Di antara pasar tradisional yang ada di Yogyakarta, Pasar Legi Kotagede memiliki nilai nostalgia tersendiri yang selalu membuat hati rindu untuk menyambangi.
Selalu ada keasyikan tersendiri saat menikmati suasana pagi di antara keramaian pasar tradisional di daerah yang sedang kita kunjungi. Melihat hiruk-pikuk kegiatan jual-beli masyarakat setempat, mengenal komoditas barang yang diperdagangkan, serta tak lupa untuk membeli dan mencicipi berbagai macam jajanan tradisional khas yang dijajakan.
Masih pagi betul rasanya, kendaraan saya arahkan menyusuri area selatan melewati Jalan Pramuka lalu belok ke arah Tegal Gendu. Iya, pagi ini saya memiliki agenda untuk menyambangi Pasar Legi Kotagede di kala pagi.
Pasar Kotagede merupakan salah satu pasar yang menurut saya terasa istimewa di Yogyakarta. Bangunannya memang tak seberapa luas dibandingkan dengan pasar-pasar lain yang ada. Namun pasar ini memiliki nilai historis yang tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa. Tak lupa, pasar ini masih menyimpan kenangan semasa saya masih bekerja di area Kotagede beberapa tahun silam.
Pasar Kotagede merupakan salah satu pasar yang menurut saya terasa istimewa di Yogyakarta. Bangunannya memang tak seberapa luas dibandingkan dengan pasar-pasar lain yang ada. Namun pasar ini memiliki nilai historis yang tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa. Tak lupa, pasar ini masih menyimpan kenangan semasa saya masih bekerja di area Kotagede beberapa tahun silam.
Pasar Kotagede merupakan pasar tertua yang ada di Yogyakarta. Dibangun sekitar abad ke-16 pada masa pemerintahan Panembahan Senopati memerintah Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa.
Keberadaan pasar pada masa itu dianggap sangat vital. Pasar merupakan bagian dari Catur Gatra Tunggal, yakni kraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai tempat berkumpul dan budaya, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat perekonomian.
Terlepas dari nilai historis yang dimiliki, Pasar Legi Kotagede ini memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Sama seperti pasar tradisional lainnya, hiruk-pikuk kegiatan jual-beli di pasar dimulai saat adzan Subuh selesai dikumandangkan.
Komoditi yang Diperdagangkan
Saya datang sekitar pukul 05.45 pagi dan pasar sudah ramai dikunjungi. Ada berbagai macam komoditas barang yang diperdagangkan di Pasar Legi Kotagede ini. Di bagian depan pasar, kita akan menemui penjual yang menawarkan berbagai macam kebutuhan pokok terutama bahan pangan.
Ada penjual sayur-mayur, buah-buahan, daging, ayam, dan juga ikan. Kubis, tomat, wortel, dan sayur-sayuran hijau lainnya masih nampak sangat segar dijajakan di lapak-lapak para pedagang. Dengan logat yang khas, para pedagang ini begitu semangat menawarkan barang dagangannya kepada pembeli yang datang ke sana.
Pun begitu dengan daging sapi, daging ayam, dan ikan air tawar. Barang yang ditawarkan masih terlihat sangat fresh. Jangan sungkan untuk menawar harga, karena begitulah seni transaksi jual beli di pasar tradisional.
Kita bisa menawar harga atau bahkan meminta bonus tambahan kepada para pedagang. Hal tersebut terasa lumrah, di mana kegiatan tawar-menawar harga ini tidak bisa kita lakukan ketika berbelanja di pasar retail modern bukan?
Beranjak memasuki bagian dalam pasar, kita dapat membeli beraneka ragam komoditi lain yang diperdagangkan di pasar ini. Ada pedagang pakaian, peralatan dapur, kayu bakar, arang, daun jati, barang-barang kebutuhan dasar seperti beras, gula, minyak, bumbu dapur, hingga aneka macam telur unggas dapat kita temukan di sini.
Nah yang paling banyak jadi buruan para pembeli adalah beraneka macam jajanan tradisional dan juga snack kering kiloan untuk camilan. Para pedagang makanan ini berjajar dari bagian pintu masuk utama pasar hingga ke bagian tengah pasar.
Kalap dengan Jajanan Pasar yang Beragam dengan Harga Murah
Jajanan tradisional memang menjadi salah satu dagangan yang banyak diburu oleh pembeli yang datang ke pasar. Harga yang murah dan jenis jajanan yang beraneka macam sungguh memanjakan mata dan perut bagi para penikmatnya.
Ada pedagang yang menjajakan jajanan tradisional seperti gethuk, ketan, cenil, klepon, gatot, jenang sumsum, wajik, hingga grontol (jajanan yang terbuat dari pipilan jagung yang dikukus dan diberi parutan kelapa). Ada pula yang menjajakan aneka macam makanan kecil yang biasa kita temui sebagai snack dalam suguhan pertemuan, seperti arem-arem, sosis, risol, dan lainnya.
Bagi yang penasaran dengan jajanan khas Kotagede, kalian bisa mencari jajanan seperti kipo, kue kembang waru, legomoro, maupun jadah manten yang sudah agak susah ditemui di tempat lain.
"Lalu, kamu jajan apa Dik?"
Pandangan mata saya tertuju pada seorang pedagang gandos yang sedang sibuk dengan pikulan dagangannya. Kue gandos atau disebut juga dengan kue rangin, kue pancong, atau kue bandros ini memiliki aroma yang khas.
Kue ini terbuat dari campuran tepung beras, santan kelapa dan garam secukupnya lalu dipanggang dengan cetakan khusus. Camilan dengan cita rasa manis gurih yang pas ini cocok disantap hangat-hangat untuk mengisi perut yang dari tadi mulai meronta meminta jatah.
Harganya? Satu porsi kue gandos isi 10 biji ini hanya dibandrol dengan harga Rp 5.000,00 saja, Murah bukan?
Mencicipi Soto Ayam dengan Daun Kemangi
Usai berkeliling di area dalam pasar, perut terasa mulai keroncongan meminta jatah makan. Saya mencari beberapa warung makan sederhana yang buka di sekitar pasar. Bertemulah saya dengan sebuah warung soto kecil yang berada di pojokan pasar.
Warung ini menempati sebuah kios kecil di bagian luar pasar. Berada di bagian pojok pasar, tepatnya arah jalan menuju area Pemakaman Raja-Raja Mataram. Walaupun kecil, namun warung ini ini tampak selalu ramai dikunjungi pembeli yang datang dan pergi silih berganti.
Tanpa pikir panjang saya memesan satu porsi soto ayam lengkap dengan teh manis hangat. Satu mangkuk soto ayam pun tersaji di atas meja. Soto dengan kuah bening berisi nasi, potongan kubis, tauge, tahu dan tempe bacem ini nampak begitu ramai dengan suwiran daging ayam yang cukup banyak. Tak lupa potongan daun seledri dan taburan bawang goreng sebagai pelengkap sajian.
Di atas meja sudah disediakan beberapa jenis lauk untuk menemani bersantap. Ada tempe goreng, tahu goreng, dan sundukan telur puyuh. Tak lupa potongan jeruk nipis, sambal dan kecap juga tersedia, bisa ambil "prasmanan" sesuai selera.
Ada pemandangan di atas meja yang menggelitik indra penglihatan saya. Semangkok penuh daun kemangi tersaji di antara piring lauk lauk, tempat sambal dan kecap. Pemandangan yang menurut saya tidak lazim saya temui saat menyantap soto ayam di daerah Jogja.
Saya melihat banyak orang yang suka mencampurkan daun kemangi dengan kuah soto yang mereka nikmati. Katanya sih, semakin menambah aroma soto jadi lebih segar dan rasanya semakin sedep.
Kalau saya sih, skip aja deh. Jujur saya pribadi kurang begitu suka dengan aroma daun kemangi yang kuat itu. Hanya doyan makan daun kemangi saat menjadi campuran sayur trancam saja. Hihihi.
Bagaimana soal rasa soto ayam di warung ini? Bagi saya sih rasa soto ayam secara keseluruhan terasa biasa saja. Nothing special. Tapi tempe gorengnya enak, terasa gurih dan bertekstur krispi.
Anyway, penambahan daun kemangi yang bisa diambil "prasmanan" memang membuat soto ini terlihat unik bagi saya pribadi. Rasanya kurang lazim kan menambah daun kemangi untuk campuran saat menyantap soto ayam! Hihi.
*
Etapi, setelah saya baca-baca di internet, ternyata penambahan daun kemangi saat menikmati soto ayam sudah menjadi hal yang lumrah bagi warga yang tinggal di area lingkar selatan Jogja. Orang-orang biasanya menyebut soto kemangi ini dengan Soto Kemasan. Konon, soto ini memang diracik oleh orang Kemasan yang kemudian mempopulerkan menu ini.
Bahkan, ada satu warung terkenal yang menjual menu soto ini, yaitu Warung Soto Kemasan. Nanti deh, kapan-kapan kalau ke Jogja lagi saya akan coba icipi !
Highlights : Minum Jamu Gendong Menggunakan Gelas Batok Kelapa
Perjalanan mengelilingi Pasar Legi Kotagede pagi ini ditutup dengan segelas jamu gendong yang membuat saya terkesan. Saya kembali lagi masuk ke dalam pasar dan mencari kios yang menjual jamu tradisional masyarakat Jawa ini.
Walaupun masih pagi, namun pembeli yang datang untuk minum jamu ini sudah mengantri. Saya pun duduk di atas dingklik (bangku kecil yang terbuat dari kayu) persis di depan ibu penjual jamu. Tanpa terlalu lama memilih, saya pun memesan jamu kunir asem kesukaan saya.
Dengan cekatan, beliau menuangkan jamu kunir asem dari botol ke dalam gelas batok. Tangannya yang berwarna kekuningan menandakan jika jamu yang diracik benar-benar menggunakan bahan-bahan dari alam.
Rasanya? STRONG BRO ! Hihihi ! Jamu kunir asem di sini memiliki rasa yang cukup kuat, "menghentak" ketika masuk ke dalam tenggorokan. Campuran jeruk nipis membuat cita rasa jamu ini terasa khas. Mata rasa langsung merem melek dan lidah saya dibuat "kelojotan" saat meminum jamu ini.
Untuk penawar rasa, saya meminta jamu beras kencur yang memiliki cita rasa manis. Pas untuk meredakan rasa pahit dan getir dari jamu kunir asem yang saya minum barusan.
Jika biasanya kita meminum jamu dari gelas kaca biasa, meminum jamu menggunakan gelas batok menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Kesan tradisionalnya sangat kental dan juga membuat cita rasa jamu terasa lebih nikmat.
Selain diminum di tempat, kalian juga bisa membeli jamu ini untuk oleh-oleh di rumah. Si ibu penjual juga menyediakan jamu yang sudah dimasukkan ke dalam botol kemasan air mineral ukuran sedang.
Untuk harganya, jamu yang diminum di dalam gelas batok kelapa dihargai Rp 3.000,00. Sedangkan jamu yang dikemas di dalam botol dihargai Rp 8.000,00 saja. Murah bukan?
Berkunjung ke Yogyakarta, tidak melulu harus mendatangi kraton, Malioboro, Kaliurang, candi atau pesisir pantai selatan. Masih banyak tempat-tempat menarik lain untuk dikunjungi, pasar tradisional misalkan.
Menyempatkan waktu di pagi hari untuk mengunjungi Pasar Legi Kotagede bisa menjadi pilihan wisata yang menarik untuk memulai pagi sebelum mengeksplorasi keindahan alam dan budaya Kota Pelajar ini.
Jadi, kapan main ke Jogja lagi?
Keterangan :
Pasar Legi Kotagede
Jalan Mentaok Raya, Purbaya, Kotagede, Yogyakarta.
Lokasi Pasar Legi Kotagede berada dekat dengan Makam Raja-Raja Mataram, Pabrik Coklat Monggo, dan sentra kerajinan perak.
Keberadaan pasar pada masa itu dianggap sangat vital. Pasar merupakan bagian dari Catur Gatra Tunggal, yakni kraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai tempat berkumpul dan budaya, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat perekonomian.
Terlepas dari nilai historis yang dimiliki, Pasar Legi Kotagede ini memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Sama seperti pasar tradisional lainnya, hiruk-pikuk kegiatan jual-beli di pasar dimulai saat adzan Subuh selesai dikumandangkan.
Komoditi yang Diperdagangkan
Saya datang sekitar pukul 05.45 pagi dan pasar sudah ramai dikunjungi. Ada berbagai macam komoditas barang yang diperdagangkan di Pasar Legi Kotagede ini. Di bagian depan pasar, kita akan menemui penjual yang menawarkan berbagai macam kebutuhan pokok terutama bahan pangan.
Ada penjual sayur-mayur, buah-buahan, daging, ayam, dan juga ikan. Kubis, tomat, wortel, dan sayur-sayuran hijau lainnya masih nampak sangat segar dijajakan di lapak-lapak para pedagang. Dengan logat yang khas, para pedagang ini begitu semangat menawarkan barang dagangannya kepada pembeli yang datang ke sana.
Pun begitu dengan daging sapi, daging ayam, dan ikan air tawar. Barang yang ditawarkan masih terlihat sangat fresh. Jangan sungkan untuk menawar harga, karena begitulah seni transaksi jual beli di pasar tradisional.
Kita bisa menawar harga atau bahkan meminta bonus tambahan kepada para pedagang. Hal tersebut terasa lumrah, di mana kegiatan tawar-menawar harga ini tidak bisa kita lakukan ketika berbelanja di pasar retail modern bukan?
Beranjak memasuki bagian dalam pasar, kita dapat membeli beraneka ragam komoditi lain yang diperdagangkan di pasar ini. Ada pedagang pakaian, peralatan dapur, kayu bakar, arang, daun jati, barang-barang kebutuhan dasar seperti beras, gula, minyak, bumbu dapur, hingga aneka macam telur unggas dapat kita temukan di sini.
Nah yang paling banyak jadi buruan para pembeli adalah beraneka macam jajanan tradisional dan juga snack kering kiloan untuk camilan. Para pedagang makanan ini berjajar dari bagian pintu masuk utama pasar hingga ke bagian tengah pasar.
Kalap dengan Jajanan Pasar yang Beragam dengan Harga Murah
Jajanan tradisional memang menjadi salah satu dagangan yang banyak diburu oleh pembeli yang datang ke pasar. Harga yang murah dan jenis jajanan yang beraneka macam sungguh memanjakan mata dan perut bagi para penikmatnya.
Ada pedagang yang menjajakan jajanan tradisional seperti gethuk, ketan, cenil, klepon, gatot, jenang sumsum, wajik, hingga grontol (jajanan yang terbuat dari pipilan jagung yang dikukus dan diberi parutan kelapa). Ada pula yang menjajakan aneka macam makanan kecil yang biasa kita temui sebagai snack dalam suguhan pertemuan, seperti arem-arem, sosis, risol, dan lainnya.
Bagi yang penasaran dengan jajanan khas Kotagede, kalian bisa mencari jajanan seperti kipo, kue kembang waru, legomoro, maupun jadah manten yang sudah agak susah ditemui di tempat lain.
"Lalu, kamu jajan apa Dik?"
Pandangan mata saya tertuju pada seorang pedagang gandos yang sedang sibuk dengan pikulan dagangannya. Kue gandos atau disebut juga dengan kue rangin, kue pancong, atau kue bandros ini memiliki aroma yang khas.
Kue ini terbuat dari campuran tepung beras, santan kelapa dan garam secukupnya lalu dipanggang dengan cetakan khusus. Camilan dengan cita rasa manis gurih yang pas ini cocok disantap hangat-hangat untuk mengisi perut yang dari tadi mulai meronta meminta jatah.
Harganya? Satu porsi kue gandos isi 10 biji ini hanya dibandrol dengan harga Rp 5.000,00 saja, Murah bukan?
Mencicipi Soto Ayam dengan Daun Kemangi
Usai berkeliling di area dalam pasar, perut terasa mulai keroncongan meminta jatah makan. Saya mencari beberapa warung makan sederhana yang buka di sekitar pasar. Bertemulah saya dengan sebuah warung soto kecil yang berada di pojokan pasar.
Warung ini menempati sebuah kios kecil di bagian luar pasar. Berada di bagian pojok pasar, tepatnya arah jalan menuju area Pemakaman Raja-Raja Mataram. Walaupun kecil, namun warung ini ini tampak selalu ramai dikunjungi pembeli yang datang dan pergi silih berganti.
Tanpa pikir panjang saya memesan satu porsi soto ayam lengkap dengan teh manis hangat. Satu mangkuk soto ayam pun tersaji di atas meja. Soto dengan kuah bening berisi nasi, potongan kubis, tauge, tahu dan tempe bacem ini nampak begitu ramai dengan suwiran daging ayam yang cukup banyak. Tak lupa potongan daun seledri dan taburan bawang goreng sebagai pelengkap sajian.
Di atas meja sudah disediakan beberapa jenis lauk untuk menemani bersantap. Ada tempe goreng, tahu goreng, dan sundukan telur puyuh. Tak lupa potongan jeruk nipis, sambal dan kecap juga tersedia, bisa ambil "prasmanan" sesuai selera.
Ada pemandangan di atas meja yang menggelitik indra penglihatan saya. Semangkok penuh daun kemangi tersaji di antara piring lauk lauk, tempat sambal dan kecap. Pemandangan yang menurut saya tidak lazim saya temui saat menyantap soto ayam di daerah Jogja.
Saya melihat banyak orang yang suka mencampurkan daun kemangi dengan kuah soto yang mereka nikmati. Katanya sih, semakin menambah aroma soto jadi lebih segar dan rasanya semakin sedep.
Kalau saya sih, skip aja deh. Jujur saya pribadi kurang begitu suka dengan aroma daun kemangi yang kuat itu. Hanya doyan makan daun kemangi saat menjadi campuran sayur trancam saja. Hihihi.
Bagaimana soal rasa soto ayam di warung ini? Bagi saya sih rasa soto ayam secara keseluruhan terasa biasa saja. Nothing special. Tapi tempe gorengnya enak, terasa gurih dan bertekstur krispi.
Anyway, penambahan daun kemangi yang bisa diambil "prasmanan" memang membuat soto ini terlihat unik bagi saya pribadi. Rasanya kurang lazim kan menambah daun kemangi untuk campuran saat menyantap soto ayam! Hihi.
*
Etapi, setelah saya baca-baca di internet, ternyata penambahan daun kemangi saat menikmati soto ayam sudah menjadi hal yang lumrah bagi warga yang tinggal di area lingkar selatan Jogja. Orang-orang biasanya menyebut soto kemangi ini dengan Soto Kemasan. Konon, soto ini memang diracik oleh orang Kemasan yang kemudian mempopulerkan menu ini.
Bahkan, ada satu warung terkenal yang menjual menu soto ini, yaitu Warung Soto Kemasan. Nanti deh, kapan-kapan kalau ke Jogja lagi saya akan coba icipi !
Highlights : Minum Jamu Gendong Menggunakan Gelas Batok Kelapa
Perjalanan mengelilingi Pasar Legi Kotagede pagi ini ditutup dengan segelas jamu gendong yang membuat saya terkesan. Saya kembali lagi masuk ke dalam pasar dan mencari kios yang menjual jamu tradisional masyarakat Jawa ini.
Walaupun masih pagi, namun pembeli yang datang untuk minum jamu ini sudah mengantri. Saya pun duduk di atas dingklik (bangku kecil yang terbuat dari kayu) persis di depan ibu penjual jamu. Tanpa terlalu lama memilih, saya pun memesan jamu kunir asem kesukaan saya.
Dengan cekatan, beliau menuangkan jamu kunir asem dari botol ke dalam gelas batok. Tangannya yang berwarna kekuningan menandakan jika jamu yang diracik benar-benar menggunakan bahan-bahan dari alam.
Rasanya? STRONG BRO ! Hihihi ! Jamu kunir asem di sini memiliki rasa yang cukup kuat, "menghentak" ketika masuk ke dalam tenggorokan. Campuran jeruk nipis membuat cita rasa jamu ini terasa khas. Mata rasa langsung merem melek dan lidah saya dibuat "kelojotan" saat meminum jamu ini.
Untuk penawar rasa, saya meminta jamu beras kencur yang memiliki cita rasa manis. Pas untuk meredakan rasa pahit dan getir dari jamu kunir asem yang saya minum barusan.
Jika biasanya kita meminum jamu dari gelas kaca biasa, meminum jamu menggunakan gelas batok menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Kesan tradisionalnya sangat kental dan juga membuat cita rasa jamu terasa lebih nikmat.
Selain diminum di tempat, kalian juga bisa membeli jamu ini untuk oleh-oleh di rumah. Si ibu penjual juga menyediakan jamu yang sudah dimasukkan ke dalam botol kemasan air mineral ukuran sedang.
Untuk harganya, jamu yang diminum di dalam gelas batok kelapa dihargai Rp 3.000,00. Sedangkan jamu yang dikemas di dalam botol dihargai Rp 8.000,00 saja. Murah bukan?
Berkunjung ke Yogyakarta, tidak melulu harus mendatangi kraton, Malioboro, Kaliurang, candi atau pesisir pantai selatan. Masih banyak tempat-tempat menarik lain untuk dikunjungi, pasar tradisional misalkan.
Menyempatkan waktu di pagi hari untuk mengunjungi Pasar Legi Kotagede bisa menjadi pilihan wisata yang menarik untuk memulai pagi sebelum mengeksplorasi keindahan alam dan budaya Kota Pelajar ini.
Jadi, kapan main ke Jogja lagi?
Keterangan :
Pasar Legi Kotagede
Jalan Mentaok Raya, Purbaya, Kotagede, Yogyakarta.
Lokasi Pasar Legi Kotagede berada dekat dengan Makam Raja-Raja Mataram, Pabrik Coklat Monggo, dan sentra kerajinan perak.
No comments:
Post a Comment