patak Banteng, lokasi awal para pendaki sebelum memulai pendakian menuju Gunung Prau. Jalan yang berkelok dengan kontur naik turun, penerangan yang minim, serta jalanan yang licin karena diguyur hujan memerlukan kewaspadaan ekstra untuk berkendara. Belum lagi rasa sakit di muka karena hujaman air hujan yang menerpa.


Sepinya perkampungan di Dieng serasa bertolak belakang dengan kondisi basecamp Patak Banteng. Di bangunan yang dahulunya sebuah gudang yang kini disulap menjadi basecamp ini sudah berkumpul puluhan pendaki dari berbagai daerah. Hujan yang semakin deras mengguyur membuat kami harap-harap cemas, apakah tengah malam nanti bisa melakukan pendakian, atau malah dibatalkan mengingat jalur pendakian yang kami lalui akan ditutup jika hujan masih saja mengguyur dengan deras.

Hujan pun berangsur reda ketika beranjak tengah malam. Rombongan saya bersiap untuk memulai pendakian. "Sarapan" darurat pun kami persiapkan. Roti tawar berbalut susu kental manis menjadi asupan tenaga untuk memulai pendakian malam ini. Pendakian menuju ketinggian kurang lebih 2.565 mdpl pun kami mulai jelang pukul satu dini hari. Udara dingin yang menerpa badan sudah terhalau dengan balutan sweater yang dilapisi jaket. Perjalanan pun dimulai, melewati kompleks pemukiman penduduk yang terlihat padat dengan bangunan rumah yang cukup rapat. Kami pun melewati jembatan dengan aliran sungai yang cukup deras, kemudian lanjut melewati jalan menanjak yang dibuat berundak yang sudah dibangun secara permanen dengan campuran semen. Raga yang sudah lama tidak diolah pun membuat nafas saya tersengal melewati tanjakan ini. Usai melewati jalan berundak, kaki pun kembali dipaksa menopang berat badan melewati tanjakan yang lebih curam. Kembali saya harus meminta berhenti sejenak untuk mengatur nafas melewati jalan beraspal yang lebih menanjak ini. Jalan ini sepertinya digunakan oleh penduduk setempat untuk membawa kendaraan mereka menuju ladang di atas sana.

Usai melewati sebuah gubug, kami pun memasuki jalan setapak menuju ladang milik penduduk. Banyaknya percabangan jalan di ladang sempat membuat kami kebingungan. Beberapa anggota rombongan akhirnya berpencar untuk memastikan jalan mana yang harus kami lalui. Kondisi malam yang gelap serta kabut yang perlahan turun semakin memperpendek jarak pandang kami. Belum lagi penerangan yang minim karena tidak semua anggota membawa senter. Sempat terbersit pikiran untuk tidak melanjutkan pendakian karena rasa lelah melewati tanjakan awal. Sindrom yang hampir saya alami ketika melakukan pendakian, antara ingin lanjut atau kembali pulang. Di sinilah kondisi fisik dan psikis rasanya mulai diuji ketahanannya. Hingga akhirnya gejolak batin pun mereda dan akhirnya saya pun memilih untuk meneruskan pendakian.

Rasanya jarang sekali saya menemukan jalan datar selama melakukan pendakian melalui jalur Patak Banteng ini. Tanjakan demi tanjakan kami lalui, sesekali saya meminta rombongan untuk berhenti, sejenak untuk meluruskan kaki, menghela nafas, sambil membasahi kerongkongan. Lebih dari dua jam kami berjalan namun tak satupun melewati bangunan gubug yang biasa digunakan untuk pos peristirahatan untuk pendakian.  "Mana ini pos satu kok tidak kelihatan? Kita udah jalan cukup lama kok ga ada tanda-tanda?", gerutu saya. "Pos satu masih jauh Dik, masih di atas sana, ayo semangat !", jawab teman saya. Pendakian pun kami lanjutkan, kali ini medan yang kami lalui lebih menanjak dengan jalan setapak berisi bebatuan serta tanah yang terasa semakin licin, belum lagi jurang di sisi kanan siap menyambut jika saja kaki ini salah berpijak.


Semakin mendekati puncak, kami pun banyak berpapasan dengan para pendaki yang sudah mulai pendakian lebih awal dari kami. Beberapa dari mereka tampak begitu lelah setelah tenaganya terkuras melewati tanjakan demi tanjakan. Medan yang harus dilalui pun semakin ekstrim. Ada satu titik di mana harus melewati tanah licin dan di samping kanan langsung menuju jurang. Ada perasaan was-was saat harus melewati jalur tersebut. Di dekat jalur ini pula saya mengalami sedikit insiden di mana kaki saya kram saat melewati tanjakan. Ini kali pertama saya mengalami kram ketika melakukan pendakian. Rasanya sangat tidak nyaman, apalagi jalan yang harus dilalui berupa tanjakan dan mau tak mau harus pintar mencari pijakan untuk menumpu badan. Untung saja rasa kram tersebut dapat berkurang setelah teman saya dengan sigap memijat-mijat dan meluruskan kaki saya.

Kejutan Menggapai Puncak
Rasanya tepat jika ada pepatah yang mengatakan "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian" untuk menggambarkan perjalanan menuju puncak Gunung Prau. Setelah melewati jalan bebatuan dengan medan menanjak disertai jurang di salah satu sisinya, kini jalan yang disuguhkan menuju puncak Prau adalah jalanan datar dengan hamparan rerumputan diselingi bunga krisan. Pendakian selama tiga jam rasanya puas dengan sajian pemandangan dari atas sana.


Matahari sudah menampakkan semburat merahnya, namun di atas sana sudah banyak pendaki yang berhamburan mencari spot terbaik untuk mengabadikan gambar. Sudah banyak pendaki mendirikan tenda untuk bermalam di puncak Gunung Prau ini ternyata. Saya dan kawan-kawan pun mencari tanah yang datar kemudian menggelar matras. Beberapa dari kami memilih untuk memejamkan mata sembari mengistirahatkan raga. Suara riuh para pendaki pun mulai berdatangan seiring matahari yang perlahan mulai menampakkan wujudnya. Saya pun terbangun kemudian tak kuasa menahan udara dingin yang menerpa badan. Gigi saya pun mulai bergemelutuk pertanda dingin yang sudah tidak tertahan lagi. Mungkin karena keenakan tidur kemudian terbangun membuat suhu tubuh saya menjadi turun.


Rasa lelah selama tiga jam pendakian rasanya terbayar lunas dengan pemandangan gunung Sumbing dan Sundoro di sisi selatan. Menurut penuturan penjaga basecamp, jika kami beruntung dan cuaca mendukung, kami bisa melihat beberapa puncak gunung sekaligus dari Gunung Prau ini. Sayang, cuaca kali ini masih kurang bersahabat, sehingga kami tidak bisa melihat kesemua puncak gunung tersebut. Namun, rasa kecewa tersebut terbayar sepadan dengan pemandangan sunrise cantik yang menyapa kami pagi itu. Tak hanya golden sunrise, silver sunrise pun juga kami dapatkan pagi itu. Sunrise berwarna perak merupakan salah satu pemandangan matahari terbit yang dapat kita jumpai di Dataran Tinggi Dieng setelah menikmati golden sunrise. Ciri khas sunrise ini adalah sinar berwarna perak setelah matahari terbit dan mulai bersinar terang.


Di sisi lain bukit, saya melihat rombongan yang mengabadikan gambar mirip seperti salah satu adegan di film "5 CM" yang cukup booming. Lucu juga melihat polah tingkah mereka yang sedang menirukan salah satu scene di film tersebut. Usai menikmati matahari terbit, kawan saya pun mengajak kami untuk naik di salah satu bukit. Jalan setapak yang harus kami lalui pun mengingatkan saya pada Tanjakan Cinta di dekat Ranu Kumbolo. Dari atas bukit ini kita dapat melihat perkampungan di Dataran Tinggi Dieng serta Telaga Warna dari atas perbukitan. Namun, lagi-lagi sayang, kabut turun menghalangi pandangan. Kami memutuskan untuk sejenak beristirahat di bukit ini sambil menghabiskan perbekalan.


Usai puas ber-selfie ria, kami pun bergegas untuk berkemas untuk melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini hamparan rumput di perbukitan semakin terlihat jelas dengan hiasan bunga krisan yang tumbuh subur di antara rerumputan. Ah, jalan turunan, kami datang !

keterangan :
Untuk menuju lokasi basecamp Patak Banteng cukup mudah. Dari terminal bus Wonosobo silahkan mencari minibus tujuan Dieng. Silahkan minta kondektur untuk turun di pos Patak Banteng yang berlokasi tidak jauh dari gapura "Selamat Datang di Dataran Tinggi Dieng".

Tarif bus dari Wonosobo menuju Patak Banteng ini sekitar Rp 10.000,00
Retribusi untuk pendakian menuju Gunung Prau adalah Rp 7.000,00 per-orang (data bulan Maret 2014)
Waktu pendakian dari basecamp Patak Banteng menuju puncak Gunung Prau sekitar tiga jam perjalanan. Karena medan yang dilalui cukup menanjak dan jarang jalan datar, maka siapkan kondisi fisik yang prima dan jangan lupa membawa perbekalan yang cukup.
Jagalah kebersihan dan jangan membuang sampah sembarangan selama pendakian !
Selamat mendaki Gunung Prau :)

6 comments:

  1. Beruntung sekali bisa melihat Golden Sunrise seklaigus Silver Sunrise-nya :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, kemarin pas dapet cuaca bagus di atas sana :D

      Delete
  2. Weh? Pos Patak Banteng itu dekat gapura masuk Dieng toh? Kok dulu saya tidak memperhatikan ada tanda2 pos pendakian ya? Pastinya dingin banget mendaki Gunung Prau demi lihat sunrise. Lha wong saya aja menyesal kok nginep di Dieng krn dr malam mpe subuh dinginnya kayak di dalam kulkas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, tapi plang pos pendakiannya kecil
      katanya sih Gunung Prau ini baru dibuka untuk pendakian sekitar tahun 2013 gitu, soalnya dulu saya KKN di Dieng tahun 2012 belum kenal Gunung Prau
      di Patak Banteng udaranya ga sedingin di Dieng kok, apalagi kalau pas perjalanan mendaki malah rasanya sumuk, kecuali kalau udah sampai di atas bukit hawanya kembali adem

      Delete
  3. sumpah indah banget pemandangannya Mas Andika. sayang aplot fotonya dikit amat sih..ngak puas lihat gambar-gambar yg sangat indah

    ReplyDelete
    Replies
    1. kemarin motretnya dikit mas, sudah kelabakan mengatur nafas duluan pas di atas, hehehe

      Delete

Disclaimer

all photos and articles in this blog copyright by Andika Hermawan
if you want to use any photos and articles in this blog please contact me for further information
feel free to ask me :)

another social media account :
twitter @andikaawan
instagram @andikaawan
email : dikahermawandika@yahoo.com