Boleh dibilang, bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam di Dataran Tinggi Dieng tidak afdol jika tidak memulai hari mereka dari bukit ini. Bukit Sikunir, tempat terbaik untuk menikmati semburat cahaya keemasan dari terbitnya sang surya di ufuk timur cakrawala.
Jika ditanya obyek wisata mana yang menjadi favorit ketika menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, maka saya akan menjawab Bukit Sikunir. Kenapa harus memilih Bukit Sikunir? Ya, tempat ini boleh dikatakan sebagai tempat untuk mengawali hari sebelum Anda benar-benar melakukan penjelajahan untuk menikmati pesona keindahan alam Dataran Tinggi Dieng. Tidak lengkap rasanya jika di Dataran Tinggi Dieng tidak mengawali hari di Bukit Sikunir ini.
Ada dua macam pilihan cara untuk menuju venue titik awal pendakian ke Bukit Sikunir ini. Anda dapat menggunakan kendaraan bermotor hingga menuju parkiran di sekitar Telaga Cebong, atau memilih untuk berjalan kaki. Jika menggunakan kendaraan bermotor, akan memakan waktu sekitar 15 sampai 20 menit perjalanan dari daerah Dieng. Jika Anda memilih untuk berjalan kaki, setidaknya akan memakan waktu sekitar dua jam perjalanan, setidaknya hal itu sudah dilakukan oleh Matteo, bule asal Austria yang traveling seorang diri di Indonesia dan kebetulan sedang mengunjungi Dieng. Dia berjalan kaki kurang lebih dua jam dari penginapannya di daerah Dieng sampai ke titik awal pendakian di Bukit Sikunir. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana pegalnya kaki harus berjalan dengan medan yang naik-turun serta hawa dingin yang menusuk tulang. Saya sendiri saja menggunakan motor untuk menuju lokasi saja rasanya sudah tidak karuan menghadapi hawa dingin selama di perjalanan.
Setelah memarkir kendaraan di pos penjagaan di dekat Telaga Cebong, tibalah saatnya memulai perjuangan mendaki Bukit Sikunir. Selama tinggal di Dieng, saya sudah mendaki bukit ini sebanyak lima kali. Ada semacam candu yang membuat rindu memang menikmati suasana pagi di bukit ini. Disarankan bagi Anda yang ingin mendaki bukit, lebih baik mulai pendakian pukul 04.00 dini hari agar tidak tergesa-gesa mengejar matahari yang terbit. Pertama kali mendaki bukit ini saya pikir medannya tidak terlalu berat, namun saya salah perhitungan, baru 10 menit perjalanan di tanjakan pertama sudah membuat nafas saya tersengal-sengal. Maklum, badan ini sudah lama tidak pernah berolahraga membuat kondisi fisik tidak terlalu prima untuk menghadapi tanjakan-tanjakan seperti ini. Menurut penuturan penduduk setempat, dibutuhkan waktu sekitar 15 menit melalui jalan setapak untuk mencapai puncak Bukit Sikunir ini. Tapi, jika kita yang mendaki akan membutuhkan waktu sekitar 30 menit sampai satu jam perjalanan untuk dapat mencapai bukit, itupun kita sudah berhenti beberapa kali untuk sekedar menghela nafas. Kita memang harus pintar-pintar mengatur nafas jika tidak mau ngos-ngosan selama pendakian dan kehabisan tenaga di tengah perjalanan. Udara di sini cukup tipis karena ketinggian bukit mencapai 2.300 meter di atas permukaan laut. Vegetasi tanaman yang cukup rimbun di sekeliling bukit membuat kita harus berbagi oksigen dengan tanaman selama pendakian.
Untuk mendaki Bukit Sikunir dibutuhkan senter untuk penerangan, jaket tebal untuk menghalau dingin, air minum secukupnya, dan juga kewaspadaan selama pendakian. Saya sendiri baru menyadari jika di sebalah kiri saya adalah jurang selama pendakian. Jurang tersebut nyaris tidak terlihat karena tertutup oleh semak belukar dan juga minimnya cahaya di pagi buta sehingga Anda pun harus tetap waspada. Kami sempat kebingungan mencari jalan setapak menuju puncak bukit karena jalur tersebut tertutup oleh semak belukar yang makin meninggi. Rasa lelah selama pendakian semua akan terbayar dengan pemandangan cantik di puncak Bukit Sikunir.
Perlahan tapi pasti segaris cahaya jingga yang menghiasi horizon semakin melebar berganti dengan semburat warna orange. Rona gelap pun perlahan memudar dengan sinar matahari yang nampak malu-malu memperlihatkan kegagahannya. Ya, matahari terbit atau sunrise inilah yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para pendaki. Lukisan alam dari Sang Pencipta membentang luas sepanjang mata memandang. Jika cuaca cerah, maka Anda akan merasakan bagaimana rasanya dikepung oleh lima buah gunung sekaligus, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Gunung Kembang, dan Gunung Perahu. Di antara kelima gunung tersebut, pemandangan Gunung Sindoro lah yang menjadi primadona, karena seolah-olah di depan pelupuk mata, begitu gagah, indah, sekaligus menawan. Suasana semakin dramatis ketika kabut turun menggumpal di bawah Gunung Sindoro, serasa berada di negeri di atas awan. Serasa awan-awan tersebut berada di bawah telapak kaki kita. Sebuah lukisan keindahan yang sangat sempurna dan begitu nyata di depan pandangan mata.
Menurut beberapa artikel yang saya baca, sunrise di Bukit Sikunir ini merupakan salah satu sunrise terbaik di dunia. Menurut penuturan Pak Prayit, warga Dieng yang menemani kami mendaki menuturkan bahwa pada bulan-bulan tertentu sekitar Januari sampai Maret kita dapat melihat fenomena matahari terbit yang seolah-olah menjadi dua buah. Fenomena yang menarik memang. Saya pernah mendengar jika di Dieng kita akan menemukan double sunrise, yaitu golden sunrise di Bukit Sikunir ini, lalu dilanjutkan dengan silver sunrise di Kompleks Candi Arjuna.
Puas menikmati pemandangan sunrise di Bukit Sikunir jangan tergesa-gesa untuk beranjak dulu dari tempat ini. Naiklah ke bukit yang berada di sebelah, pemandangan cantik Telaga Cebong yang dikelilingi oleh deretan perkebunan siap kembali memanjakan mata. Telaga Cebong merupakan sebuah telaga yang terletak di Desa Sembungan, desa tertinggi di pulau Jawa. Desa ini berada di ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut. Selain memiliki pemandangan yang cantik, telaga ini juga sudah dilengkapi dengan fasilitas wisata tambahan seperti persewaan perahu untuk berkeliling telaga. Di sekitar Telaga Cebong biasanya dijadikan sebagai spot untuk berkemah sebelum keesokan paginya mendaki ke puncak Sikunir. Di dekat Telaga Cenong terdapat sebuah lapangan sepak bola, terkadang di kala pagi sudah ramai anak-anak dari Desa Sembungan yang semangat bermain bola.
Pendakian pertama saya menuju puncak Bukit Sikunir memberikan saya banyak sekali pelajaran hidup. Pelajaran hidup seperti bagaimana menjaga solidaritas terhadap kawan, belajar untuk saling percaya satu dengan yang lain, belajar bagaimana untuk menjaga kekompakan, belajar untuk tidak egois, belajar ketegaran diri, belajar untuk bagaimana berjalan walau perlahan hingga mencapai target, belajar untuk fokus dalam mencapai tujuan, dan mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta. Bagi saya, setiap perjalanan selalu memberikan sebuah makna dan pembelajaran hidup.
Keterangan :
Tiket masuk ke lokasi Bukit Sikunir : Rp 3.000,00 - Rp 4.000,00 per-orang (data Juli-Agustus 2012)
Parkir motor : Rp 1.000,00
Waktu terbaik untuk menikmati sunrise sekitar bulan Juni sampai dengan pertengahan bulan Agustus, pada akhir Agustus biasanya pemandangan jadi kurang menarik, memasuki musim kemarau yang kering, banyak semak belukar yang terbakar (atau mungkin sengaja dibakar), sehingga pemandangan menjadi semacam "bukit arang".
Pendakian menuju pucak sebaiknya dilakukan mulai pukul 04.00 pagi agar tidak terburu-buru untuk mengejar sunrise.
Tetap jaga kebersihan lingkungan ya, jangan membuang sampah sembarangan :)
Ada dua macam pilihan cara untuk menuju venue titik awal pendakian ke Bukit Sikunir ini. Anda dapat menggunakan kendaraan bermotor hingga menuju parkiran di sekitar Telaga Cebong, atau memilih untuk berjalan kaki. Jika menggunakan kendaraan bermotor, akan memakan waktu sekitar 15 sampai 20 menit perjalanan dari daerah Dieng. Jika Anda memilih untuk berjalan kaki, setidaknya akan memakan waktu sekitar dua jam perjalanan, setidaknya hal itu sudah dilakukan oleh Matteo, bule asal Austria yang traveling seorang diri di Indonesia dan kebetulan sedang mengunjungi Dieng. Dia berjalan kaki kurang lebih dua jam dari penginapannya di daerah Dieng sampai ke titik awal pendakian di Bukit Sikunir. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana pegalnya kaki harus berjalan dengan medan yang naik-turun serta hawa dingin yang menusuk tulang. Saya sendiri saja menggunakan motor untuk menuju lokasi saja rasanya sudah tidak karuan menghadapi hawa dingin selama di perjalanan.
Setelah memarkir kendaraan di pos penjagaan di dekat Telaga Cebong, tibalah saatnya memulai perjuangan mendaki Bukit Sikunir. Selama tinggal di Dieng, saya sudah mendaki bukit ini sebanyak lima kali. Ada semacam candu yang membuat rindu memang menikmati suasana pagi di bukit ini. Disarankan bagi Anda yang ingin mendaki bukit, lebih baik mulai pendakian pukul 04.00 dini hari agar tidak tergesa-gesa mengejar matahari yang terbit. Pertama kali mendaki bukit ini saya pikir medannya tidak terlalu berat, namun saya salah perhitungan, baru 10 menit perjalanan di tanjakan pertama sudah membuat nafas saya tersengal-sengal. Maklum, badan ini sudah lama tidak pernah berolahraga membuat kondisi fisik tidak terlalu prima untuk menghadapi tanjakan-tanjakan seperti ini. Menurut penuturan penduduk setempat, dibutuhkan waktu sekitar 15 menit melalui jalan setapak untuk mencapai puncak Bukit Sikunir ini. Tapi, jika kita yang mendaki akan membutuhkan waktu sekitar 30 menit sampai satu jam perjalanan untuk dapat mencapai bukit, itupun kita sudah berhenti beberapa kali untuk sekedar menghela nafas. Kita memang harus pintar-pintar mengatur nafas jika tidak mau ngos-ngosan selama pendakian dan kehabisan tenaga di tengah perjalanan. Udara di sini cukup tipis karena ketinggian bukit mencapai 2.300 meter di atas permukaan laut. Vegetasi tanaman yang cukup rimbun di sekeliling bukit membuat kita harus berbagi oksigen dengan tanaman selama pendakian.
Untuk mendaki Bukit Sikunir dibutuhkan senter untuk penerangan, jaket tebal untuk menghalau dingin, air minum secukupnya, dan juga kewaspadaan selama pendakian. Saya sendiri baru menyadari jika di sebalah kiri saya adalah jurang selama pendakian. Jurang tersebut nyaris tidak terlihat karena tertutup oleh semak belukar dan juga minimnya cahaya di pagi buta sehingga Anda pun harus tetap waspada. Kami sempat kebingungan mencari jalan setapak menuju puncak bukit karena jalur tersebut tertutup oleh semak belukar yang makin meninggi. Rasa lelah selama pendakian semua akan terbayar dengan pemandangan cantik di puncak Bukit Sikunir.
Perlahan tapi pasti segaris cahaya jingga yang menghiasi horizon semakin melebar berganti dengan semburat warna orange. Rona gelap pun perlahan memudar dengan sinar matahari yang nampak malu-malu memperlihatkan kegagahannya. Ya, matahari terbit atau sunrise inilah yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para pendaki. Lukisan alam dari Sang Pencipta membentang luas sepanjang mata memandang. Jika cuaca cerah, maka Anda akan merasakan bagaimana rasanya dikepung oleh lima buah gunung sekaligus, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Gunung Kembang, dan Gunung Perahu. Di antara kelima gunung tersebut, pemandangan Gunung Sindoro lah yang menjadi primadona, karena seolah-olah di depan pelupuk mata, begitu gagah, indah, sekaligus menawan. Suasana semakin dramatis ketika kabut turun menggumpal di bawah Gunung Sindoro, serasa berada di negeri di atas awan. Serasa awan-awan tersebut berada di bawah telapak kaki kita. Sebuah lukisan keindahan yang sangat sempurna dan begitu nyata di depan pandangan mata.
Menurut beberapa artikel yang saya baca, sunrise di Bukit Sikunir ini merupakan salah satu sunrise terbaik di dunia. Menurut penuturan Pak Prayit, warga Dieng yang menemani kami mendaki menuturkan bahwa pada bulan-bulan tertentu sekitar Januari sampai Maret kita dapat melihat fenomena matahari terbit yang seolah-olah menjadi dua buah. Fenomena yang menarik memang. Saya pernah mendengar jika di Dieng kita akan menemukan double sunrise, yaitu golden sunrise di Bukit Sikunir ini, lalu dilanjutkan dengan silver sunrise di Kompleks Candi Arjuna.
Puas menikmati pemandangan sunrise di Bukit Sikunir jangan tergesa-gesa untuk beranjak dulu dari tempat ini. Naiklah ke bukit yang berada di sebelah, pemandangan cantik Telaga Cebong yang dikelilingi oleh deretan perkebunan siap kembali memanjakan mata. Telaga Cebong merupakan sebuah telaga yang terletak di Desa Sembungan, desa tertinggi di pulau Jawa. Desa ini berada di ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut. Selain memiliki pemandangan yang cantik, telaga ini juga sudah dilengkapi dengan fasilitas wisata tambahan seperti persewaan perahu untuk berkeliling telaga. Di sekitar Telaga Cebong biasanya dijadikan sebagai spot untuk berkemah sebelum keesokan paginya mendaki ke puncak Sikunir. Di dekat Telaga Cenong terdapat sebuah lapangan sepak bola, terkadang di kala pagi sudah ramai anak-anak dari Desa Sembungan yang semangat bermain bola.
Pendakian pertama saya menuju puncak Bukit Sikunir memberikan saya banyak sekali pelajaran hidup. Pelajaran hidup seperti bagaimana menjaga solidaritas terhadap kawan, belajar untuk saling percaya satu dengan yang lain, belajar bagaimana untuk menjaga kekompakan, belajar untuk tidak egois, belajar ketegaran diri, belajar untuk bagaimana berjalan walau perlahan hingga mencapai target, belajar untuk fokus dalam mencapai tujuan, dan mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta. Bagi saya, setiap perjalanan selalu memberikan sebuah makna dan pembelajaran hidup.
Keterangan :
Tiket masuk ke lokasi Bukit Sikunir : Rp 3.000,00 - Rp 4.000,00 per-orang (data Juli-Agustus 2012)
Parkir motor : Rp 1.000,00
Waktu terbaik untuk menikmati sunrise sekitar bulan Juni sampai dengan pertengahan bulan Agustus, pada akhir Agustus biasanya pemandangan jadi kurang menarik, memasuki musim kemarau yang kering, banyak semak belukar yang terbakar (atau mungkin sengaja dibakar), sehingga pemandangan menjadi semacam "bukit arang".
Pendakian menuju pucak sebaiknya dilakukan mulai pukul 04.00 pagi agar tidak terburu-buru untuk mengejar sunrise.
Tetap jaga kebersihan lingkungan ya, jangan membuang sampah sembarangan :)
No comments:
Post a Comment