Perjalanan menyusuri Kota Solo tidak hanya berisi agenda untuk memanjakan rasa dengan kuliner khasnya, pun demikian pula dengan wisata belanja yang terkenal dengan ragam batiknya yang murah. Julukan Solo sebagai Kota Budaya tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan Kraton sebagai tempat terciptanya sekaligus simbol eksistensi budaya Jawa yang hingga kini masih sangat kental dalam kehidupan keseharian masyarakat di kota ini.
Solo sendiri memiliki dua buah kraton, yaitu Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Saya pun tertarik untuk mengunjungi Pura Mangkunegaran terletak tidak jauh dari pasar barang antik Triwindu. Bangunan ini didirikan oleh Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa pada tahun 1757 Masehi. Pura Mangkunegaran memiliki keunikan dari segi arsitekturnya. Eksterior bangunan menggunakan gaya bangunan Jawa dipadukan dengan nuansa Eropa pada bagian interior maupun ornamen-ornamen yang menghiasi beberapa sudut bangunan.
Memasuki kompleks Pura Mangkunegaran, kita akan disambut dengan hamparan lapangan hijau yang cukup luas. Lapangan ini disebut dengan alun-alun Mangkunegaran oleh masyarakat setempat. Lihatlah di sisi kanan alun-alun ini, maka kita akan disuguhi sebuah bangunan tua dengan arsitektur yang bercorakkan bangunan gaya kolonial. Bangunan yang bertuliskan "Kavallerie-Artillerie" berangka tahun 1874 ini masih terlihat kokoh berdiri walaupun di beberapa sudut terlihat rapuh. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai markas besar pasukan Legiun Mangkunegaran yang merupakan cikal bakal Pasukan Khas Samber Nyawa. Namun, bangunan ini sekarang tampak kurang terurus dan beralih fungsi sebagai pemukiman penduduk yang cukup padat.
Untuk memasuki kompleks utama Pura Mangkunegaran ini, lewatlah bangunan yang ada di sebelah kiri gerbang utama. Bangunan tersebut berfungsi sebagai lobi sekaligus pintu masuk ke dalam bangunan utama Pura Mangkunegaran. Setelah membeli tiket masuk, kita pun akan ditemani berkeliling oleh seorang guide yang berasal dari abdi dalem kraton. Abdi dalem di sini memang sedikit berbeda dengan abdi dalem di Kraton Yogyakarta dilihat dari gaya berpakaian mereka yang sudah lebih modern, yaitu mengenakan batik dan bawahan bahan layaknya orang yang pergi ke kantor.
Bagian bangunan pertama yang kita kunjungi adalah bagian Pendopo Ageng. Menurut penuturan sang guide, pendopo dengan atap bangunan berbentuk joglo ini merupakan bangunan pendopo paling luas di Indonesia. Nuansa Eropa pun langsung terasa di setiap ornamen yang menghiasi bangunan tersebut seperti patung singa berwarna emas, lampu hias, lantai marmer, maupun lukisan yang ada di bagian langit-langit. Ornamen-ornamen tersebut didatangkan dari beberapa negara di Eropa. Untuk berkunjung ke area ini kita dipersilahkan untuk melepaskan alas kaki yang kita kenakan. Sang pemandu pun sudah menyiapkan tas plastik untuk tempat membawa alas kaki yang kita lepas. Bangunan Pendopo Ageng ini biasanya digunakan untuk tempat pertujukan tari maupun seni musik, khususnya gamelan. Di beberapa sudut pendopo, kita dapat melihat tiga set gamelan. Ada satu buah gamelan yang dimainkan secara rutin dan lainnya hanya dimainkan dalam upacara tertentu saja.
Beranjak ke ruangan berikutnya kita diajak memasuki sebuah ruangan yang diberi nama Pringgitan. Ruangan ini sekarang lebih difungsikan seperti museum untuk menyimpan barang-barang peninggalan milik Kraton Mangkunegaran. Dari luar bangunan, kita akan disambut dengan patung-patung bercorakkan nuansa Eropa dan juga beberapa foto anggota keluarga kerajaan. Memasuki bagian dalam ruangan, kita akan disuguhi barang-barang milik kraton seperti peralatan serta pakaian yang dikenakan oleh para penari Bedoyo Ketawang, salah satu tarian yang dianggap sakral. Ruangan ini juga memamerkan beragam uang logam kuno, perhiasan-perhiasan kuno, senjata-senjata hadiah dari beberapa negara, koleksi keris, peralatan makan dan minum yang terbuat dari perak maupun kristal, serta beragam pernak-pernik lain yang berbahan dasar emas maupun perak. Dari sekian barang yang dipamerkan, ada satu barang yang menarik perhatian saya. Ada sebuah alat yang dinamakan "badong". Alat yang terbuat dari emas ini dipasangkan di alat vital raja yang akan pergi berburu guna menghindari terjadinya perselingkuhan. Alat ini dipakaikan oleh permaisyuri dan terdapat sebuah kunci khusus. Selain untuk raja, "badong" ini juga dikenakan pula oleh sang permaisyuri untuk menghindari perselingkuhan ketika sang raja sedang pergi keluar istana. Ada pula pring pethung/pring pethuk, yaitu bambu yang memiliki pertumbuhan ruas yang tidak normal. Benda ini konon memiliki khasiat yang berhubungan dengan hal magis. Selain itu di ruangan ini terdapat sebuah kamar khusus yang digunakan raja untuk bermeditasi. Sayang, di ruang Pringgitan ini wisatawan tidak dikenakan untuk mengambil gambar.
Memasuki ruangan berikutnya, kita menyusuri ruangan keputren yang digunakan untuk tempat tinggal para putri kerajaan. Di ruangan ini kita diperkenankan kembali untuk mengenakan alas kaki. Di bagian teras tertata rapi meja kursi yang menghadap langsung dengan taman yang indah di depannya. Hiasan-hiasan seperti patung dan cermin-cermin berukuran cukup besar menghiasi beberapa sudut ruangan. Bagi saya, ruangan ini adalah ruangan yang sangat sempurna untuk bersantai dan dijamin siapapun akan betah berlama-lama untuk tinggal di ruangan ini karena suasana dan pemandangannya yang begitu nyaman.
Kembali kami melangkahkan kaki memasuki sebuah ruangan yang dijadikan sebagai tempat pertemuan keluarga dengan kursi-kursi yang ditata rapi sedemikian rupa. Ruangan yang diberi nama bangsal Pracimoyoso ini memang tampak sederhana namun terkesan cukup mewah dan elegan. Ruangan berikutnya adalah ruang makan. Ruangan ini memiliki atap dari kaca dan terdapat sebuah hiasan yang unik, yaitu sebuah gading gajah yang diukir dengan cerita Ramayana. Trip pun berakhir dengan menyusuri bagian teras yang dihiasi barang-barang antik serta foto keluarga besar Pura Mangkunegaran.
Yak, Pura Mangkunegaran ini secara keseluruhan memang memiliki konsep arsitektur yang unik, memadukan unsur Jawa dan juga unsur Eropa di dalam ornamen interior bangunan. Bangunan Pura Mangkunegaran ini masih sangat terawat dan cukup bersih. Kesan sebuah bangunan istana yang sederhana pada bagian eksteriornya namun terlihat mewah dan elegan pada bagian interiornya dapat Anda rasakan di Pura Mangkunegaran ini.
keterangan :
Pura Mangkunegaran buka setiap hari dari pukul 08.30 sampai dengan pukul 14.00
Tiket masuk wisatawan domestik Rp 10.000,00
untuk biaya guide kita beri seikhlasnya
Solo sendiri memiliki dua buah kraton, yaitu Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Saya pun tertarik untuk mengunjungi Pura Mangkunegaran terletak tidak jauh dari pasar barang antik Triwindu. Bangunan ini didirikan oleh Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa pada tahun 1757 Masehi. Pura Mangkunegaran memiliki keunikan dari segi arsitekturnya. Eksterior bangunan menggunakan gaya bangunan Jawa dipadukan dengan nuansa Eropa pada bagian interior maupun ornamen-ornamen yang menghiasi beberapa sudut bangunan.
Memasuki kompleks Pura Mangkunegaran, kita akan disambut dengan hamparan lapangan hijau yang cukup luas. Lapangan ini disebut dengan alun-alun Mangkunegaran oleh masyarakat setempat. Lihatlah di sisi kanan alun-alun ini, maka kita akan disuguhi sebuah bangunan tua dengan arsitektur yang bercorakkan bangunan gaya kolonial. Bangunan yang bertuliskan "Kavallerie-Artillerie" berangka tahun 1874 ini masih terlihat kokoh berdiri walaupun di beberapa sudut terlihat rapuh. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai markas besar pasukan Legiun Mangkunegaran yang merupakan cikal bakal Pasukan Khas Samber Nyawa. Namun, bangunan ini sekarang tampak kurang terurus dan beralih fungsi sebagai pemukiman penduduk yang cukup padat.
Untuk memasuki kompleks utama Pura Mangkunegaran ini, lewatlah bangunan yang ada di sebelah kiri gerbang utama. Bangunan tersebut berfungsi sebagai lobi sekaligus pintu masuk ke dalam bangunan utama Pura Mangkunegaran. Setelah membeli tiket masuk, kita pun akan ditemani berkeliling oleh seorang guide yang berasal dari abdi dalem kraton. Abdi dalem di sini memang sedikit berbeda dengan abdi dalem di Kraton Yogyakarta dilihat dari gaya berpakaian mereka yang sudah lebih modern, yaitu mengenakan batik dan bawahan bahan layaknya orang yang pergi ke kantor.
Bagian bangunan pertama yang kita kunjungi adalah bagian Pendopo Ageng. Menurut penuturan sang guide, pendopo dengan atap bangunan berbentuk joglo ini merupakan bangunan pendopo paling luas di Indonesia. Nuansa Eropa pun langsung terasa di setiap ornamen yang menghiasi bangunan tersebut seperti patung singa berwarna emas, lampu hias, lantai marmer, maupun lukisan yang ada di bagian langit-langit. Ornamen-ornamen tersebut didatangkan dari beberapa negara di Eropa. Untuk berkunjung ke area ini kita dipersilahkan untuk melepaskan alas kaki yang kita kenakan. Sang pemandu pun sudah menyiapkan tas plastik untuk tempat membawa alas kaki yang kita lepas. Bangunan Pendopo Ageng ini biasanya digunakan untuk tempat pertujukan tari maupun seni musik, khususnya gamelan. Di beberapa sudut pendopo, kita dapat melihat tiga set gamelan. Ada satu buah gamelan yang dimainkan secara rutin dan lainnya hanya dimainkan dalam upacara tertentu saja.
Beranjak ke ruangan berikutnya kita diajak memasuki sebuah ruangan yang diberi nama Pringgitan. Ruangan ini sekarang lebih difungsikan seperti museum untuk menyimpan barang-barang peninggalan milik Kraton Mangkunegaran. Dari luar bangunan, kita akan disambut dengan patung-patung bercorakkan nuansa Eropa dan juga beberapa foto anggota keluarga kerajaan. Memasuki bagian dalam ruangan, kita akan disuguhi barang-barang milik kraton seperti peralatan serta pakaian yang dikenakan oleh para penari Bedoyo Ketawang, salah satu tarian yang dianggap sakral. Ruangan ini juga memamerkan beragam uang logam kuno, perhiasan-perhiasan kuno, senjata-senjata hadiah dari beberapa negara, koleksi keris, peralatan makan dan minum yang terbuat dari perak maupun kristal, serta beragam pernak-pernik lain yang berbahan dasar emas maupun perak. Dari sekian barang yang dipamerkan, ada satu barang yang menarik perhatian saya. Ada sebuah alat yang dinamakan "badong". Alat yang terbuat dari emas ini dipasangkan di alat vital raja yang akan pergi berburu guna menghindari terjadinya perselingkuhan. Alat ini dipakaikan oleh permaisyuri dan terdapat sebuah kunci khusus. Selain untuk raja, "badong" ini juga dikenakan pula oleh sang permaisyuri untuk menghindari perselingkuhan ketika sang raja sedang pergi keluar istana. Ada pula pring pethung/pring pethuk, yaitu bambu yang memiliki pertumbuhan ruas yang tidak normal. Benda ini konon memiliki khasiat yang berhubungan dengan hal magis. Selain itu di ruangan ini terdapat sebuah kamar khusus yang digunakan raja untuk bermeditasi. Sayang, di ruang Pringgitan ini wisatawan tidak dikenakan untuk mengambil gambar.
Memasuki ruangan berikutnya, kita menyusuri ruangan keputren yang digunakan untuk tempat tinggal para putri kerajaan. Di ruangan ini kita diperkenankan kembali untuk mengenakan alas kaki. Di bagian teras tertata rapi meja kursi yang menghadap langsung dengan taman yang indah di depannya. Hiasan-hiasan seperti patung dan cermin-cermin berukuran cukup besar menghiasi beberapa sudut ruangan. Bagi saya, ruangan ini adalah ruangan yang sangat sempurna untuk bersantai dan dijamin siapapun akan betah berlama-lama untuk tinggal di ruangan ini karena suasana dan pemandangannya yang begitu nyaman.
Kembali kami melangkahkan kaki memasuki sebuah ruangan yang dijadikan sebagai tempat pertemuan keluarga dengan kursi-kursi yang ditata rapi sedemikian rupa. Ruangan yang diberi nama bangsal Pracimoyoso ini memang tampak sederhana namun terkesan cukup mewah dan elegan. Ruangan berikutnya adalah ruang makan. Ruangan ini memiliki atap dari kaca dan terdapat sebuah hiasan yang unik, yaitu sebuah gading gajah yang diukir dengan cerita Ramayana. Trip pun berakhir dengan menyusuri bagian teras yang dihiasi barang-barang antik serta foto keluarga besar Pura Mangkunegaran.
Yak, Pura Mangkunegaran ini secara keseluruhan memang memiliki konsep arsitektur yang unik, memadukan unsur Jawa dan juga unsur Eropa di dalam ornamen interior bangunan. Bangunan Pura Mangkunegaran ini masih sangat terawat dan cukup bersih. Kesan sebuah bangunan istana yang sederhana pada bagian eksteriornya namun terlihat mewah dan elegan pada bagian interiornya dapat Anda rasakan di Pura Mangkunegaran ini.
keterangan :
Pura Mangkunegaran buka setiap hari dari pukul 08.30 sampai dengan pukul 14.00
Tiket masuk wisatawan domestik Rp 10.000,00
untuk biaya guide kita beri seikhlasnya
whaaaaaaaaaaa
ReplyDeleteaq belum sempet ke mangkunegaran.
om anak solo bukan???
kopdar yuk :D
mampir dong om, recomended banget lho di sini
Deleteaku bukan orang solo om
lagi tinggal di jogja sekarang, tapi lumayan sering juga ke solo :D